82.42 95.40 Struktur Ekonomi Kabupaten Kepulauan Seribu

117 Beberapa cara untuk menampilkan hasil kerja produktif diantaranya dengan mengasah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang umumnya dapat diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kemajuan suatu masyarakat. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, biasanya wawasan maupun pengetahuan masyarakat juga akan semakin luas dan meningkat. Sementara itu, sampai saat ini telah terdapat berbagai macam indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pendidikan masyarakat di suatu wilayah, antara lain angka partisipasi murni APM, angka partisipasi kasar APK dan rasio murid guru.

4.1.4.1 Angka partisipasi murni APM

Angka partisipasi murni APM mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu, yang dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan yaitu SD untuk penduduk usia 7-12 tahun, SMP untuk penduduk usia 13-15 tahun dan SMA untuk penduduk usia 16-18 tahun. Semakin tinggi angka partisipasi murni APM berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah di tingkat pendidikan tertentu. Standar ideal untuk APM adalah mendekati 100. Tabel 18 Angka partisipasi murni Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2006-2007 APM SD APM SMP APM SMA APM SD APM SMP APM SMA 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Kep. Seribu Selatan 97.10 86.21 56.25 96.49 78.79 38.71 2 Kep. Seribu Utara 92.31 80.65 64.15 94.87 79.17 60.47

93.87 82.42

61.18 95.40

79.01 51.35

Kepulauan Seribu Tahun 2006 Tahun 2007 No. Kecamatan Sumber : BPS 2007 Berdasarkan tabel 19 di atas dapat diketahui bahwa selama tahun 2006 dan 2007 APM tertinggi di Kabupaten Kepulauan Seribu terjadi di level SD, kemudian SMP dan SMA. Angka partisipasi murni APM SD di Kabupaten Kepulauan Seribu secara keseluruhan telah mendekati standar, yaitu sebesar 93,87 di tahun 2006 dan sebesar 95,40 pada tahun 2007. Sedangkan apabila ditinjau per kecamatan tampak bahwa APM SD di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan menunjukkan angka yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan APM SD di 118 Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Akan tetapi, di sisi lain untuk APM SMP dan SMA di Kabupaten Kepulauan Seribu secara keseluruhan terlihat bahwa masih jauh di bawah standar nasional dimana APM untuk SMP 82,42 pada tahun 2006 dan 79,01 pada tahun 2007 sedangkan APM untuk SMA 61,18 pada tahun 2006 dan 51,35 pada tahun 2007. Apabila dibandingkan dengan tahun 2006, APM SD di Kabupaten Kepulauan Seribu mengalami peningkatan sebesar 1,53 pada tahun 2007. Sedangkan, APM SMP dan APM SMA sama-sama mengalami penurunan pada tahun 2007, yaitu masing-masing sebesar 3,41 dan 9,83. Penurunan angka APM SMA yang cukup besar ini karena sangat dipengaruhi oleh penurunan APM SMA yang terjadi di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan pada tahun 2007 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 17,54. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum sampai dengan tahun 2007 partisipasi sebagian besar penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu terhadap pendidikan hanya sampai dengan tingkat SD dimana hal ini ditunjukkan dengan nilai APM yang mendekati 100. Sedangkan, hanya sebagian kecil yang partisipasi pendidikannya sampai dengan tingkat SMP dan SMA, yang ditunjukkan dengan nilai APM SMP dan SMA yang masih jauh dari angka 100.

