Karakteristik Nelayan Perikanan Tangkap Skala Kecil

16 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Nelayan Perikanan Tangkap Skala Kecil

Klasifikasi perikanan skala kecil atau besar, perikanan pantai atau lepas pantai, artisanal atau komersial hingga saat ini masih menjadi perdebatan mengingat dimensinya yang cukup luas. Sering kali pengelompokkannya berdasarkan atas ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat tangkap, dan jarak daerah penangkapan dari pantai Smith 1983. Menurut Charles 2001, skala usaha perikanan dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya berdasarkan ukuran kapal yang dioperasikan, berdasarkan daerah penangkapan yaitu jarak dari pantai ke lokasi penangkapan, dan berdasarkan tujuan produksinya. Pengelompokkan tersebut dilakukan melalui perbandingan perikanan skala kecil small-scale fisheries dengan perikanan skala besar big-scale fisheries, walaupun diakuinya belum begitu jelas sehingga masih perlu dilihat dari berbagai aspek yang lebih spesifik. Lebih lanjut karakteristik perikanan skala kecil diungkapkan oleh Smith 1983, bahwa skala usaha perikanan dapat dilihat dengan cara membandingkan perikanan berdasarkan situasi technico-socio-economic nelayan dan membaginya ke dalam dua golongan besar yaitu nelayan industri dan tradisional. Perikanan tradisional menurut Smith 1983 diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1 Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali. 2 Aktivitas penangkapan merupakan paruh waktu, dan pendapatan keluarga adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan di luar penangkapan. 3 Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri. 4 Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin. 5 Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan. 6 Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai sangat rendah. 17 7 Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang terorganisir dengan baik tapi diedarkan di tempat-tempat pendaratan atau dijual dilaut. 8 Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama keluarganya. 9 Komunitas nelayan tradisional seringkali terisolasi baik secara geografis maupun sosial dengan standar hidup keluarga nelayan yang rendah sampai batas minimal. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Sedangkan pemanfaatan sumberdaya ikan adalah kegiatan penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan. Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan atau mengawetkannya. Usaha perikanan selanjutnya didefinisikan sebagai semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap dan membudidayakan ikan untuk tujuan komersil. Usaha perikanan mencakup aspek produksi, pengolahanpasca panen dan pemasaran, sehingga terdapat rangkaian kegiatan yang membentuk suatu sistem usaha perikanan. Kesteven 1973 mengelompokkan nelayan ke dalam tiga kelompok yaitu nelayan industri, artisanal dan subsisten, di mana nelayan industri dan artisanal berorientasi komersial sedangkan hasil tangkapan nelayan subsisten biasanya tidak untuk dijual di pasar tetapi lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan konsumsi sendiri beserta keluarga atau untuk dijual secara barter. Lebih lanjut Smith 1983 yang dilengkapi oleh referensi Kesteven 1973, membuat rincian perbandingan perikanan skala tradisional dan industri berdasarkan technico-socio- economic yang di dalamnya termasuk karakteristik perikanan skala kecil. 18 Tabel 7 Perbandingan situasi sosioekonomi-teknis antara nelayan tradisional dengan nelayan industri. Komersial Subsisten Artisanal Katagori Industrial Tradisional 1. Unit penangkapan Tepat, dengan divisi pekerjaan dan prospek jelas Tepat, kecil, spesialisasi dengan pekerjaan yang tidak terbagi Tenaga sendiri, atau keluarga, atau grup masyarakat 2. Kepemilikan Dikonsentrasikan pada beberapa pengusaha, kadang bukan nelayan Biasanya dimiliki oleh nelayan yang berpengalaman, atau nelayan-nelayan gabungan Tersebar diantara partisipan-partisipan 3. Komitmen waktu Biasanya penuh waktu Seringkali merupakan pekerjaan sampingan Kebanyakan paruh waktu 4. Kapal Bertenaga, dengan peralatan yang memadai Kecil; dengan motor di dalam atau motor tempel kecil di luar Tidak ada, atau berbentuk kano 5. Perlengkapan Buatan mesin, atau pemasangan lainnya Sebagian atau seluruhnya menggunakan material- material buatan mesin Material-material buatan tangan, dipasang oleh pemilik 