Ruang Lingkup Penelitian Evaluasi metode transek foto bawah air untuk penilaian kondisi terumbu karang
20
bila tutupan karang hidupnya 50 -75, kondisi ”cukup” bila tutupan karang hidupnya 25 - 50, dan dalam kondisi ”kurang” bila tutupan karang hidupnya
kurang dari 25 .
Gambar 7 Struktur karang Veron 2000a Sebaran terumbu karang tidak merata oleh karena adanya variasi faktor
lingkungan yang mendukung dan ada faktor lingkungan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangannya Suharsono 2007. White 1987
menyatakan bahwa terumbu karang dapat hidup pada perairan dengan suhu diatas 18 °C, kedalaman lebih dangkal dari 50 m, salinitas antara 30-36
o
, laju sedimentasi rendah, perairan yang tak tercemar, perairan dengan sirkulasi arus,
serta membutuhkan substrat yang keras untuk penempelan larva planula. Adanya pengaruh suhu untuk pertumbuhan karang diatas 18 °C
menyebabkan penyebaran karang hanya terjadi pada daerah subtropis dan tropis, yaitu pada sekitar 30
o
LU - 30
o
LS. Suhu ideal untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25 °C – 29 °C Pichon 1995. Adanya kenaikan suhu air laut di
atas suhu normalnya, misalnya pada peristiwa El Nino, akan menyebabkan
21
pemutihan karang coral bleaching, yaitu keadaan dimana karang kehilangan zooxanthellae, alga bersel tunggal yang hidup di dalam jaringan karang Oliver
et al. 2004 sehingga warna karang menjadi putih, dan bila berlanjut akan menyebabkan kematian karang. Kenaikan suhu air laut sebesar 3-4
o
C diatas normal selama 6 minggu di Laut Jawa pada tahun 1983 menyebabkan kematian
karang 80 hingga 90 Suharsono 1998. Cahaya merupakan salah satu faktor pembatas bagi kehidupan karang
sehingga karang karang hermatifik tidak tumbuh pada kedalamanan lebih dari 50 m. Hal ini disebabkan karena karang karang hermatifik hidup bersimbiosis
dengan alga zooxanthellae, yang memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.
Air tawar dengan salinitas rendah dapat membunuh karang. Oleh karena itu karang tidak dijumpai di sungai ataupun muara sungai yang memiliki salinitas
yang rendah. Percobaan yang dilakukan pada karang Pocillopora damicornis menunjukkan bahwa kecepatan respirasi menurun drastis pada saat salinitas
diturunkan hingga 20
o
, dan terhenti pada saat salinitas diturunkan hingga 10
o
Suharsono 1998. Tingginya sedimentasi menyebabkan penetrasi cahaya di air laut akan
berkurang dan bisa menghambat zooxanthellae alga yang bersimbiosis dengan karang dalam melakukan proses fotosintesis. Butiran sedimen dapat menutupi
polip karang, dan bila berlangsung lama bisa menyebabkan kematian karang. Oleh karena itu, karang tidak dijumpai pada perairan yang tingkat
sedimentasinya tinggi. Arus dan sirkulasi air diperlukan dalam penyuplaian makanan berupa
mikroplankton yang diperlukan dalam proses pertumbuhan karang dan suplai oksigen dari laut lepas. Selain itu, arus dan sirkulasi air juga berperan penting
dalam proses pembersihan dari endapan-endapan material yang menempel pada pada polip karang. Tempat dengan arus dan ombak yang tidak terlalu besar
merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan karang. Tempat dengan arus dan ombak yang besar dapat mengganggu pertumbuhan karang, misalnya pada
daerah-daerah terbuka yang langsung menghadap ke laut lepas, dengan ombak yang selalu besar sepanjang masa.
22
Karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual maupun seksual Suharsono 1984, Veron and AIMS 1995, Wikipedia 2010. Reproduksi aseksual
dapat terjadi lewat pertunasan budding, pembelahan fission, fragmentasi, ataupun pemisahan polip dari skeleton Sammarco 1982, Suharsono 1984, Veron
and AIMS 1995, Wikipedia 2010. Dalam proses reproduksi seksual, dihasilkan larva karang yang disebut planula
Fadlallah 1983.
Planula memerlukan substrat yang keras untuk menempel dan tumbuh. Planula tidak dapat menempel dengan
baik pada dasar yang berpasir maupun lumpur. Jenis-jenis karang yang ditemukan di Indonesia hingga saat ini sebanyak
590 jenis yang termasuk dalam 82 marga karang, atau 80 karang yang ada di dunia Suharsono and Giyanto 2006, Suharsono 2007. Jenis-jenis karang yang
mendominasi di hampir seluruh terumbu karang di Indonesia adalah berturut- turut Acropora spp., Montipora spp. dan Porites spp. Suharsono 2007.