77 pemerintah daerah dalam bentuk penciptaan kondisi makro dan mikro di tingkat
daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha. Sementara itu, peran pendampingan juga LKM dapat dijalankan oleh LSM.
2.7.3 Program-program lainnya
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah juga telah dan sedang melaksanakan sekitar 15 lima belas program penanggulangan
kemiskinan, termasuk program jaring pengaman sosial JPS, yakni: Program Inpres Desa Tertinggal IDT; Program Pengembangan Kecamatan PPK;
Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan KP-TTG-Taskin; Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam
UED-SP; Program Kredit Usaha Tani KUT; Pogram Makanan Tambahan Anak Sekolah PMT-AS; Program Operasi Pasar Khusus Beras OPK-Beras;
Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi PDM-DKE; Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar
dan Menengah JPS-Bidang Pendidikan; Program JPS-Bidang Kesehatan; Program Padat Karya Perkotaan PKP; Program Prakarsa Khusus Penganggur
Perempuan PKPP; Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi Bahan Bakar Minyak PPM-Prasarana Subsidi BBM; Program
Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk UKM; Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar Minyak Hendriwan, 2003.
2.8 Penelitian Terdahulu
Melengkapi kajian terhadap berbagai aspek yang berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan nelayan, khususnya di wilayah kepulauan seribu,
penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu yang mengambil locus
di wilayah Kepulauan Seribu. Beberapa disertasi yang menjadi referensi dalam penelitian ini diantaranya adalah Model Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil
Studi Kasus di Gugus P. Pari Kepulauan Seribu, Keberlanjutan Pembangunan Pulau-pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan Model Pembangunan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Berbasis Industri Perikanan. Pembahasan dan hasil analisis dari
ketiga penelitian tersebut ditunjukkan pada Tabel 8.
78 Tabel 8 Hasil analisis penelitian sebelumnya
Penelitian Sebelumnya
Hasil yang Diperoleh dari Penelitian Sebelumnya
Penelitian Pertama
Model Pemanfaatan
Pulau-pulau Kecil Studi
Kasus di Gugus Pulau
Pari Kepulauan
Seribu 1 Tidak terdapat parametervariabel yang dominan berpengaruh terhadap
penurunan kualitas perairan di gugus P. Pari, jika dibandingkan dengan persyaratan kualitas air laut untuk budidaya menurut SK No. Kep-
02MENKLHI88. 2 Model pariwisata pantai di gugus P. Pari masih pada tahap sesuai,
sedangkan untuk pariwisata bahari tidak sesuai lagi. 3 Model budidaya laut menyatakan bahwa rumput laut tidak lagi menjadi
komoditas utama untuk semua gobah. Ikan kerapu dan teripang sebagai alternatif komoditas utama untuk dibudidayakan di gobah gugus P. Pari.
4 Model perikanan tangkap TKP di perairan gugus P. Pari yang dihitung dengan metode CYP adalah: Ln U
t + 1
= 1,34890 + 0,44315 lnU
t
– 0,00656 Et + E
t + 1
. Analisis dinamik memperoleh titik keseimbangan terdapat pada tingkat hasil tangkapan kurang dari 200 ton, dan tingkat
hari kerja operasi sebanyak 30.000 hari, dengan trayektori ke arah keseimbangan dicapai pada waktu kurang lebih 50 tahun.
5 Kegiatan pariwisata yang sesuai, baik di P. Burung maupun di P. Kongsi adalah pariwisata pantai dengan penetapan wilayah perairan 100 m
tegak lurus dari garis pantai kedua pulau tersebut, sehingga tidak mengganggu kegiatan budidaya.
6 Kegiatan budidaya teripang diarahkan untuk diadakan di gobah Soa Besar dan gobah Buntu, sedangkan budidaya ikan Kerapu di gobah
Kuanji dan gobah Kurungan. Untuk gobah yang lain tergantung pilihan apakah budidaya teripang atau ikan kerapu.
7 Kegiatan penangkapan ikan diarahkan untuk dilakukan di perairan luar tubir dengan ikan Pelagis sebagai tujuan penangkapan.
8 Formula alternatif skenario kebijakan pemanfaatan gugus P. Pari yang digambarkan oleh alokasi tenaga kerja dengan manfaat ekonomi
maksimum adalah skenario II, yaitu: U = h
1 0,3
h
2 0,6
h
3 0,1
, dengan pendapatan Rp 845.000,00 per tenaga kerja per bulan.
79
Penelitian Sebelumnya
Hasil yang Diperoleh dari Penelitian Sebelumnya
Penelitian kedua
Keberlanjutan Pembangunan
Pulau-pulau Kecil: Studi
Kasus Kelurahan
Pulau Panggang dan
Pulau Pari, Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta.
