Kinerja Penyuluh Kehutanan Kinerja Petani Hutan Rakyat Dan Penyuluh Kehutanan Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Dan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
penyuluhan kemampuan penyuluh untuk penerapan falsafah penyuluhan, hasil penerapan prinsip penyuluhan, hasil penerapan etika penyuluhan dan manajemen
organisasi kemampuan penyuluh untuk mengidentifikasi peran dan fungsi Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, mengidentifikasi peluang
pengembangan diri, mengidentifikasi peluang karier. Skor menunjukkan kinerja penyuluh kehutanan termasuk kategori sedang.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh kehutanan menurut persepsi penyuluh, baik di Kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Purworejo,
berpengaruh tidak nyata terhadap kinerja petani. Artinya, kinerja penyuluh kehutanan tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi kinerja petani hutan rakyat
Dengan kata lain, kinerja penyuluh kehutanan tidak dapat digunakan untuk menjelaskan kinerja petani hutan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa setinggi
apapun tampilan kualitas kinerja penyuluh kehutanan, kinerja petani relatif sama atau tidak berbeda. Berdasarkan hasil analisis faktor bahwa indikator-indikator yang
merefleksikan variabel kinerja penyuluh kehutanan adalah kualitas pelaksanaan kegiatan sosial, kualitas penyusunan program penyuluhan, kualitas pemanfaatan
sumberdaya lokal, kualitas penyelenggaraan penyuluhan, dan kualitas manajemen organisasi.
Pengaruh tidak nyata kinerja penyuluh kehutanan terhadap kinerja petani, dengan demikian, berarti pula bahwa terjadi pengaruh tidak nyata indikator-indikator
variabel tersebut yaitu kualitas pelaksanaan kegiatan sosial, kualitas penyusunan program
penyuluhan, kualitas
pemanfaatan sumberdaya
lokal, kualitas
penyelenggaraan penyuluhan, dan kualitas manajemen organisasi terhadap kineja petani hutan rakyat.
Perbedaan hasil analisis jalur terhadap kinerja penyuluh kehutanan menurut persepsi petani hutan rakyat dengan kinerja penyuluh kehutanan menurut persepsi
penyuluh kehutanan. Perbedaan pengaruh ini lebih disebabkan oleh adanya cara pandang dan manfaat yang dirasakan oleh masing-masing pihak. Petani hutan rakyat
memberikan apresiasi yang cukup baik pada penyuluh kehutanan karena mereka adalah pihak yang merasakan manfaat dengan adanya penyuluh kehutanan di antara
mereka. Sedangkan, penyuluh memberikan pandangan yang berbeda terhadap kinerjanya sendiri. Penilaian penyuluh terhadap dirinya lebih cenderung mengarah
pada ketercapaian tupoksi yang dilakukannya. Berikut disajikan lengkapnya tentang kinerja penyuluh kehutanan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran kinerja penyuluh kehutanan Faktor
Indikator Sebaran
Kabupaten Ciamis
Kabupaten Purworejo
n n
Kinerja penyuluh
kehutanan Rendah
0,00 0,00
Sedang 32
64,00 14
56,00 Tinggi
18 36,00
11 44,00
Pelaksanaan kegiatan
sosial Rendah
0,00 0,00
Sedang 41
82,00 19
76,00 Tinggi
9 18,00
6 24,00
Penyusunan program
penyuluhan Rendah
0,00 0,00
Sedang 33
66,00 14
56,00 Tinggi
17 34,00
11 44,00
Pemanfaatan sumberdaya
lokal Rendah
0,00 0,00
Sedang 40
80,00 16
64,00 Tinggi
10 20,00
9 36,00
Penyelenggar aan
penyuluhan Rendah
1 2,00
0,00 Sedang
31 62,00
13 52,00
Tinggi 18
36,00 12