4.1.4.2 Rasio murid terhadap guru

Sementara itu, selain angka partisipasi murni APM, rasio murid terhadap guru juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator pendidikan di suatu wilayah. Semakin tinggi rasio murid guru berarti semakin banyak siswa yang harus dilayani oleh seorang guru atau hal ini dapat diartikan semakin kurang jumlah guru di suatu daerah. Standar rasio murid per guru adalah 40 untuk SD, 21 untuk SMP dan SMU. Tabel 19 Rasio murid terhadap guru tahun 2004 dan tahun 2006 Tahun 2004 Tahun 2006 No. Kecamatan SD SLTP SMU SD SLTP SMU 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Kep. Seribu Sel. 33 19 13 14 11 8 2 Kep. Seribu Utara 19 20 9 33 19 13 Kepulauan Seribu 26 20 11 22 14 11 Sumber : BPS 2007 119 Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa jumlah tenaga guru yang terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2006 sudah lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah guru yang berada di wilayah tersebut pada tahun 2004. Selain itu, data tersebut juga dapat menunjukkan bahwa hingga pada tahun 2006 tenaga guru yang berada di Kabupaten Kepulauan Seribu secara umum sudah mencukupi, dimana rasio murid per guru di wilayah tersebut adalah 22 untuk SD, 14 untuk SLTP dan 11 untuk SMU.

4.1.5 Ketenagakerjaan

Hampir di semua negara saat ini, masalah ketenagakerjaan atau perburuhan selalu tumbuh dan berkembang, baik di negara maju maupun berkembang, baik yang menerapkan ideologi kapitalisme maupun sosialisme. Di negara berkembang umumnya masalah ketenagakerjaan berkaitan dengan kelangkaansempitnya peluang atau kesempatan kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya kemampuan SDM atau tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah dan masalah jaminan sosial nyaris tidak ada. Sementara itu, masalah kelangkaan lapangan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseimbangan antara jumlah calon buruh yang banyak sedangkan lapangan usaha yang tersedia relatif sedikit atau banyaknya lapangan kerja namun kualitas tenaga kerja buruh yang ada tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan lapangan pekerjaan ini dapat memunculkan angka tingkat pengangguran yang tinggi yang selanjutnya dapat berakibat pada aspek sosial yang lebih luas. Seperti halnya masalah ketenagakerjaan yang terjadi secara luas tersebut, dalam lingkup atau cakupan wilayah yang lebih kecil seperti Kabupaten Kepulauan Seribu juga mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dengan kondisi ketenagakerjaan secara umum. Berdasarkan tabel 20 dapat digambarkan keadaan kesempatan kerja yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2007. Dari tabel tersebut tampak bahwa terdapat cukup banyak jumlah angkatan kerja yang terdapat di wilayah tersebut. Secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu terdapat 7.727 angkatan kerja, dimana sekitar 75,91 persen adalah berjenis kelamin laki-laki dan sisanya berjenis kelamin perempuan. Jumlah angkatan kerja 120 tersebut telah mencapai 59,09 persen dari jumlah penduduk usia kerja yang terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu. Selain itu, berdasarkan data yang terdapat pada tabel 22 tersebut juga dapat dilihat bahwa dari sebanyak 7.727 angkatan kerja yang ada di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu 87,95 persen diantaranya adalah telah berstatus bekerja. Sedangkan, apabila dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta dan Indonesia secara keseluruhan, tingkat kesempatan kerja penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu dapat dikatakan masih relatif lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu yang bekerja jumlahnya sudah cukup banyak. Tabel 20 Keadaan ketenagakerjaan dan pengangguran di tahun 2007 Laki-laki Perempuan L+P Laki-laki Perempuan L+P Laki-laki Perempuan L+P 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Penduduk usia kerja 6,988 6,089 13,077 3,377,321 3,389,602 6,766,923 82,079,391 82,038,932 164,118,323 2. Jumlah Angkatan kerja 5,866 1,861 7,727 2,773,032 1,622,292 4,395,324 68,719,887 41,221,472 109,941,359 3. Jumlah penduduk yang bekerja 5,216 1,580 6,796 2,436,549 1,406,395 3,842,944 63,147,938 36,782,279 99,930,217 4. Jumlah pengangguran 650 281 931 336,483 215,897 552,380 5,571,949 4,439,193 10,011,142 5. bekerja terhadap angkatan kerja 88.92 84.90 87.95 87.87 86.69 87.43 83.72 50.25 66.99 6. Tingkat pengangguran terbuka 11.08 15.10 12.05 12.13 13.31 12.57 8.11 10.77 9.11 Uraian Kepulauan Seribu DKI Jakarta Indonesia Sumber : BPS 2008 Sementara itu, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah ketenagakerjaan yang banyak terjadi salah satunya adalah pengangguran. Sesuai dengan data yang terdapat dalam tabel 15 juga tampak bahwa secara umum tingkat pengangguran terbuka yang terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2007 mencapai 12,05 persen. Secara lebih lanjut, apabila ditinjau menurut jenis kelamin terlihat bahwa pada tahun 2007 di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu terdapat sekitar 15,10 persen penganggur terbuka yang berjenis kelamin perempuan, sedangkan penganggur yang berjenis kelamin laki-laki terdapat sekitar 11,08 persen. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya laki-laki merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab memberikan nafkah bagi keluarganya, dimana untuk dapat memperoleh nafkah tersebut harus dengan cara bekerja. Apabila dibandingkan dengan kondisi yang ada di DKI Jakarta terlihat bahwa tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Kepulauan Seribu masih sedikit lebih rendah. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan kondisi yang ada 121 di Indonesia secara umum terlihat bahwa tingkat pengangguran yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Seribu masih jauh lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masih cukup tingginya angka pengangguran di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu tersebut sebagai akibat dari masih terbatasnya lapangan pekerjaan yang terdapat di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dari saksono 2008 yang melakukan survei terhadap 100 responden yang merupakan pemangku kepentingan di bidang perikanan, diperoleh data bahwa masyarakat Kepulauan Seribu melakukan kegiatan penangkapan ikan sebanyak 45 dan kegiatan pembudidayaan ikan berkisar sebesar 23. Sehingga sebanyak 68 penduduk Kepulauan Seribu berprofesi sebagai nelayan sedangkan sisanya sebanyak 32 memilih melakukan berbagai kegiatan lainnya di berbagai sektor, seperti pariwisata, jasa angkutan, pegawai negeri, dan usaha perikanan yang dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan hingga pemasaran.