1 Indeks keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil IBPK di
Kelurahan P. Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi
dibandingkan dengan IBPK di Kelurahan P. Pari Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.
2 Berdasarkan penilaian terhadap 5 lima aspek dimensi keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil di dalam disertasi ini, yaitu: aspek
ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, serta hukum dan kelembagaan, maka aspek ekonomi merupakan aspek pembangunan yang paling
rendah IBPK-nya, baik di Kelurahan P. Panggang maupun di Kelurahan P. Pari. Aspek ekonomi ini masih berada pada kategori keberlanjutan
“kurang” karena indeksnya berada pada selang 25 – 50. 3 Dari 61 atribut variabel yang digunakan sebagai dasar penilaian,
terdapat 2 dua atribut yang tidak sensitif berkontribusi terhadap hasil akhir perhitungan IBPK, yaitu atribut besarnya pengaruh daerah sekitar
atribut pada dimensi sosial dan atribut metode budidaya laut yang tidak ramah lingkungan atribut pada dimensi teknologi; Atribut ini
untuk selanjutnya dapat dihilangkan. 4 Di dalam dimensi ekologi terdapat 4 empat atribut yang paling sensitif
terhadap IBPK, yaitu pencemaran perairan, pembuangan limbah di dasar perairan, penutupan terumbu karang hidup, dan kondisi pemanfaatan air
tanah. Dari 4 atribut tersebut yang perlu diperbaiki kondisinya adalah penutupan terumbu karang hidup, sedangkan 3 atribut lainnya masih
dalam kondisi baik sehingga harus dapat dipertahankan. 5 Di dalam dimensi ekonomi juga terdapat 4 empat atribut yang paling
sensitif, yaitu transfer keuntungan, kontribusi terhadap GDP, penghasilan relatif terhadap UMR, dan besarnya pasar. Dari 4 atribut
tersebut hanya atribut kontribusi terhadap GDP yang masih dalam kondisi baik dan perlu dipertahankan. Tiga atribut yang lainnya perlu
diperbaiki kondisinya untuk dapat meningkatkan indeks dan status keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil di 2 dua kelurahan yang
diteliti. 6 Di dalam dimensi sosial terdapat 5 lima atribut yang relatif paling
sensitif dibandingkan dengan atribut lainnya, yaitu partisipasi keluarga
80
dalam pemanfaatan sumberdaya alam, tingkat pendidikan, frekuensi penyuluhan dan pelatihan, frekuensi pertemuan warga, dan frekuensi
konflik. Tiga atribut yang terakhir masih dalam kondisi yang baik sehingga perlu dipertahankan, sedangkan 2 dua atribut yang pertama
perlu perbaikan karena kondisi keberlanjutannya masih kurang. 7 Di dalam dimensi teknologi terdapat 3 tiga atribut yang paling sensitif,
yaitu penggunaan alat bantu penangkapan ikan, selektivitas alat tangkap, dan jenis alat penangkapan ikan. Dari 3 tiga atribut ini yang masih
perlu diperbaiki adalah atribut penggunaan alat bantu penangkapan ikan, sedangkan 2 dua atribut yang lainnya masih dalam kondisi baik
ditinjau dari kriteria keberlanjutannya. 8 Di dalam dimensi hukum dan kelembagaan terdapat 4 empat atribut
yang relatif paling sensitif, yaitu adanya tokoh panutan yang disegani masyarakat, ketersediaan aturan adat dan kepercayaan yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, ada tidaknya aturan “limited entry”, dan ketersediaan personil penegak hukum di
lokasi. Dari 4 empat atribut di atas, 2 dua atribut yang pertama kondisinya masih baik dan perlu dipertahankan, sedangkan 2 dua
atribut yang terakhir masih perlu diperbaiki. Atribut ketersediaan personil penegak hukum di lokasi yang masih perlu diperbaiki adalah di
Kelurahan P. Pari, sedangkan di Kelurahan P. Panggang kondisinya masih baik.
9 Disertasi ini juga menyimpulkan bahwa metode “Rapsmile” Rapid Appraisal of Small Island Development
cukup baik digunakan sebagai alat untuk menilai status keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil.
Metode ini dapat mencakup jumlah variabel atribut yang besar, sehingga bersifat holistik tetapi cukup mudah penilaiannya karena
dinilai berdasarkan skor peringkat ordinal. Metode ini juga dapat menilai atribut yang tidak sensitif di dalam penilaian, sehingga pada
akhirnya akan ditemukan atribuf-atribut yang cukup sensitif saja yang digunakan di dalam penilaian status keberlanjutan pulau-pulau kecil.