48,00 Manajemen
organisasi Rendah
0,00 0,00
Sedang 38
76,00 19
76,00 Tinggi
12 24,00
6 24,00
Kinerja penyuluh kehutanan dalam pelaksanaan kegiatan sosial diukur melalui hasil analisis komunitas, hasil penetapan masalah, hasil rancangan kegiatan aksi, hasil
pelaksanaan aksi, dan hasil evaluasi kegiatan aksi. Dalam pelaksanaan kegiatan sosial, penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis sebanyak 64 persen menunjukkan
skor sedang dan 56 persen di Kabupaten Purworejo. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan kinerja penyuluh kehutanan dalam kualitas pelaksanaan kegiatan sosial
antara di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Hal ini ditunjukkan dengan masih minimnya kegiatan para penyuluh kehutanan dalam menganalisis masalah
pengelolaan hutan rakyat yang didasarkan pada temuan riil di lapangan sehingga ada gap antara rencana dengan pelaksanaan di lapangan yang hal ini mengakibatkan
kurang optimalnya hasil pelaksanaan aksi penyuluhan kehutanan khususnya dibidang pengelolaan hutan rakyat. Tentunya hal ini juga akan berdampak pada rendahnya
hasil evaluasi kegiatan aksi. Pelaksanaan kegiatan sosial berpengaruh tidak nyata terhadap kinerja petani,
artinya berapapun tingkat intensitas dan kualitas pelaksanaan kegiatan sosial dipersepsikan oleh penyuluh kehutanan memberikan kontribusi yang tidak berarti
bagi peningkatan kinerja petani. Melihat hal ini maka perlu upaya memperbaiki pelaksanaan kegiatan sosial sehingga penyuluh memiliki apresiasi yang tinggi pada
pekerjaannya yang diharapkan akan berujung pada peningkatan kinerja petani hutan rakyat.
Kinerja penyuluh kehutanan dalam penyusunan program penyuluhan diukur hasil pengumpulan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, rumusan tujuan
program penyuluhan, hasil penetapan masalah, cara mencapai tujuan, hasil pelaksanaan penyuluhan dan hasil evaluasi kegiatan penyuluhan. Kinerja penyuluh
kehutanan dalam penyusunan program penyuluhan di Kabupaten Ciamis sebanyak 66 persen menunjukkan skor sedang dan 56 persen di Kabupaten Purworejo.
Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada perbedaan antara kinerja penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis ataupun di Kabupaten Purworejo. Skor sedang dapat dijelaskan
bahwa dengan hasil penyusunan program yang kurang dapat dimanfaatkan secara baik oleh petani hutan rakyat. Sehingga dalam pelaksanaanya banyak timbul masalah
utamanya dalam hal ketidaksesuaian dengan kebutuhan riil petani hutan rakyat. Sebagai salah satu indikator yang merefleksikan kinerja penyuluh kehutanan,
maka indikator penyusunan program penyuluhan juga berpengaruh tidak nyata terhadap kinerja petani hutan rakyat. Artinya, seberapa baik kualitas penyusunan
program penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan tidak berdampak terhadap kinerja petani hutan rakyat. Hal ini terjadi karena penyusunan program
penyuluhan merupakan bagian rutin dari tupoksi penyuluh kehutanan yang disusun setiap tahun, yang dianggap biasa oleh penyuluh kehutanan sehingga dari sudut
pandang penyuluh kehutanan penyusunannya tidak lagi terlalu melibatkan petani hutan rakyat. Hal ini, kemudian berdampak pada hasil analisis jalur bahwa
penyusunan program penyuluhan berpengaruh tidak nyata pada kinerja petani hutan rakyat.
