31
diidentifikasi dari foto, dapat dilakukan pemotretan kembali dengan jarak yang lebih dekat sebagai foto bantu untuk mengidentifikasi nama jenisnya. Identifikasi
langsung di bawah air juga dapat dilakukan dengan mencatat nama beserta nomor framenya pada kertas khusus bawah air untuk mempermudah saat
menganalisis foto. Jika masih dirasakan sulit, maka diambil sampelnya untuk diidentifikasi di laboratorium.
Jadi, penarikan sampel di lapangan dengan menggunakan metode UPT, datanya hanyalah berupa foto-foto hasil pemotretan bawah air. Selanjutnya foto-
foto tersebut masih perlu dianalisis di darat ruang kerja dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan data-data yang kuantitatif.
Gambar 14 Pengambilan foto di lapangan dengan metode UPT; a Posisi pita berskala pada Frame 1 dan frame bernomer ganjil
b Posisi pita berskala pada Frame 20 dan frame bernomer genap
Gambar 15 Ilustrasi dalam penarikan sampel dengan metode Transek Foto Bawah Air UPT
3.4 Analisis Data
Dari data yang dikumpulkan dengan ketiga metode LIT, BT dan UPT seperti yang diuraikan sebelumnya dapat dihitung nilai frekuensi kehadiran dan
persentase tutupan dari kelompok karang keras hidup. Selain itu juga dapat
32
dihitung nilai keanekaragaman karang keras, seperti jumlah jenis S, nilai indeks keanekaragaman Shannon =H’ Smith 1990, Huston 1995, Zar 1996, Clarke and
Warwick 2001 dan indeks kemerataan Pielou=J’ Zar 1996, Clarke and Warwick 2001.
Indeks keanekaragaman Shannon yang kadang disebut juga sebagai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener atau indeks Shannon-Weaver Zar 1996,
dihitung menggunakan rumus:
�′ = − � �
�
. ln �
� �
�=1
dengan p
i
= n
i
N ; n
i
= frekuensi kehadiran jenis i N = total frekuensi kehadiran semua jenis
sedangkan indeks kemerataan J’ dihitung menggunakan rumus: �
′
= �′
�′
���
dengan H
max
Untuk analisis data dilakukan menggunakan beberapa piranti lunak software komputer seperti Microsoft Office Excel, Minitab, Primer dan CPCe.
Sebelum dilakukan uji statistik, bila perlu data ditransformasikan terlebih dahulu agar memenuhi asumsi berdistribusi normal Sokal and Rohlf 1995, Neter et al.
1996, Zar 1996. Analisis pendahuluan menggunakan metode transformasi Box- Cox Sokal and Rohlf 1995, Neter et al. 1996, Zar 1996 diterapkan pada data
untuk menyelidiki transformasi yang sesuai sebelum dilakukan analisis lanjutan. Untuk data berupa persentase, sebelum dilakukan uji statistik data ditransformasi
= ln S ; S = jumlah jenis Berdasarkan nilai-nilai yang diperoleh tersebut kemudian dilakukan
beberapa analisis data statistik baik yang bersifat grafis maupun statistik inferensi seperti uji statistik yang disesuaikan dengan rancangan penelitiannya.
Macam analisis data statistik yang digunakan pada setiap analisis data akan disinggung lebih spesifik di setiap bagian analisis data pada bab-bab berikutnya.
33
ke bentuk transformasi arcsin akar pangkat dua atau p’=arcsin √p Sokal and
Rohlf 1995, Zar 1996. Selain itu dilakukan pula analisis MDS Multi Dimensional Scaling
Clarke and Warwick 2001 untuk melihat posisi masing-masing perlakuan dengan menggunakan piranti lunak Primer v5 Clarke and Gorley 2001. Clarke
1993 menganalogikan rekonstruksi peta dunia sebagai penerapan dari MDS, dimana lokasi 39 kota besar di dunia yang dihasilkan dari analisis MDS dapat
digambarkan dengan hampir sempurna berdasarkan jarak antara setiap pasangan kota tersebut.
Pada analisis MDS dapat diketahui besarnya nilai Stress yang merupakan ukuran kesesuaian goodness of fit dari setiap posisi antar titik perlakuan yang
digambarkan oleh Gambar 2-dimensi. Nilai stress 0,3 menunjukkan bahwa titik-titik pada Gambar 2-dimensi yang dihasilkan dari analisis MDS diplot
secara asal arbitrary, sehingga titik-titik tersebut tidak menggambarkan posisi antar titik yang sebenarnya. Nilai stress 0,1 menunjukkan bahwa Gambar 2-
dimensi yang dihasilkan sudah baik untuk menggambarkan posisi antar titik. Meskipun begitu, nilai stress 0,2 juga masih dianggap berguna untuk melihat
posisi antar titik Clarke and Warwick 2001.
4 PERBANDINGAN ANTARA METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR DENGAN TRANSEK SABUK
DAN TRANSEK GARIS INTERSEP
4.1 Pendahuluan
Sampai dengan awal tahun 2000-an, penelitian dengan melakukan pemotretan bawah air masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan untuk
melakukan pemotretan bawah air diperlukan biaya yang relatif mahal, baik dari segi biaya peralatan kamera maupun dari segi pemrosesan fotonya. Hasil
pemotretannya pun belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan kamera analog dengan kapasitas film yang terbatas untuk setiap roll-nya + 36
film saja dirasakan sangat tidak praktis. Peneliti harus membatasi keinginannya untuk memotret hanya obyek-obyek yang sudah direncanakannya sebelum turun
menyelam. Naik ke perahu setelah film habis untuk mengganti dengan roll film yang baru dimungkinkan meskipun tidak praktis dan juga mengandung resiko
bagian dalam kamera terkena air laut. Selain itu, hasil foto kamera analog harus diproses dulu di laboratorium foto untuk dicetak di atas kertas khusus foto. Jadi,
bila terjadi kesalahan teknis dalam pengambilan foto foto kurang jelas gambarnya, maka hilanglah kesempatan mendokumentasikan obyek, yang
berarti pula kehilangan informasi penting dalam penelitian. Perkembangan teknologi yang pesat pada teknologi kamera digital
membuat penggunaan foto bawah air menjadi salah satu alternatif untuk menilai kondisi terumbu karang. Penggunaan kamera analog yang digantikan dengan
penggunaan kamera digital dirasa jauh lebih praktis bagi penggunanya. Kapasitas film yang bisa memuat ratusan foto, dan hasil fotonya yang bisa langsung dilihat
beberapa detik setelah pemotretan menjadi nilai lebih dari kamera digital dibandingkan dengan kamera analog. Perkembangan teknologi komputer
termasuk piranti lunaknya juga menambah kepraktisan dalam menganalisis foto bawah air. Bila dulu sebelum berkembangnya piranti lunak untuk analisis foto,
objek yang akan difoto diberi frame yang terbagi atas beberapa kotak kecil-kecil grid agar bisa diperkirakan luasanpersentase tutupannya atau bila pemotretan
tanpa menggunakan frame, maka persentase tutupan koloni dilakukan secara