4.1.6 Jenis dan sumber alat tangkap nelayan

Masyarakat Kepulauan Seribu dalam melaksanakan profesi penangkapan ikan dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap. Berdasarkan hasil penelitian dari saksono 2008 yang melakukan survei terhadap 100 responden nelayan danatau nelayan kecil, diperoleh data bahwa penggunaan alat tangkap yang sangat dominan adalah alat tangkap lainnya, yakni sebesar 26 Tabel 21. Tabel 21 Komposisi alat penangkapan ikan di Kepulauan Seribu Jenis Alat Tangkap Jumlah Keterangan 1. Jaring Gebur 11,00 2. Pancing 25,00 3. Pancing Cumi 8,00 4. Jaring PayangRampus 12,00 5. Sistem Kompresor 12,00 6. Sero 6,00 7. Peralatan Lainnya 26,00 Peralatan Lainnya adalah alat-alat tangkap dari luar yang beroperasi di kawasan Kepulauan Seribu, seperti: Pukat Pantai, Trawl, dll. Sumber: Saksono 2008. Memperhatikan tabel 21 jenis alat penangkapan lainnya yang tidak termasuk dalam kelompok alat tangkap jenis jaring dan alat tangkap pancing, seperti bubu mempunyai porsi paling besar yaitu 26 sedangkan pancing 122 merupakan alat tangkap yang paling dominan digunakan nelayan danatau nelayan kecil di perairan Kepulauan Seribu, yakni sebesar 32. Para nelayan Kepulauan Seribu biasanya mengusahakan alat tangkap buatannya sendiri. Berdasarkan hasil penelitian dari saksono 2008 yang melakukan survei terhadap 100 responden nelayan danatau nelayan kecil, terdapat 31 nelayan membuat sendiri peralatan untuk penangkapan ikan. Namun demikian, pada umumnya nelayan membeli alat tangkap kemudian melakukan modifikasi, yakni sebesar 55. Nelayan yang menggunakan alat pancing dengan membeli jadi hanya sekitar 14.

