50
Gambar 23 Persentase tutupan fauna lain di masing-masing stasiun penelitian yang dihitung dengan dua metode berbeda
4.3.2.5 Abiotik Abiotic = ABI
Nilai rerata persentase tutupan abiotik beserta kesalahan bakunya yang diperoleh dengan kedua metode ditunjukkan pada Gambar 24. Uji t berpasangan
terhadap data persentase tutupan kelompok ABI memeperoleh nilai p = 0,104 yang berarti hasil yang diperoleh oleh kedua metode LIT dan UPT untuk
menduga persentase tutupan abiotik tidak berbeda secara nyata p 0,01.
Gambar 24 Persentase tutupan abiotik di masing-masing stasiun penelitian yang dihitung dengan dua metode berbeda
2 4
6 8
ST01 ST02 ST03 ST04 ST05 ST06 ST07 ST08 ST09 ST10 T
u tu
p a
n
Stasiun
Fauna lain OF
LIT UPT
20 40
ST01 ST02 ST03 ST04 ST05 ST06 ST07 ST08 ST09 ST10 T
u tu
p a
n
Stasiun
Abiotik ABI
LIT UPT
51
4.3.3 Keanekaragaman karang keras
Frekuensi kehadiran dari setiap jenis karang yang dijumpai di masing- masing stasiun penelitian berdasarkan metode penelitian yang digunakan
ditampilkan pada Lampiran 5, Lampiran 6 dan Lampiran 7. Berdasarkan data frekuensi kehadiran tersebut dihitung nilai keanekaragaman dari karang keras
meliputi nilai S jumlah jenis, H’ indeks keanekaragaman jenis dan J’indeks kemerataan jenis, yang hasil perhitungannya ditampilkan pada Lampiran 8.
Histogram untuk ketiga nilai keanekaragamanan tersebut ditampilkan pada Gambar 25, Gambar 26 dan Gambar 27.
Gambar 25 Jumlah jenis karang keras yang dijumpai selama penelitian dengan menggunakan tiga metode yang berbeda BT, LIT, UPT
Gambar 26 Nilai H’ yang diperoleh di masing-masing stasiun penelitian dengan menggunakan tiga metode yang berbeda BT, LIT, UPT
40 80
120
ST01 ST02 ST03 ST04 ST05 ST06 ST07 ST08 ST09 ST10
Ju m
la h
J e
n is
S
Stasiun
BT LIT
UPT
2 4
6
ST01 ST02 ST03 ST04 ST05 ST06 ST07 ST08 ST09 ST10
Inde s
K e
ane k
ar ag
am an
H
Stasiun
BT LIT
UPT
52
Gambar 27 Nilai J’ yang diperoleh di masing-masing stasiun penelitian dengan menggunakan tiga metode yang berbeda BT, LIT, UPT
Sebelum dilakukan anova, data ditransformasikan dahulu kedalam bentuk akar pangkat dua untuk nilai S dan H’, sedangkan untuk nilai J’
ditransformasikan ke dalam bentuk pangkat dua. Hasil anova menunjukkan bahwa tidak semua metode yang digunakan BT, LIT dan UPT akan
memberikan nilai S, H’ dan J’ yang sama p 0.01 Tabel 6. Tabel 6 Nilai p hasil anova pada data nilai keanekaragaman untuk
sumber variasi Metode BT, LIT dan UPT Nilai keanekaragaman
Nilai p S’ =
√S 0,000
H’’ = √H’
0,000 J’’ = J’
0,000
2
Nilai S yang dijumpai dengan menggunakan metode BT merupakan yang terbanyak, diikuti oleh metode UPT, baru kemudian metode LIT Gambar 25,
Tabel 7 dan Tabel 8. Sedangkan nilai H yang dihasilkan dengan metode BT juga merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan metode UPT dan LIT,
sedangkan antara metode UPT dan LIT relatif tidak berbeda p0,01 Gambar 26, Tabel 7 dan Tabel 8. Sebaliknya, nilai tertinggi untuk J’ diperoleh dengan
metode LIT, kemudian BT dan yang terkecil UPT Gambar 27, Tabel 7 dan Tabel 8.
