Kerangka Pemikiran Evaluasi metode transek foto bawah air untuk penilaian kondisi terumbu karang

22 Karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual maupun seksual Suharsono 1984, Veron and AIMS 1995, Wikipedia 2010. Reproduksi aseksual dapat terjadi lewat pertunasan budding, pembelahan fission, fragmentasi, ataupun pemisahan polip dari skeleton Sammarco 1982, Suharsono 1984, Veron and AIMS 1995, Wikipedia 2010. Dalam proses reproduksi seksual, dihasilkan larva karang yang disebut planula Fadlallah 1983. Planula memerlukan substrat yang keras untuk menempel dan tumbuh. Planula tidak dapat menempel dengan baik pada dasar yang berpasir maupun lumpur. Jenis-jenis karang yang ditemukan di Indonesia hingga saat ini sebanyak 590 jenis yang termasuk dalam 82 marga karang, atau 80 karang yang ada di dunia Suharsono and Giyanto 2006, Suharsono 2007. Jenis-jenis karang yang mendominasi di hampir seluruh terumbu karang di Indonesia adalah berturut- turut Acropora spp., Montipora spp. dan Porites spp. Suharsono 2007.

2.2 Beberapa Metode Penilaian Kondisi Terumbu Karang

Seperti telah disinggung sebelumnya Bab 1 Pendahuluan, dari sekian banyak metode penelitian untuk menilai kondisi terumbu karang, terdapat dua metode yang banyak dipakai oleh para peneliti, yaitu: 1. Transek Sabuk atau Belt transect Hill and Wilkinson 2004, Oliver et al. 2004. 2. Transek Garis atau Line Transect Loya 1978, Moll 1983. Metode ini kemudian dikembangkan oleh AIMS Australian Institute of Marine Science lewat proyek kerjasama ASEAN-Australia, dan dikenal sebagai metode ”Line Intercept Transect LIT” English et al. 1997, Mundy 1990, Hill and Wilkinson 2004, Oliver et al. 2004.

2.2.1 Metode Transek Sabuk

Transek sabuk atau Belt Transect BT diperlukan terutama untuk mengetahui keberadaan dari jenis yang jarang dijumpai, atau pada peristiwa yang menarik untuk diselidiki seperti pada peristiwa pemutihan karang coral bleaching, serangan Mahkota Berduri Acanthaster planci Oliver et al. 2004. 23 Dengan transek sabuk bisa diketahui frekuensi kehadiran dari suatu jenis biota tertentu dalam luasan tertentu. Untuk dapat melakukan metode ini juga diperlukan kemampuan menyelam dengan menggunakan peralatan selam SCUBA. Teknis pengerjaan di lapangan adalah sebagai berikut: pita berskala roll meter dengan panjang tertentu diletakkan sejajar garis pantai pada kedalaman tertentu misal 3 m di masing- masing lokasi pengamatan yang telah ditentukan secara acak dengan menggunakan GPS Global Positioning System. Semua karang keras yang berada pada jarak 1 m sebelah kiri dan 1 m sebelah kanan pita berskala tadi dicatat menggunakan kertas khusus untuk pencatatan bawah air underwater paper. Selain itu, untuk setiap jenis karang keras diukur pula panjang dan lebar maksimumnya, sehingga dengan menggunakan rumus tertentu dapat dihitung luas bidang tutupan koloni dari jenis karang keras tersebut. Hill and Wilkinson 2004 menggunakan panjang transek 4 x 20 m dengan lebar transek 5 m. Sedangkan Oliver et al. 2004 menyebutkan bahwa transek sabuk yang efektif panjangnya berkisar antara 20-30 m dengan lebar 1 atau 2 m.