4.1.7 Sistem pembelian alat tangkap oleh nelayan

Ditinjau dari aspek sistem pembayaran terhadap pembelian alat tangkap yang dilakukan para nelayan danatau nelayan kecil, berdasarkan penelitian saksono 2008 sebanyak 56 nelayan melakukan pembayaran kontan atas setiap alat tangkap yang dibeli. Selain itu, terdapat pula 37 nelayan danatau nelayan kecil yang melakukan pembayaran alat tangkap yang telah dibelinya dengan sistem cicilan atau kredit. Nelayan yang melakukan pembayaran dengan hasil tangkapan hanya berkisar 7. Fenomena diatas mengindikasikan bahwa perekonomian masyarakat di wilayah Kepulauan Seribu pada umumnya relatif baik, karena para nelayan sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan memiliki modal untuk mengembangkan usahanya. Tabel 22 Pengusahaan alat penangkapan ikan di Kepulauan Seribu Pengusahaan Alat Tangkap Jumlah Keterangan 1. Cara Pengusahaan a. Dibuat sendiri 31,00 b. Dibeli siap pakai 14,00 c. Dibeli lalu dimodifikasi 55,00 2. Sistem Pembayaran a. Bayar kontan 56,00 b. Bayar cicilan 37,00 c. Dibayar dari hasil tangkapan 7,00 Alat tangkap pada umumnya dibeli di pasar ikan. 3. Kisaran Harga a. Rp 500.000,00 45,00 b. Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 36,00 c. Rp 1.000.000,00 19,00 Alat tangkap jaring dibeli dengan harga cukup murah kemudian dimodifikasi Sumber: Saksono 2008 123

4.1.8 Pemasaran hasil perikanan

Hasil penelitian saksono pada tahun 2008 menunjukkan bahwa dalam perspektif perikanan tangkap, lokasi pemasaran hasil tangkapan nelayan yang potensial adalah langsung di wilayah Kepulauan Seribu 45 dan Muara Angke 35 , sedangkan sistem transaksi terbaik dalam pemasarannya adalah pembayaran kontan 83 sebagaimana disajikan pada tabel 23 Tabel 23 Pemasaran hasil perikanan tangkap di Kepulauan Seribu Pemasaran Hasil Jumlah Keterangan 1. Tujuan Lokasi Pemasaran a. Muara Angke 35,00 b. Kalibaru 20,00 c. Di tempat wilayah Kep. Seribu 45,00 2. Sistem Pembayaran Hasil Tangkap a. Bayar kontan 83,00 b. Bayar cicilan 13,00 c. Cara pembayaran lainnya 4,00 Pembayaran kontan sangat umum dilakukan. Pembayaran cicilan hanya dilakukan bila ada kesepakatan dengan pembeli Sumber: Saksono 2008 Sedangkan pemasaran hasil perikanan budidaya sebagian besar dilakukan di Muara Angke tabel 24 Tabel 24 Pemasaran hasil perikanan budidaya di Kepulauan Seribu Pemasaran Hasil Jumlah Keterangan 1. Tujuan Lokasi Pemasaran a. Muara Angke 46,00 b. Kalibaru 36,00 c. Di tempat wilayah Kep. Seribu 18,00 Jual sendiri banyak dipilih karena dianggap lebih menguntungkan 2. Sistem Pembayaran Hasil Budidaya a. Bayar kontan 78,00 b. Bayar cicilan 16,00 c. Cara pembayaran lainnya 6,00 Pembayaran kontan sangat umum dilakukan meskipun kepada pelanggan tetap. Sumber: Saksono 2008

4.1.9 Transportasi penduduk

Seiring dengan kegiatan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, maka aksesibilitas masyarakat danatau nelayan dalam memasarkan hasil 124 tangkapan maupun produk budidaya perikanan memerlukan sarana transportasi. Hasil survei dari saksono 2008 sebagai sarana transportasi dari wilayah Kepulauan Seribu ke Jakarta melalui pelabuhan Muara Angke dan sebaliknya, pada umumnya 87 menggunakan sarana angkutan rakyat berupa kapal motor yang berfungsi sebagai angkutan umum antarpulau dan hanya 13 yang memanfaatkan sarana kapal cepat. Hal ini sangat menyulitkan bagi percepatan kegiatan masyarakat di Kepulauan Seribu. Dalam konteks sarana transportasi, terdapat beberapa kesulitan, yakni jadwal keberangkatan yang rata-rata hanya 2 dua kali sehari, rendahnya sistem keamanan dan keselamatan pelayaran, terbatasnya kapasitas muat, dan lamanya waktu tempuh baik antarpulau dalam wilayah Kepulauan Seribu maupun dari Kepulauan Seribu ke Jakarta Muara Angke.