6. Sifat Pekerjaan Dengan bantuan mesin Bantuan mesin yang minim Dioperasikan dengan tangan 7. Investasi Tinggi, dengan proporsi yang besar di luar nelayan Rendah; penghasilan nelayan seringkali diambil dari pembeli hasil tangkapan Sangat rendah sekali 8. Penangkapan per unitpenangkapan Besar Menengah atau rendah Rendah hingga sangat rendah 9. Produktivitas per orang nelayan Tinggi Menengah atau rendah Rendah hingga sangat rendah 10. Pengaturan Hasil Tangkapan Dijual ke pasar yang terorganisir Penjualan untuk lokal yang tak terorganisir, sebagian dikonsumsi sendiri Umumnya dikonsumsi oleh nelayan itu sendiri, keluarganya, dan kerabatnya; atau ditukar 11. Pengolahan Hasil Tangkapan Diolah menjadi tepung ikan atau untuk bahan konsumsi bukan untuk manusia Beberapa dikeringkan, diasap, diasinkan; untuk kebutuhan manusia Kecil atau tidak ada sama sekali; semuanya untuk dikonsumsi 12. Keberadaan Ekonomi Nelayan Seringkali kaya Golongan ke bawah Minimal 13. Kondisi Sosial Terpadu Kadang terpisah Masyarakat yang terisolasi Keterangan: Kategori 1, 4-10 dan 13 dari Kesteven 1973. Ungkapan di dalam kurung adalah tambahan perubahan karakteristik menurut Kesteven. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. 19 Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia. Dari sisi sumberdaya, wilayah pantai merupakan kawasan yang memiliki sumberdaya alam paling kaya dan merupakan bagian paling produktif di antara seluruh perairan bahari. Bahkan menurut Mulyana 1999 wilayah pesisir atau pantai menghasilkan sebagian besar 80 produksi perikanan dunia. Walaupun demikian masyarakatnya dalam kondisi miskin bahkan secara ekonomi dianggap kelompok dengan opportunity cost yang rendah. Pendapat lain diungkapkan oleh Subade dan Abdullah 1993, bahwa nelayan tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost mereka. Oleh karenanya hampir seluruh kegiatan di wilayah ini menarik dipelajari dan diteliti termasuk kegiatan perikanan yang sebagian besar dilakukan di wilayah ini. Dalam berbagai hal terutama yang berkaitan dengan badan legal seperti perbankan, nelayan tidak mudah memperoleh akses yang diharapkannya karena ada penilaian rendahnya opportunity cost tersebut. Opportunity cost nelayan adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau kegiatan ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan kegiatannya meskipun kegiatan tersebut tidak lagi menguntungkan dan tidak efisien. Ada lagi yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan sebagai mata pencahariannya, yaitu tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan. Panayotou 1992 mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu preference for a particular way of life . Pendapat Panayotou ini dijelaskan oleh Subade dan Abdullah 1993 dengan menekankan bahwa nelayan lebih puas hidup dari menangkap ikan daripada sebagai pelaku yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena prinsip yang demikian, maka apapun yang 20 terjadi dengan keadaannya tidak dianggap sebagai masalah bagi mereka. Karena itu meskipun menurut pandangan orang lain hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupannya. Smith 1979, menyimpulkan bahwa kekakuan aset perikanan fixity and rigidity of fishing assets adalah alasan utama nelayan tetap terperangkap dalam kemiskinan, dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan. Kapal dan alat penangkap ikan sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. Oleh karena itu walaupun rendah produktivitasnya, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang mungkin tidak efisien secara ekonomis. Perikanan tangkap skala kecil di Indonesia adalah kontributor terbesar terhadap produksi perikanan. Bahkan sekitar 85 tenaga yang bergerak di sektor penangkapan ikan masih merupakan nelayan tradisional dan sangat jauh tertinggal dari nelayan negara lain Widiyanto et al., 2002. Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu titik strategis dari penyebab utama kemiskinan dan ketidakberdayaan nelayan adalah lemahnya kemampuan manajemen usaha. Hal ini juga terjadi karena rendahnya pendidikan dan penguasaan keterampilan bidang perikanan. Oleh karena itu pemberdayaan sumberdaya perikanan laut sudah semestinya dilakukan melalui pendekatan dengan nelayan, antara lain dengan melakukan pemberdayaan kepada kelompok nelayan kecil agar mereka dapat mengorganisasikan kegiatan usahanya.

2.2 Definisi Kemiskinan