0.60 0.80
1.00
ST01 ST02 ST03 ST04 ST05 ST06 ST07 ST08 ST09 ST10
In d
e k
s K e
m e
ra ta
a n
J
Stasiun
BT LIT
UPT
53
Tabel 7 Nilai p hasil uji simultan Tukey pada perbandingan berganda antara metode BT, LIT dan UPT
Uji perbandingan Nilai p
√S √H’
J’
2
BT terhadap LIT 0,000
0,000 0,001
BT terhadap UPT 0,000
0,000 0,004
LIT terhadap UPT 0,000
0,027 0,000
Tabel 8 Keputusan dari uji simultan Tukey antara metode BT, LIT dan UPT Nilai
Keputusan √S
µ
BT
µ
UPT
µ
LIT
√H’
µ
BT
µ
UPT
=
µ
J’
LIT
µ
2 LIT
µ
BT
µ
UPT
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut merupakan sesuatu yang mungkin saja terjadi. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan luasan pengambilan sampel
yang tidak sama antar ketiga metode. Pada metode BT, ukuran pengambilan sampel adalah 2 x 70 m
2
= 140 m
2
. Pada metode LIT, pengambilan sampel bukan berupa luasan bidang tetapi merupakan panjang garis dimana panjang
garisnya adalah 70 m. Sedangkan pada metode UPT, luasan bidang yang diamati adalah = 70 x 2552 cm
2
= 178640 cm
2
= 17,864 m
2
atau sekitar 0,128 kali luas bidang pengamatan dengan metode BT. Besarnya jumlah jenis yang dijumpai
akan meningkat dengan semakin luasnya pengamatan luas sampel, hingga pada suatu luasan tertentu, penambahan luas pengamatan tidak akan lagi merubah
nilai S secara signifikan. Perubahan nilai S yang terjadi tentu saja akan mempengaruhi nilai H’ dan J’. Tingginya nilai indeks keanekaragaman Shannon
H’ pada metode BT kemungkinan disebabkan oleh bidang pengamatan yang lebih luas dibandingkan dengan metode LIT dan UPT. Pada pengamatan yang
lebih luas, jenis-jenis karang keras termasuk jenis-jenis yang tidak dominan mungkin saja dapat dijumpai. Akibatnya, nilai indeks keanekaragaman Shannon
akan meningkat. Sedangkan tingginya nilai indeks kemerataan Piellou J’ pada metode LIT dibandingkan pada metode BT dan UPT kemungkinan disebabkan
54
oleh sedikitnya luas bidang yang diamati. Semakin kecil luas bidang pengamatan, perbedaan antara jenis karang keras yang dominan dengan yang tidak dominan
kurang begitu terlihat jelas dibandingkan dengan bidang pengamatan yang lebih luas. Akibatnya, nilai indeks kemerataan Piellou J’ akan semakin lebih tinggi
pada luas bidang pengamatan yang lebih kecil metode LIT. Analisis MDS yang dilakukan terhadap frekuensi kehadiran setiap jenis
karang keras yang dihitung menggunakan nilai kemiripan Bray-Curtis data ditransformasi ke akar pangkat dua dan distandarisasi memperlihatkan bahwa
pengelompokan yang terjadi lebih cenderung dikarenakan stasiun penelitiannya Gambar 28, bukan karena metode yang digunakan Gambar 29. Jadi,
walaupun nilai-nilai keanekaragaman karang keras memperlihatkan hasil yang berbeda untuk setiap metode yang digunakan, tetapi perbandingan nilai-nilai
keanekaragaman karang keras antar stasiun penelitian masih dimungkinkan bila metode yang digunakan sama.
Gambar 28 MDS menggunakan kemiripan Bray-Curtis terhadap data frekuensi kehadiran setiap jenis karang keras di masing-masing stasiun dengan
tiga metode yang berbeda BT, LIT dan UPT yang ditransformasi ke bentuk akar pangkat dua dan distandarisasi, dimana stasiun
sebagai faktor