Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kinerja Petani Hutan

ini berarti apapun indikator faktor lingkungan fisik, kinerja petani hutan rakyat tetap sama. Faktor lingkungan fisik di Kabupaten Ciamis direfleksikan oleh komposisi jenis tanaman yang ditanam, luas hutan rakyat dan produktivitas hutan rakyat. Sedangkan di Kabupaten Purworejo direfleksikan oleh komposisi jenis tanaman yang ditanam, produktivitas hutan rakyat dan kelestarian hutan rakyat. Dalam melengkapi bahasan berikut selengkapnya disajikan tentang deskripsi sebaran faktor lingkungan fisik dalam Tabel 11. Tabel 11. Sebaran faktor lingkungan fisik Indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n n Komposisi tanaman yang ditanam Satu jenis pohon 8 8,00 3 6,00 Beberapa jenis pohon 17 17,00 17 34,00 Campuran pohon dan tanaman pertanian 75 75,00 30 60,00 Luas hutan rakyat ha Sempit 95 95,00 46 92,00 Sedang 4 4,00 2 4,00 Luas 1 1,00 2 4,00 Produktivitas hutan rakyat m 3 ha Sedikit 96 96,00 50 100,00 Sedang 1 1,00 0,00 Tinggi 3 3,00 0,00 Rasio tebang- tanam hutan rakyat 1:1 62 62,00 42 84,00 1: 2 – 1:3 35 35,00 7 14,00 1:4 – 1:5 3 3,00 1 2,00 Komposisi tanaman yang ditanam Komposisi tanaman yang ada di hutan rakyat di lokasi penelitian sekitar 70 persen model campuran antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Tanaman kehutanan yang dominan yaitu Sengon dan Jati, ada juga jenis pohon yang lain yaitu Akasia, Mahoni, Kayu Afrika dan Manglid. Sedangkan tanaman pertanian yang ada yaitu Jagung, Kelapa, Cabe, Jeruk, Pisang dan Kapulaga. Sebanyak 23 persen responden petani hutan rakyat memiliki komposisi tanaman hanya didominasi oleh jenis pohon saja dengan komposisi beberapa jenis. Komposisi tanaman di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo, menunjukkan bahwa petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis lebih banyak yang menanam tanaman dengan pola agroforestri dibandingkan dengan responden petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo. Hal ini disebabkan karena faktor iklim terutama curah hujan yang mengakibatkan tingkat produktivitas petani di Kabupaten Ciamis lebih tinggi dibandingkan dengan petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo. Sebanyak 75 persen petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis menggunakan komposisi tanaman dengan pola campuran agroforestri, sementara di Kabupaten Purworejo sebanyak 60 persen petani hutan rakyat. Komposisi tanaman di hutan rakyat dengan pola agroforestri memang ditemukan pada kebanyakan pola hutan rakyat di Pulau Jawa. Hal ini karena kombinasi tanaman kehutanan dan tanaman pertanian dipadukan untuk menjaga kesinambungan penghasilan dari hutan rakyat. Dengan demikian memiliki sumber- sumber penghasilan yang dihasilkan setiap harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Scherr 1995 tentang adopsi agroforestri yang berperan dalam kondisi ekonomi dan insentif dalam pengembangan dan manajemen sistem agroforestry. Beberapa daerah dan rumah tangga akan menemukan bahwa sistem agroforestri tertentu tidak dapat bersaing ekonomis dengan penggunaan alternatif tenaga kerja, tanah atau modal, atau alternatif, sumber biaya yang lebih rendah pasokan produk atau metode perlindungan lingkungan. Berdasarkan hasil uji beda tidak ada perbedaan nyata antara indikator pola komposisi tanaman yang ditanam oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Indikator komposisi jenis tanaman yang ditanam tidak berhubungan kinerja petani hutan rakyat baik di Kabupaten Ciamis maupun di Kabupaten Purworejo. Hal ini berarti apapun pola tanam yang ada di hutan rakyat tidak berhubungan kinerja petani hutan rakyat. Rasio tebang tanam hutan rakyat Rasio tebang tanam hutan rakyat merupakan perbandingan pengaturan antara pemanenan dan penanaman di hutan rakyat. Semua responden petani hutan rakyat melakukan kegiatan penanaman kembali setelah dilakukan pemanenan pohon, minimal 1 pohon tebang 1 pohon tanam. Hal ini menunjukkan bahwa kelestarian hutan rakyat akan terus terjaga. Data menunjukkan hampir lebih dari 30 persen responden petani hutan rakyat melakukan penanaman pohon dengan rasio 2 kali pohon yang ditanam Petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis melakukan kegiatan penanaman melebihi dari pohon yang ditebang hampir 38 persen, sementara itu di Kabupaten Purworejo mencapai 16 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam melestarikan hutan rakyat sudah cukup baik. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan rasio tebang tanam hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Luas hutan rakyat Luas hutan rakyat merupakan salah satu karakteristik sosial ekonomi petani hutan rakyat yang perlu ditelaah. Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan luas hutan rakyat responden petani hutan rakyat 0,47 hektar. Di Kabupaten Purworejo rata-rata luas hutan rakyat mencapai 0,64 hektar dan di Kabupaten Ciamis mencapai 0,36 hektar. Sebanyak 91 persen petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo memiliki hutan rakyat dengan luasan dalam kategori sempit, begitu juga petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis sebanyak 95 persen nya tergolong dalam kategori sempit. Hanya 4 persen saja petani di Kabupaten Purworejo memiliki luasan yang cukup luas, sedangkan petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis hanya 1 persen saja. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan luas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Berdasarkan observasi di lapangan menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani akan berhubungan pemilihan jenis yang akan ditanam. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, maka yang dipilih cenderung monokultur. Sedangkan petani yang lahan sempit memilih menanam berbagai jenis tanaman atau agroforestri sehingga dapat memenuhi terpenuhi kebutuhan hariannya. Indikator luas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja petani hutan rakyat. Artinya bahwa berapun luasnya lahan hutan rakyat yang dimiliki petani kinerjanya sama. Produktivitas hutan rakyat Produktivitas hutan rakyat dicirikan dengan jumlah kubikasi tegakan pohon yang ada di hutan rakyat dalam luasan satu hektar. Produktivitas hutan rakyat ini menunjukkan besarnya hasil yang akan diperoleh petani dari hutan rakyat. Produktivitas dari hutan rakyat ini ditentukan salah satu faktornya oleh jarak tanam antar pohon yang ada di lahan hutan rakyat. Namun biasanya petani hutan rakyat melakukan penanaman tidak memperhatikan jarak tanam. Produktivitas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis 96 persen petaninya memiliki produktivitas hutan rakyat yang rendah, sedangkan di Kabupaten Purworejo sebanyak 100 persen petaninya memiliki produktivitas hutan rakyat yang rendah. Dari hasil uji beda terdapat perbedaan produktivitas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hutan rakyat di Kabupaten Purworejo. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan fisik di Ciamis lebih mendukung terhadap tingginya produktivitas misalnya curah hujan dan tingkat kesuburan tanah dibandingkan dengan faktor lingkungan fisik di Purworejo. Indikator produktivitas hutan rakyat tidak berhubungan kinerja petani hutan rakyat di kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Purworejo. Hal ini berarti indikator produktivitas hutan rakyat belum berperan terhadap kinerja petani hutan rakyat atau sebaliknya kinerja petani hutan rakyat belum memperhatikan indikator produktivitas hutan rakyat.

4.5.3. Pengaruh Kompetensi Penyuluh Kehutanan menurut Persepsi Petani

terhadap Kinerja Petani Hutan Rakyat Kompetensi penyuluh kehutanan menurut persepsi petani hutan rakyat adalah kemampuan penyuluh kehutanan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan program penyuluh kehutanan berdasarkan pandangan petani hutan rakyat. Hal ini ditandai dengan indikator manajerial penyuluh kehutanan, interaksi sosial penyuluh kehutanan, kemampuan bidang keahlian penyuluh kehutanan dan kepemimpinan penyuluh kehutanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di kedua kabupaten baik Kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Purworejo, terdapat pengaruh positif kinerja penyuluh menurut persepsi petani dengan kinerja petani. Hal ini berarti semakin tinggi kinerja penyuluh menurut persepsi petani di kedua kabupaten tersebut maka akan semakin tinggi pula kinerja petani dalam mengelola hutan rakyat. Hal ini sejalan dengan pendapat para psikologi sosial yaitu seseorang akan bereaksi positif terhadap lingkungannya apabila lingkungan tersebut dipersepsikan baik. Petani adalah pihak yang paling merasakan manfaat keberadaan penyuluh. Penyuluh oleh petani di lapangan biasanya menjadi tempat bertanya dan tempat belajar untuk meningkatkan, memperbaiki dan mengembangkan usahataninya. Oleh karenanya wajar, apabila petani memiliki persepsi positif atas kinerja penyuluh kehutanan. Berikut disajikan sebaran kompetensi penyuluh kehutanan menurut persepsi petani dalam Tabel 12. Tabel 12. Sebaran kompetensi penyuluh kehutanan menurut persepsi petani FaktorIndikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n n Manajerial penyuluh kehutanan Rendah 37 37,00 2 4,00 Sedang 59 59,00 32 64,00 Tinggi 4 4,00 16 32,00 Interaksi sosial penyuluh kehutanan Rendah 17 17,00 2 4,00 Sedang 59 59,00 25 50,00 Tinggi 24 24,00 23 46,00 Kemampuan keahlian penyuluh kehutanan Rendah 18 18,00 1 2,00 Sedang 54 54,00 31 62,00 Tinggi 28 28,00 18 36,00 Kepemimpinan penyuluh kehutanan Rendah 36 36,00 2 4,00 Sedang 56 56,00 30 60,00 Tinggi 8 8,00 18 36,00 Manajerial penyuluh kehutanan Manajerial penyuluh kehutanan menunjukkan tingkat kemampuan penyuluh kehutanan dalam mengidentifikasi kebutuhan petani, pelibatan petani dalam