2.2.2 Metode Transek Garis dan Transek Garis Intersep

Metode Transek Garis Line transect dikembangkan dari metode yang digunakan pada ekologi tumbuhan darat. Hal ini dikarenakan invertebrata yang berada dalam terumbu karang umumnya bersifat sesil stationary atau ruang gerak yang terbatas, mirip dengan komunitas tumbuhan darat Loya 1978. Loya and Slobodkin 1971 dan Loya 1972 dalam Loya 1978 menggunakan pertama kali metode transek garis untuk pengambilan sampel dalam mengkaji komunitas karang hermatifik dari segi komposisi jenis, zonasi dan pola keragaman dalam zona terumbu karang yang berbeda. Australian Institute of Marine Science AIMS lewat proyek kerjasama ASEAN-Australia, mengembangkan metode Transek Garis ini, dimana pengelompokan datanya berdasarkan bentuk hidup pertumbuhan dari biota dan dikenal sebagai metode Transek Garis Intersep atau Line Intercept Transect LIT English et al. 1997. Dengan metode LIT ini, data pada tingkatan jenis untuk karang merupakan data tambahan, terutama bila pengambil data mampu 24 mengidentifikasi karang hingga ke tingkat jenis. Sedangkan bagi pengambil data tingkat pemula, pengambilan data bisa dilakukan cukup pada tingkatan pengelompokan data berdasarkan kategori bentuk hidup pertumbuhannya, sehingga kadang metode ini disebut dengan metode lifeform. Jadi, Transek Garis Intersep LIT merupakan modifikasi dari Transek Garis, dimana pengelompokan data pada metode LIT berdasarkan pada kategori lifeformnya. Untuk pengamat tingkat lanjut expert, pencatatan data bisa sampai ke tingkat jenis spesies seperti halnya pada Transek Garis. Untuk dapat melakukan metode ini juga diperlukan kemampuan menyelam dengan menggunakan peralatan selam SCUBA. Teknis pelaksanaan di lapangan mirip dengan metode Transek Sabuk, dimana pita berskala roll meter dengan panjang tertentu diletakkan sejajar garis pantai pada kedalaman tertentu di masing-masing lokasi pengamatan yang telah ditentukan secara acak dengan menggunakan bantuan GPS Global Positioning System. Kemudian, semua biota dan substrat yang berada tepat di bawah garis pita berskala tadi dicatat dengan ketelitian hingga 1 cm. Khusus untuk karang keras, jenis yang yang dijumpai di sepanjang garis transek juga dicatat. Sebagai catatan, penggunaan panjang ukuran transek yang dilakukan oleh masing-masing peneliti tidak baku dimana antara satu peneliti dengan peneliti lainnya berbeda-beda. Sebagai contoh pada penggunaan metode LIT, English et al. 1997 dan Hill and Wilkinson 2004 menggunakan panjang garis transek 20 m dengan minimal 5 kali ulangan pada setiap kedalaman 3 m dan 9-10 m, sedangkan Oliver et al. 2004 menggunakan panjang garis transek 25 m dengan ulangan minimal 3 kali pada dua zona kedalaman kedalaman 1-4 m dan 5-10 m. Pada kondisi dimana habitat karang berupa koloni kecil patchy, digunakan panjang garis transek yang lebih pendek 10 m dengan ulangan yang lebih banyak 5 kali ulangan Oliver et al. 2004. 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2008 di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta Gambar 8. Kepulauan Seribu merupakan gugus pulau-pulau yang terletak di perairan bagian utara kota Jakarta dan masuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di Kepulauan Seribu dinyatakan bahwa persentase tutupan dan jumlah jenis karang keras yang dijumpai meningkat dengan meningkatnya jarak dari daratan Jakarta maupun dari daratan Pulau Jawa dalam hal ini wilayah Jakarta dan Banten Moll and Suharsono 1986, DeVantier et al. 1998, Giyanto et al. 2006. Adanya peningkatan persentase tutupan dan jumlah jenis karang keras ini berkaitan dengan tingkat kecerahan perairan tingkat penetrasi cahaya dimana semakin ke arah utara, tingkat penetrasi cahayanya semakin bagus Moll and Suharsono 1986, DeVantier et al. 1998, Giyanto et al. 2006. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penelitian dilakukan di sepuluh pulau di Kepulauan Seribu mulai dari Pulau Tikus yang berada di bagian selatan hingga ke Pulau Hantu Kecil yang berada di bagian utara. Pulau Hantu Kecil disebut juga sebagai Pulau Pantara Kecil untuk menghilangkan kesan angker pada kata ”Hantu”. Pemilihan lokasi penelitian yang dimulai dari Pulau Tikus dilakukan dengan pertimbangan kejernihan perairan, dimana jarak pandang visibility di dalam air lebih dari 5 m. Pada penggunaan fotografi, kejernihan perairan sangat menentukan kualitas gambar yang dihasilkan karena kualitas gambar yang bagus dan jelas akan lebih mudah untuk dianalisis. Urutan lengkap ke sepuluh pulau yang menjadi lokasi penelitian, mulai dari bagian selatan hingga ke utara adalah sebagai berikut: 1. Pulau Tikus, 2. Pulau Tidung, 3. Pulau Air, 4. Pulau Semak Daun, 5. Pulau Kotok Besar, 26 6. Pulau Panjang, 7. Pulau Belanda, 8. Pulau Putri, 9. Pulau Jukung, dan 10. Pulau Pantara Kecil Hantu Kecil. Posisi koordinat lintang dan bujur stasiun penelitian di masing-masing lokasi pulau disajikan pada Lampiran 2. Dalam hal ini, pemberian kode Stasiun dilakukan berdasarkan urutan pelaksanaan penelitian di lapangan. Gambar 8 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu, Jakarta 27