10 Kajian terhadap model ekonomi-ekologis yang dilakukan di dalam disertasi ini menyimpulkan bahwa itu sudah kondisi ekonomi dan
ekologis di Kepulauan Seribu saat ini dalam kondisi tidak seimbang. Jumlah ternaga kerja dalam satuan orang-hari terlalu besar, sehingga
harus dikurangi hingga sekitar Rp 250.000,00 – Rp 300.000,00 oranghari. Rasio biaya per tenaga kerja terhadap harga jual per satuan
81
produksi ikan rasio cp masih terlalu besar dibandingkan dengan besarnya stok ikan dan jumlah tenaga kerja yang ada saat ini.
11 Berdasarkan hasil analisis Rapsmile dan analisis model ekonomis- ekologis tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa pembangunan pulau
pulau kecil di Kelurahan P. Panggang dan P. Pari Kepulauan Seribu belum berkelanjutan.
Penelitian ketiga Model
Pembangunan Kabupaten
Administrasi Kep.Seribu
Berbasis Industri
Perikanan 1 Dalam model optimal pembangunan Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu berbasis industri perikanan, ditemukan bahwa dominansi indikator lingkungan industri berpengaruh terhadap keberadaan lingkup usaha
perikanan LUP, implementasi kewenangan bagi pemerintah KBP, dan implementasi kewenangan bagi pemerintah daerah otonom KBO.
Dalam hubungan antarvariabel, dapat dibuktikan bahwa tujuan pembangunan perikanan TPP merupakan variabel bebas yang
berinteraksi secara signifikan dengan kewenangan bagi pemerintah KBP dan kegiatan perikanan tangkap TKP. Hal ini menjadi titik balik
turning point bagi paradigma pembangunan perikanan di Indonesia. 2 Dalam pencapaian tujuan pembangunan perikanan TPP, ditemukan
bahwa mau tidak mau pemerintah maupun pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu harus mempersiapkan dengan matang
aplikasi model pembangunan pada tataran administratif, teknis, dan operasional sebelum mengimplementasikan diversifikasi
kebijakanregulasi yang mengatur secara tegas jenis-jenis kegiatan tertentu untuk diberlakukan pada wilayah-wilayah yang memiliki
spesifikasi dan karakteristik tertentu. Selain itu, dalam kerangka umum pembangunan wilayah kepulauan, kehadiran stimulus fiskal bagi
pengembangan industri perikanan terutama perikanan budidaya menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan perikanan.
3 Secara khusus, model optimal bagi pembangunan Kab. Administrasi Kepulauan Seribu berbasis industri perikanan menghendaki status
variabel tujuan pembangunan perikanan menjadi variabel bebas dalam interaksinya dengan kewenangan bagi pemerintah KBP dan kegiatan
perikanan tangkap TKP. Implikasinya adalah apabila pemerintah maupun pemerintah daerah yang selama ini sudah terbiasa dengan pola
kerja top-down, maka untuk mengejar ketertinggalan pembangunan sektor perikanan di wilayah-wilayah kepulauan harus melakukannya
dengan cara bottom-up.
82
4 Kegiatan perikanan budidaya BDY hingga saat ini belum memberikan kontribusi signifikan bagi tujuan pembangunan perikanan TPP dalam
pembangunan perikanan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang memiliki karakteristik dan spesifikasi wilayah kepulauan. Keadaan
ini terjadi karena pemerintah maupun pemerintah daerah belum memberi insentif yang proporsional sebagai stimulus bagi masyarakat pesisir dan
nelayan untuk mengembangkan kegiatan perikanan budidaya BDY. 5 Dari 8 delapan indikator tujuan pembangunan perikanan yang
membentuk model optimal pembangunan berbasis industri perikanan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, ternyata secara realistik
hanya terdapat 5 lima indikator yang berinteraksi dalam pencapaian tujuan pembangunan perikanan TPP, yaitu:
- Daya saing industri berbasis perikanan; - Pertumbuhan industri berbasis perikanan;
- Dukungan ekologi industri berbasis perikanan; - Dukungan sosial industri berbasis perikanan; dan
- Faktor eksternalitas pembangunan industri berbasis perikanan.
Sumber: Saksono 2008, Penulis 2009 Disadari bahwa terdapat banyak penelitian tentang Kepulauan Seribu baik
sebagai obyek maupun locus studi. Mencermati keadaan ini, diperlukan spesifikasi ruang lingkup bidang penelitian untuk lebih menonjolkan karakteristik
dan kekuatan penelitian ini. Langkah yang ditempuh adalah melakukan komparasi terhadap masing-masing tujuan dari setiap penelitian yang pernah dilakukan di
wilayah Kepulauan Seribu sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8. Oleh karena itu pada table 9 dibawah ini akan dibuat komparasi tujuan
penelitian dari beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan pada wilayah kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Komparasi ini bertujuan
untuk membandingkan perbedaan tujuan dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sehingga bias digunakan sebagai acuan dari pembuatan model yang
akan dilakukan pada penelitian ini.
