Indeks keanekaragaman H’ Keanekaragaman karang keras
111
Tabel 33 Nilai p pada uji t berpasangan untuk persentase tutupan kelompok DS, ALG, OF dan ABI yang diperoleh dengan metode LIT
panjang transek 70 m dan metode UPT C_Area. Data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua
Kelompok Nilai p
Karang mati DS 0,146
Alga ALG 0,011
Fauna Lain OF 0,063
Abiotik ABI 0,946
Frekuensi kehadiran setiap jenis karang keras yang dijumpai di masing- masing stasiun baik dengan menggunakan metode BT dan LIT telah ditampilkan
pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Sedangkan frekuensi kehadiran setiap jenis karang keras di masing-masing stasiun penelitian dengan menggunakan metode
UPT dengan pilihan UPT C_Area ditampilkan pada Lampiran 24. Berdasarkan frekuensi kehadiran setiap jenis karang tersebut bisa diperoleh nilai-nilai
keanekaragaman karang keras seperti jumlah jenis S, indeks keanekaragamana Shannon H’, dan indeks keanekaragaman Pielou J’ yang ditampilkan pada
Lampiran 25. Untuk keanekaragaman karang keras, anova untuk rancangan penelitian dengan pengukuran berulang pada data S, H’ dan J’ ditampilkan pada
Tabel 34. Sebelum anova dilakukan, data S dan H’ ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua, sedangkan data J’ ditransformasikan ke bentuk pangkat dua.
Hasil anova menunjukkan bahwa tidak semua metode yang digunakan BT, LIT dan UPT akan memberikan nilai S, H’ dan J’ yang sama p 0.01 Tabel 34.
Jumlah jenis S yang dijumpai dengan menggunakan metode BT merupakan yang terbanyak, diikuti oleh metode UPT C_Area, baru kemudian
metode LIT Tabel 35 dan Tabel 36. Sedangkan nilai H yang dihasilkan dengan metode BT juga merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan metode UPT
C_Area dan LIT, sedangkan antara metode UPT C_Area dan LIT relatif tidak berbeda p0,01 Tabel 35 dan Tabel 36. Sebaliknya, nilai tertinggi untuk J’
diperoleh dengan metode LIT, sedangkan antara metode BT dan UPT C_Area tidak berbeda p0,01 Tabel 35dan Tabel 36.
112
Tabel 34 Nilai p hasil anova pada data nilai keanekaragaman untuk sumber variasi metode BT, LIT dan UPT C_Area
Nilai keanekaragaman Nilai p
√S 0,000
√H’ 0,000
J’ 0,000
2
Tabel 35 Nilai p hasil uji simultan Tukey pada perbandingan berganda antara metode BT, LIT dan UPT
Uji perbandingan Nilai p
√S √H’
J’
2
BT terhadap LIT 0,000
0,000 0,001
BT terhadap UPT C_Area 0,000
0,000 0,323
LIT terhadap UPT C_Area 0,000
0,243 0,000
Tabel 36 Keputusan dari uji simultan Tukey antara metode BT, LIT dan UPT C_Area
Nilai Kesimpulan
√S
µ
BT
µ
UPT C_Area
µ
LIT
√H’
µ
BT
µ
UPT C_Area
=
µ
J’
LIT
µ
2 LIT
µ
BT
=
µ
UPT C_Area
Luas bidang pengamatan pada metode BT yang lebih luas dibandingkan dengan bidang pengamatan pada metode LIT maupun metode UPT C_Area,
memungkinkan nilai S yang diperoleh dengan metode BT menjadi jauh lebih besar. Dengan semakin banyaknya jenis yang dijumpai termasuk jenis-jenis
yang tidak dominanjarang dijumpai, menyebabkan nilai indeks keanekaragaman Shannon H’ pada penggunaan metode BT menjadi lebih besar
pula. Sedangkan tingginya nilai indeks kemerataan Piellou J’ pada metode LIT dibandingkan pada metode BT dan UPT kemungkinan disebabkan oleh kecilnya
luas bidang yang diamati. Semakin kecil luas bidang pengamatan, perbedaan antara jenis karang keras yang dominan dengan yang tidak dominan menjadi
kurang begitu terlihat jelas dibandingkan dengan bidang pengamatan yang lebih
113
luas. Akibatnya, nilai indeks kemerataan Piellou akan semakin lebih tinggi pada luas bidang pengamatan yang lebih kecil metode LIT.
Analisis MDS yang dilakukan terhadap frekuensi kehadiran setiap jenis karang keras yang dihasilkan dengan berbagai metode BT, LIT dan UPT
C_Area yang dihitung menggunakan nilai kemiripan Bray-Curtis data ditransformasi ke akar pangkat dua dan distandarisasi memperoleh hasil yang
tidak begitu berbeda dengan hasil yang diperoleh pada Bab 4. Analisis MDS memperlihatkan bahwa pengelompokan yang terjadi lebih cenderung
dikarenakan stasiun penelitiannya Gambar 49, bukan karena metode yang digunakan Gambar 50. Jadi, penggunaan metode UPT dengan pilihan UPT
C_Area dapat digunakan untuk membandingkan nilai-nilai keanekaragaman S, H’ dan J’ karang keras antar stasiun penelitian.
Gambar 49 MDS menggunakan kemiripan Bray-Curtis terhadap data frekuensi kehadiran setiap jenis karang keras di masing-masing stasiun dengan
tiga metode yang berbeda BT, LIT dan UPT C_Area yang ditransformasi ke bentuk akar pangkat dua dan distandarisasi,
dimana stasiun sebagai faktor
114
Gambar 50 MDS menggunakan kemiripan Bray-Curtis terhadap data frekuensi kehadiran setiap jenis karang keras di masing-masing stasiun dengan
tiga metode yang berbeda BT, LIT dan UPT C_Area yang ditransformasi ke bentuk akar pangkat dua dan distandarisasi,
dimana metode sebagai faktor
Rerata lamanya waktu untuk pengambilan data di lapangan dengan menggunakan perlakuan C yaitu 15,93 menit Tabel 12, sedangkan rerata
lamanya waktu untuk proses analisis foto sebanyak 50 frame perlakuan C dengan menggunakan teknik menghitung luas area dan memasukkan data nama
jenis karang keras sebesar 524,4 menit per transeknya Lampiran 21. Perhitungan ulang koefisien efisiensi biaya dan waktu untuk metode UPT
C_Area dengan metode BT [luas transek = 2 x 70 m
2
] dan LIT panjang transek 70 m ditampilkan pada Tabel 37. Ternyata metode UPT C_Area sedikit kurang
efisien dari segi biaya dan waktu dibandingkan metode LIT, ditandai dengan nilai
ψ
UPT C_Area
ψ
LIT
, tetapi masih lebih efisien dibandingkan metode BT. Meskipun penggunaan metode UPT C_Area kurang efisien dibandingkan
penggunaan metode LIT, tetapi sangat kecil yaitu hanya 0,09 atau 9 saja Tabel 37.