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan dan peralatan penelitian yang digunakan selama pengambilan data di lapangan antara lain: - perahu, - GPS Global Positioning System, - peralatan selam SCUBA, - pita berukuran roll meter dengan ketelitian hingga 1 cm Gambar 9, - kamera digital bawah air underwater camera atau kamera digital biasa yang diberi pelindung casing agar tahan terhadap rembesan air laut. - tongkat yang terbuat dari pipa paralon dengan panjang 60 cm. - alas tulis slate dan pensil, - kertas untuk menulis di bawah air underwater paper.

3.3 Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dengan penyelaman menggunakan peralatan selam SCUBA. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang diuraikan pada bagian sebelumnya, maka metode penilaian kondisi terumbu karang yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Transek Sabuk atau Belt Transect BT 2. Transek Garis Intersep atau Line Intercept Transect LIT 3. Transek Foto Bawah Air atau Underwater Photo Transect UPT Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat garis transek dengan menggunakan pita berskala Gambar 9 sepanjang 70 m yang diletakkan sejajar garis pantai pada kedalaman dimana karang masih umum dijumpai, yaitu pada kedalaman antara 3-5 m Gambar 10. Untuk keseragaman, garis transek ditarik sedemikian rupa sehingga posisi daratan berada pada sisi sebelah kiri garis transek. Pada setiap garis transek tadi, dilakukan pengambilan data untuk ketiga metode BT, LIT dan UPT. Posisi koordinat bujur dan lintang setiap lokasi penelitian dicatat menggunakan alat GPS. 28 Gambar 9 Pita berskala roll meter Gambar 10 Pita berskala roll meter sepanjang 70 m yang diletakkan sejajar garis pantai pada kedalaman sekitar 3-5 m

3.3.1 Penarikan sampel dengan metode Transek Sabuk

Pada penarikan sampel menggunakan metode Transek Sabuk BT ini, data diambil dengan mencatat setiap biota dan substrat yang berada dalam rentang jarak 1 m sebelah kiri dan 1 m sebelah kanan garis transek. Semua jenis karang keras yang berada dalam area transek sabuk luas area = 2 m x 70 m dicatat panjang maksimum P dan lebar maksimum L dengan ketelitian hingga 1 cm Gambar 11. Pencatatan nama jenis karang keras mengacu pada Veron 2000a, 2000b, 2000c. Untuk jenis karang keras yang tidak bisa diidentifikasi langsung selama pengamatan dilakukan, diambil sampelnya untuk diidentifikasi di laboratorium. Gambar 12 merupakan ilustrasi dalam penarikan sampel dengan metode Transek Sabuk BT. 29 Gambar 11 Ilustrasi pengukuran panjang dan lebar maksimum dari koloni karang keras Gambar 12 Ilustrasi dalam penarikan sampel dengan metode Transek Sabuk BT

3.3.1 Penarikan sampel dengan metode Transek Garis Intersep

Pada penarikan sampel yang dilakukan dengan menggunakan metode Transek Garis Intersep atau LIT English et al. 1997 ini, pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat semua biota dan substrat yang berada tepat di bawah garis transek dengan ketelitian hingga 1 cm. Pencatatan kategori biota dan substrat berdasarkan English et al. 1997 Lampiran 1. Khusus untuk karang keras juga dicatat nama jenisnya mengacu pada Veron 2000a, 2000b, 2000c. Untuk karang keras yang tidak bisa diidentifikasi nama jenisnya di lapangan, maka diambil sampelnya untuk diidentifikasi di laboratorium. Gambar 13 merupakan ilustrasi dalam penarikan sampel dengan metode Transek Intersept Garis LIT.