83 Tabel 9 Komparasi tujuan penelitian dari beberapa penelitian sebelumnya
di wilayah Kabupaten Adm Kepulauan Seribu Judul Disertasi
Model Pemanfaatan Pulau- pulau Kecil Studi Kasus di
Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu
Keberlanjutan Pembangunan Pulau-pulau Kecil: Studi
Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Model Pembangunan Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu Berbasis Industri Perikanan
Tujuan Penelitian: Tujuan Penelitian:
Tujuan Penelitian:
1 Menentukan parameter variabel lingkungan yang
berpengaruh terhadap penurunan kualitas
perairan, serta mengelompokkan wilayah
perairan sesuai kemiripan parametervariabel
lingkungan tersebut.
2 Membangun model pemanfaatan pulau-pulau
kecil: model pariwisata dan model budidaya laut
berdasarkan kesesuaian kondisi perairan, serta
model penangkapan ikan berdasarkan kajian stok
ikan, selanjutnya menciptakan model
integrasi pemanfaatan gugus P. Pari sesuai daya
dukung lingkungannya.
3 Menata ruang perairan gugus P. Pari sesuai
peruntukkan dengan memperhatikan
keterpaduan ekologis.
4 Memformulasikan alternatif skenario
pembangunan optimal dan berkelanjutan serta
menyusun konsep pemanfaatan perairan yang
digambarkan dengan pemanfaatan tenaga kerja
di gugus P. Pari. 1 Menilai keberlanjutan
pembangunan pulau-pulau kecil di Kel. P. Panggang
dan Kel. P. Pari Kab. Adm. Kep. Seribu DKI Jakarta,
melalui penyusunan indeks dan status keberlanjutan
pembangunan pulau-pulau kecil dan analisis
keseimbangan ekonomi- ekologis, yakni IBPK, atau
“Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau-pulau
Kecil”.
2 Mendeterminasi tingkat kemajuan maupun
ketertinggalan atribut- atribut aspek pembangunan
di daerah studi serta membuat evaluasi
dinamika variabel ekonomi dan ekologi untuk
memudahkan perencanaan pembangunan selanjutnya
agar sesuai dengan kriteria pembangunan yang
berkelanjutan.
3 Mengembangkan metode evaluasi status
keberlanjutan pembangunan pulau-pulau
kecil, sehingga dapat digunakan secara luas di
Indonesia baik oleh instansi Pemerintah maupun oleh
swasta. 1 Menganalisis dan
membahas interaksi antar faktor dan dimensi
pembangunan perikanan, yakni: kewenangan bagi
Pemerintah, kewenangan bagi Pemerintah Daerah
Otonom, lingkungan usaha perikanan, kegiatan
perikanan tangkap, kegiatan perikanan budidaya, dan
kegiatan pengolahan hasil perikanan terhadap tujuan
pembangunan perikanan dalam pembangunan daerah
berbasis industri perikanan.
2 Menganalisis dan membahas kebijakan
pembangunan perikanan pada daerah kepulauan
dalam pencapaian tujuan pembangunan perikanan.
3 Menganalisis dan membahas sistem
pembangunan perikanan dalam pembangunan Kab.
Adm. Kep. Seribu berbasis industri perikanan.
4 Menganalisis dan membahas kegiatan usaha
perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan di
Kab. Adm. Kep. Seribu.
5 Merancang suatu model pengembangan
pembangunan yang sesuai untuk Kab. Adm. Kep.
Seribu berbasis industri perikanan
Sumber: Saksono 2008, Penulis 2009
84 Berdasarkan komparasi tujuan penelitian terhadap 3 penelitian terdahulu
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 9, selanjutnya ditetapkan tujuan dalam konteks penelitian ini, yaitu menguji dan melakukan analisis terhadap interaksi
antarvariabel dalam suatu model kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan dengan menggunakan metode Structural Equation Modelling SEM. Diharapkan
melalui kajian ini, dapat ditemukan rancangan model yang tepat sebagai model optimal kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan. Selain itu, dengan
mempedomani model tersebut, Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dapat berpikir lebih strategis dalam menetapkan skala prioritas program
danatau kegiatan, merespon aspirasi masyarakat dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah bottom-up planning serta melakukan langkah-langkah
konkrit terutama dalam implementasi berbagai kebijakan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Obyek kajian dalam penelitian ini,
pembahasannya sengaja dikerucutkan agar lebih fokus mengingat sejumlah keterbatasan yang dimiliki peneliti sendiri, yakni keterbatasan waktu, tenaga, dan
terutama pembiayaan bagi penyelenggaraan penelitian.
85
3 METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian