total bibit yang ditanam di hutan rakyat. Dalam penanaman, umumnya bibit tanam kurang diperhatikan, pada lokasi sekitar pohon induk jarak tanamnya terlalu rapat
sementara di lokasi lain terlalu jarang. Pemangkasan cabang hanya dilakukan pada saat pohon masih kecil, setelah besar pemangkasan sama sekali tidak dilakukan.
Pemangkasan dan penjarangan dilakukan menurut pengetahuan masing-masing pemiliknya, pada umumnya mutu kayu yang dihasilkan masih kurang baik. Masalah
lain yang cukup menonjol dalam membangun hutan rakyat yaitu belum adanya kerjasama antar pemilik hutan rakyat, sehingga keputusan pengelolaan tergantung
pada masing-masing pemilik yang jumlahnya banyak Hardjanto 2003. Kelestarian hutan rakyat ditentukan oleh struktur tegakan hutan. Struktur
tegakan hutan yang diharapkan memenuhi syarat bagi tercapainya kelestarian, yakni kurang lebih menyerupai hutan normal. Budidaya hutan rakyat pada dasarnya telah
dikuasai oleh para petani hutan rakyat, walaupun dalam pengertian apa adanya. Artinya, mulai dari penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai siap jual
semuanya dilakukan secara sederhana Hardjanto 2000. Hasil penelitian Prabowo 2000 menunjukkan bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Sumberejo
Kabupaten Wonogiri tidak dikenal sistem silvikultur tertentu. Fakta serupa juga ditemukan oleh Attar 2000 bahwa sistem pengelolaan hutan rakyat di Sumberejo
masih sederhana dan belum menggunakan teknik silvikultur. Kemampuan silvikultur petani hutan rakyat yang rendah dapat menyebabkan rendahnya kualitas kayu.
Kenyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Prabowo 2000 yang menunjukkan bahwa kayu dari hutan rakyat, baik kayu gelondongan maupun kayu rencekan kayu
bakar merupakan simpanan kekayaan tabungan yang akan dipanen bila petani sangat membutuhkan saja.
2.1.2 Subsistem Pengolahan Hasil
Hardjanto 2003 mengemukakan bahwa jenis-jenis pengolahan dari kayu rakyat berupa papan, balok, reng, dan kaso. Sementara itu alat-alat yang digunakan
untuk pengolahan hasil kayu rakyat masih menggunakan alat-alat yang sederhana. Menurut Suharjito 2000 hasil penting lain dari hutan rakyat adalah kayu bakar yang
banyak dikonsumsi oleh industri-industri kecil seperti industri genting dan bata, serta industri makanan kerupuk dan brem. Pengolahan hasil kayu pada hutan rakyat
masih sangat terbatas. Pengolahan hasil dari hutan rakyat tersebut dipengaruhi pula oleh permintaan pasar. Kurangnya modal finansial dan keterampilan menjadi
hambatan tersendiri bagi petani hutan rakyat untuk melakukan pengolahan hasil hutan menjadi produk akhir yang memiliki nilai tambah tinggi.
2.1.3 Subsistem Pemasaran
Budidaya hutan rakyat di Jawa dengan hasil utama kayu berkembang karena adanya pasar termasuk yang mengatur perilaku efisiensi maupun gengsi yaitu:
untuk peralatan rumah tangga, peti kemas, pulp, dan lain-lain penggunaan Suharjito 2000. Mengingat pada saat ini posisi tawar petani yang lemah menyebabkan
pendapatan petani selalu kecil yang pada gilirannya tidak dapat merangsang petani untuk mengembangkan usahanya Hardjanto 2000.
Pemasaran kayu rakyat biasanya dilakukan seperti pemasaran hasil-hasil pertanian lainnya. Pemilik langsung menjual kayu rakyat yang masih berdiri kepada
para pembeli. Sebagian besar petani masih sangat kurang pengetahuannya dalam memasarkan hasil-hasil kayunya, belum adanya informasi pasar dan ditambah
kurangnya modal menyebabkan masih dominannya peran tengkulak yang membeli kayu-kayu dari rakyat dengan harga yang relatif rendah Hardjanto 2003
2.1.4 Subsistem Kelembagaan
Arifin 2005 menyebutkan bahwa definisi kelembagaan mencakup dua hal penting, yaitu: 1 Norma dan konvensi, dan 2 Aturan main. Selanjutnya dikatakan
bahwa kelembagaan juga dapat tidak ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat ditulis secara formal seperti pada aturan
adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan menjadi bahasan yang relevan dalam konteks hutan rakyat karena perannya yang tak pernah lepas dalam upaya
pengembangan hutan rakyat. Karakteristik pengelolaan hutan rakyat di Indonesia sebagian besar masih bersifat subsisten, individual dikelola oleh keluarga, belum