Analisis foto Bahan dan Metode

75 digunakan pada ”Metode Penelitian” untuk ”akurasi” maka dapat dikatakan bahwa analisis foto untuk menghitung nilai keanekaragaman S, H’ dan J’ menggunakan teknik analisis sampel titik acak ≤ 60 titik memiliki keakuratan yang rendah, termasuk juga bila menggunakan teknik perhitungan luas area berdasarkan hasil pemotretan dengan kamera SW. Jadi, keakurasian perhitungan nilai keanekaragaman S, H’ dan J’ menggunakan teknik perhitungan luas area berdasarkan hasil foto dengan kamera yang luas bidang pemotretan lebih besar kamera WZ, tidak dapat digantikan dengan menggunakan teknik sampel titik acak ataupun teknik perhitungan luas area menggunakan kamera SW bidang pemotretan lebih kecil.

5.4 Pembahasan

Seiring dengan perkembangan teknologi, baik teknologi kamera digital maupun teknologi komputer termasuk piranti lunaknya, membuat penggunaan foto bawah air menjadi salah satu alternatif untuk menilai kondisi terumbu karang. Bila dulu sebelum adanya teknologi kamera digital, penggunaan kamera bawah air selain mahal dari segi peralatan, juga mahal dari segi pemrosesan fotonya. Lagipula foto yang diambil dengan kamera analog tidak langsung diketahui hasilnya, sehingga mungkin saja hasil foto yang diambil selama penelitian tidak sesuai dengan yang diharapkan. Lain halnya dengan penggunaan kamera digital yang bisa langsung terlihat hasilnya. Bila hasil fotonya kurang baik, bisa langsung diulang seketika. Selain itu, penggunaan fotografi bawah air selain diyakini dapat mempercepat pengambilan data di lapangan, juga dapat sebagai foto dokumentasi. Untuk proses analisis foto, bila dulu sebelum berkembangnya piranti lunak untuk analisis foto, objek yang akan difoto diberi frame yang terbagi atas beberapa kotak kecil-kecil grid agar bisa diperkirakan luasanpersentase tutupannya atau bila pemotretan tanpa menggunakan frame, maka persentase tutupan koloni dilakukan secara manual dari foto yang dihasilkan, kini terdapat beberapa piranti lunak untuk pemrosesan analisis fotonya. Piranti lunak yang dipakai antara lain Sigma Scan Pro, Image J ataupun CPCe. Sigma Scan Pro, merupakan piranti lunak komersil, yang harus dibeli untuk mendapatkannya. 76 Image J dan CPCe merupakan piranti lunak yang bisa diunduh download secara bebas. Image J, dapat digunakan untuk menghitung luas area, sedangkan CPCe selain dapat menghitung luas area juga dapat dipakai untuk pemilihan sampling titik. Menurut pengalaman penulis, penggunaan CPCe lebih mudah dibandingkan dengan Image J. Oleh karena itu, untuk proses analisis foto pada penelitian ini digunakan CPCe Kohler and Gill 2006. Berdasarkan hasil yang diperoleh, secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan 30 sampel titik acak per framenya sudah cukup untuk mengetahui persentase tutupan dari semua kategori biota dan substrat secara sekaligus. Bila hanya tertarik pada persentase tutupan kelompok Karang mati Dead Scleractinia = DS saja, penggunaan lima sampel titik acak saja sudah cukup. Bila hanya ingin melihat persentase tutupan Karang keras HC = Hard Coral, Alga ALG, dan Biota lain OF = Other Fauna diperlukan sedikitnya 10 sampel titik acak, sedangkan bila ingin mengetahui persentase tutupan Abiotik ABI setidaknya diperlukan 30 sampel titik acak. Untuk keanekaragaman, baik untuk jumlah jenis, nilai indeks keanekaragaman Shannon dan indeks kemerataan Pielou untuk karang keras sebaiknya menggunakan teknik menghitung luas area berdasarkan hasil foto kamera WZ yang memiliki luas bidang pemotretan yang lebih besar. Penggunaan 30 sampel titik acak untuk menilai persentase biota dan substrat agak berbeda dengan yang digunakan oleh Leujak and Ormond 2007 yang menggunakan 100 sampel titik acak, Alquezar and Boyd 2007 yang menggunakan 20 sampel titik acak serta Burt et al. 2008 yang menggunakan 50 sampel titik acak. Leujak and Ormond 2007 serta Burt et al. 2008 tidak mengulas alasan pemilihan dalam menentukan banyaknya sampel titik acak. Tetapi, sebenarnya bila diteliti lebih dalam, kedua macam pemilihan sampel titik acak 100 dan 50 titik yang dilakukan kemungkinan hasilnya tidak akan berbeda bila dilakukan dengan hanya menggunakan 30 sampel titik acak. Penggunaan 50 atau 100 sampel titik acak memerlukan waktu analisis foto yang lebih lama bila dibandingkan hanya menganalisis 30 sampel titik acak. Jadi, berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, pemilihan 100 sampel titik acak tidak akan seefisien, terutama dari segi waktu analisis foto, bila dibandingkan dengan 77 menghitung luas area. Penggunaan sampel acak sebanyak 70 titik atau lebih sebaiknya dihindari Gambar 34. Hasil yang diperoleh Alquezar and Boyd 2007, bila disimak mendalam kemungkinan juga tidak berbeda dengan yang diperoleh pada penelitian ini. Alquezar and Boyd 2007 menyebutkan bahwa penggunaan 50 sampel titik acak memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi dengan pertimbangan analisis waktu maka digunakan 20 sampel titik acak. Sebagai catatan, Alquezar and Boyd 2007, dalam penelitiannya tidak mengambil sampel titik antara 30 dan 50 titik, melainkan hanya membandingkan antara 5 , 10, 20 dan 50 sampel titik acak. Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan pertimbangan efisiensi dan akurasi hasil yang diperoleh maka terdapat tiga pilihan proses analisis foto pada penggunaan metode UPT untuk menilai kondisi terumbu karang. Ketiga pilihan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menggunakan 10 sampel titik acak per framenya dimana untuk setiap framenya dihasilkan dari foto dengan luas bidang pemotretan minimal 40 x 30 cm 2 Merupakan pilihan bagi pengguna yang hanya ingin mengetahui kondisi umum terumbu karang karena yang ingin diketahui hanyalah persentase tutupan karang kerasnya saja yang merupakan komponen utama penyusun terumbu karang, tanpa ketertarikan akan biota dan substrat yang lainnya. Pada pilihan ini, kemampuan untuk mengidentifikasi jenis karang keras juga tidak diperlukan, sehingga pilihan ini juga sangat cocok bagi pengamat yang memiliki kemampuan dasar basic, dimana hanya bisa membedakan antara kelompok karang keras dan kelompok selain karang keras. . Untuk mendapatkan foto dengan luas bidang pemotretan 40 x 30 cm 2 tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kamera tipe SW dengan jarak pemotretan dari dasar substrat 60 cm dan tanpa menggunakan zoom. Penggunaan kamera WZ yang memiliki luas bidang pemotretan yang lebih besar dari yang dihasilkan kamera SW juga dimungkinkan meskipun tidak lebih efisien dalam segi biaya karena harga kameranya lebih mahal. Bila kamera SW maupun WZ tidak tersedia maka dapat juga digunakan kamera