4.2 Struktur Ekonomi Kabupaten Kepulauan Seribu

Besaran PDRB sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja perekonomian suatu wilayah, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Kenaikan produksi dan harga barang dan jasa merupakan faktor penyebab utama kenaikan nilai PDRB. Perkembangan PDRB Kabupaten Kepulauan Seribu selama 6 tahun terakhir cukup stabil yang terlohat pada tabel 26. Pada tahun 2006, PDRB atas dasar harga berlaku mencapai 2,634 trilyun rupiah yang berarti mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2005 dan 2004 yang berada pada angka 1,534 trilyun rupiah dan 2,151 trilyun rupiah. Peningkatan nilai tambah ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan produksi, akan tetapi juga disebabkan oleh kenaikan harga yang signifikan terutama harga minyak dan gas bumi. Begitu pula dengan PDRB atas harga berlaku tanpa migas juga mengalami peningkatan dari 192,1 milyar rupiah di tahun 2005 menjadi 217,3 milyar rupiah pada tahun 2006. Sementara itu, berdasarkan tabel 26 juga dapat dilihat bahwa PDRB atas dasar harga konstan dengan migas terus mengalami penurunan hingga tahun 2005 dan kembali meningkat pada tahun 2006. Penurunan tersebut disebabkan karena adanya penurunan produksi. Sedangkan, PDRB atas dasar harga konstan tanpa migas terus mengalami peningkatan sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. 125 Pada tahun 2006 PDRB atas harga konstan dengan migas mencapai 1,072 trilyun rupiah dan PDRB tanpa migas mencapai 139,1 milyar rupiah. Tabel 25 Perkembangan PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2001-2006 PDRB ADHB juta rupiah PDRB ADHK Tahun 2000 Juta Rupiah Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas 1 2 3 4 5 6 7 2001 1,533,832 168,752 1,427,840 153,109 -1.19 -2.66 2002 1,338,072 177,260 1,382,231 148,979 -3.19 -2.70 2003 1,223,830 153,307 1,187,155 127,549 -14.11 -14.38 2004 1,534,290 173,085 1,118,224 130,732 -5.81 2.50 2005 2,151,457 192,128 1,050,064 134,087 -6.10 2.57 2006 2,634,912 217,283 1,072,123 139,062 2.10 3.71 Sumber : BPS 2007 Laju pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan produksi barang dan jasa. Secara makro, indikator ini digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan yang telah digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu pada periode tahun 2001 hingga tahun 2006. Pada periode tahun 2001 hingga 2005 Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki pertumbuhan ekonomi yang negatif, bahkan sempat mengalami kondisi kontraksi pada tahun 2003 dimana pertumbuhan ekonominya mencapai -14,11 persen. Akan tetapi mulai tahun 2004 sampai tahun 2006 laju pertumbuhannya semakin meningkat, baik laju pertumbuhan dengan migas maupun tanpa migas. Laju pertumbuhan yang negatif yang terjadi hingga tahun 2003 tersebut salah satu penyebabnya adalah pada saat itu stabilitas di wilayah tersebut yang belum kondusif. Hal ini disebabkan karena sejak terbentuk pada tahun 2001, pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu masih dalam tahap melengkapi infrastruktur di wilayah tersebut hingga tahun 2003. Sementara itu, dari tabel 30 berikut ini secara sektoral menunjukkan bahwa pada tahun 2006 seluruh sektor mengalami pertumbuhan yang positif. Sektor pertanian dengan subsektor perikanan sebagai primadona mampu tumbuh sebesar 3,99 persen di tahun 2006. Kondisi tersebut mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2,98 persen. 126 Begitu pula dengan sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan, dimana masing-masing sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan sebesar 1,87 persen; 4,58 persen; 2,14 persen dan 4,18 persen pada tahun 2006.