Kinerja penyuluh kehutanan dalam memanfaatkan sumberdaya lokal dengan diukur melalui hasil identifikasi sumberdaya yang tersedia. Kinerja penyuluh
kehutanan berdasarkan sumberdaya lokal di Kabupaten Ciamis memiliki skor sedang sebanyak 80 persen, sedangkan di Kabupaten Purworejo sebanyak 64 persen. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa kualitas dari hasil identifikasi sumberdaya yang tersedia masih belum optimal dan hasil identifikasi kebutuhan petani belum menunjukkan
kebutuhan riil petani hutan rakyat yang sesungguhnya. Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada perbedaan antara kinerja penyuluh di Kabupaten Ciamis ataupun di
Kabupaten Purworejo. Pemanfaatan sumberdaya lokal berdasarkan sudut pandang penyuluh, berada
dalam kategori sedang, namun ternyata berpengaruh tidak nyata pada kinerja petani. Dengan kata lain upaya penyuluh memanfaatkan sumberdaya lokal untuk mendukung
tupoksinya, memberikan kontribusi yang tidak berarti bagi kinerja petani. Artinya, apapun bentuk pemanfaatan sumberdaya lokal yang ditunjukkan penyuluh kehutanan,
kinerja petani relatif sama atau tidak berbeda. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang antara petani dan penyuluh dalam melihat upaya pemanfaatan
sumberdaya lokal Kinerja penyuluh kehutanan dalam menyelenggarakan penyuluhan diukur
melalui hasil penerapan falsafah penyuluhan, hasil penerapan prinsip penyuluhan, hasil penerapan etika penyuluhan. Penilaian rata-rata skor peubah kualitas
menyelenggarakan penyuluhan menunjukkan rata-rata sedang. Hal ini dapat dijelaskan bahwa hasil penerapan falsafah penyuluhan masih belum optimal,
demikian juga untuk hasil penerapan prinsip penyuluhan dan hasil penerapan etika penyuluhan yang masih perlu ditingkatkan dalam pelaksanaannya sehingga kegiatan
penyuluhan dapat dilakukan dengan baik. Kinerja penyuluh kehutanan berdasarkan penyelenggaraan penyuluhan di
Kabupaten Ciamis memiliki skor sedang sebanyak 62 persen, sedangkan di Kabupaten Purworejo sebanyak 52 persen. Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada
perbedaan antara kinerja penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis ataupun di Kabupaten Purworejo.
Penyelenggaran penyuluhan berpengaruh tidak nyata pada kinerja petani. Hal ini berarti tinggi rendahnya intensitas dan kualitas penyelenggaraan penyuluhan maka
kinerja para petani hutan rakyat relatif sama atau tidak berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa penyelenggaran penyuluhan ditinjau dari sudut pandang
penyuluh kehutanan memberikan kontribusi yang tidak berarti bagi peningkatan kinerja petani hutan rakyat. Dari sudut pandang penyuluh kehutanan, penyelenggaran
penyuluhan terkategori sedang, namun ternyata terdapat ketidakselarasan cara pandang petani dengan cara pandang penyuluh yang berdampak pada
ketidakberartian kontribusi atau pengaruh penyelenggaran penyuluhan terhadap kinerja petani hutan rakyat.
Kinerja penyuluh kehutanan dalam manajemen organisasi diukur melalui menganalisa hasil kemampuan penyuluh untuk mengidentifikasi peran dan fungsi
Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, mengidentifikasi peluang pengembangan diri, dan mengidentifikasi peluang karier. Kinerja penyuluh kehutanan
berdasarkan manajemen organisasi di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo memiliki skor sedang sebanyak 76 persen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penyuluh
kehutanan masih rendah dalam tingkat kemampuan mengidentifikasi peran dan fungsi Kementrian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, penyuluh kehutanan masih rendah
dalam mengidentifikasi tingkat kemampuan mengidentifikasi peluang pengembangan diri dan juga masih rendahnya tingkat kemampuan mengidentifikasi peluang karier.
Berdasarkan hasil uji beda, tidak ada perbedaan antara kinerja penyuluh di Kabupaten Ciamis ataupun di Kabupaten Purworejo.
Manajemen organisasi yang dipersepsikan penyuluh lebih pada organisasi dimana penyuluh tersebut bekerja, sehingga tidak terlalu berhubungan dengan upaya
petani dalam mengelola hutan rakyat. Hal ini yang menyebabkan terjadinya pengaruh tidak nyata manajemen organisasi yan dilakukan oleh penyuluh pada kinerja petani.
Apapun bentuk manajemen organisasi yang dilakukan penyuluh, kinerja petani relatif sama atau tidak berbeda. Hal ini berarti manajemen organisasi memberikan kontribusi
yang tidak berarti bagi kinerja petani hutan rakyat. Dengan kata lain manajemen organisasi yang dipersepsikan penyuluh lebih terfokus pada organisasi penyuluhan,
sedangkan menurut persepsi petani hutan rakyat bahwa manajemen organisasi yang dilakukan penyuluh kehutanan lebih terfokus pada manajemen kelompok kecil. Hal
ini mengakibatkan tidak terjadi ketidakberartian kontribusi kinerja penyuluh kehutanan terhadap kinerja petani hutan rakyat.