125 Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasinya dalam
Pengelolaan TNGR Tingkat Partisipasi
No Uraian Rendah Sedang Tinggi
1. Partisipasi Langsung
104 42 4 2.
Partisipasi tidak Langsung 54 91 5
Agregat 91 56 3
Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNGR ini seiring dengan hasil penelitian P3P Unram 2004 yang dilakukan di kawasan
Hutan Rinjani. Ditemukan bahwa walaupun ada kesamaan persepsi tentang pentingnya “menjaga hutan”, namun ada distorsi antara persepsisikap dengan
tindakan yang terlihat dari rendahnya kekompakan dan partisipasi masyarakat dalam menjaga atau memelihara hutan. Disamping itu tidak ditemukan adanya
kegiatan bersama yang dilakukan masyarakat seperti gotong royong dalam ikut menjaga hutan. Bahkan sebaliknya sesuai dengan temuan di atas, sebagian
masyarakat justru memanfaatkan hutan sebagai sumber kayu bahan bangunan dan adanya perilaku pencurian terhadap kayu hutan. Temuan lainnya adalah
penebangan liar illegal logging merupakan kasus yang cukup kompleks dan
rumit karena melibatkan tidak saja masyarakat di sekitar kawasan, tetapi juga para pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap hasil hutan. Karena itu
diperlukan kesadaran dan partisipasi semua pihak untuk menjaga dan melestarikan hutan; tidak hanya masyarakat di kawasan hutan, melainkan juga
aparat. Peraturan perundangan harus betul-betul ditegakkan; setiap pelanggaran harus ditindak tegas tanpa pilih kasih sehingga akan menimbulkan efek jera.
7.4.3 Hubungan Pendapatan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan TNGR
Guna meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, maka pengelolaan TNGR harus dapat memberikan kontribusi ekonomi untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif nyata antara pendapatan dengan partisipasi dalam pengelolaan. Bahkan terjadi
hubungan positif nyata yang lebih kuat antara pendapatan dari hasil hutan dengan partisipasinya, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebagaimana
disajikan pada Tabel 25.
126 Tabel 25. Nilai Koefisien Korelasi Spearman antara Pendapatan dengan
Partisipasi dalam Pengelolaan Hutan
No Korelasi Koef. Korelasi
Spearman r
s
Nilai-P Keterangan 1. Pendapatan
Rumahtangga dengan Partisipasi dalam
pengelolaan hutan 0,426 0,000
Nyata pada
α = 1 2. Pendapatan
Rumahtangga dari hasil hutan dengan
Partisipasi dalam pengelolaan hutan
0,499 0,000 Nyata
pada α = 1
Secara individual, sebagian dari masyarakat ada yang telah menyadari sepenuhnya dan memiliki kepedulian akan kelestarian TNGR, tercermin dari
keinginannya untuk ikut mengawasi keamanan kawasan. Hanya saja mereka merasa tidak memiliki wewenang untuk menegur atau melarang para pencuriperambah
hutan. Sebagai contoh, ketika seseorang yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan melarang masyarakat lainnya untuk menebang kayu atau mencemari
lingkungan, seringkali menimbulkan konflik, bahkan ditanya apa haknya untuk melarang orang lain. Dengan perlakuan semacam ini maka kreatifitas warga untuk ikut
mengawasi menjadi tidak optimal. Kesadaran lingkungan ini merupakan modal sosial yang perlu diberdayakan untuk pelestarian TNGR di masa yang akan datang.
7.4.4 Partisipasi LSM dalam Pengelolaan TNGR
Selain Balai TNGR sebagai penanggung jawab, partisipasi para pihak mulai dari pemerintah, swasta, LSM, perguruan tinggi, dan masyarakat pada
semua lapisan sangat diperlukan dalam pengelolaan TNGR. Selama ini ada beberapa lembaga swadaya masyarakat LSM yang secara riil telah
berpartisipasi dalam pengelolaan TNGR yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan. LSM dimaksud antara lain: WWF Program Nusa Tenggara,
New Zealand Asistance International Development NZAID, Rinjani Trek Management Board
RTMB, dan Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan YPMP. WWF Nusa Tenggara merupakan lembaga non profit internasional yang
kegiatannya antara lain juga berada pada kawasan TNGR dan sekitarnya. Seperti pada cakupan kerja di wilayah lain di dunia, dalam pelaksanaan programnya WWF
juga merupakan lembaga mandiri dengan donasi atau pendanaan yang berasal dari sumber sendiri. Konsentrasi program kerja WWF di wilayah TNGR adalah
pengembangan kegiatan atau program konservasi taman nasional serta pemberdayaan masyarakat sekitar taman berkenaan dengan konservasi kawasan.
127 NZAID sebelumnya adalah NZODA -
New Zealand Official Development Assistance merupakan lembaga non profit yang bekerja dan memiliki program
membantu pengelolaan TNGR sejak tahun 1998 sampai dengan 2005. Selama masa kontrak tersebut NZAID merintis program pengelolaan TNGR melalui tiga
pendekatan utama yaitu manajemen taman nasional, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekowisata. Dalam pelaksanaannya NZAID memberikan
bantuan teknis dan pendanaan sehingga merupakan lembaga donor utama dalam pengelolaan TNGR. Bahkan dalam periode 1998-2005 tersebut NZAID merupakan
penyumbang terbesar bagi pendanaan TNGR. Dalam perjalanannya pada kurun waktu lima tahun pengelolaan, nampaknya bantuan pendanaan oleh NZAID
merupakan faktor penting dari kiprahnya pada TNGR. Harapan NZAID adalah pihak Balai TNGR dengan dibantu pihak lain dapat meneruskan program yang telah
dirintis secara mandiri pasca periode proyek. RTMB merupakan institusi yang dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan
kesepakatan dari beberapa pihak yaitu UPT TNGR, Bupati Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, Dinas Pariwisata Lombok Barat dan
Lombok Timur. Keberadaan RTMB dikuatkan secara hukum dengan SK Gubernur No 152003 tentang Pembentukan Badan Pembina
Trekking Rinjani RTMB. Tujuan pembentukannya adalah guna mengkoordinasikan pengelolaan program
ekowisata di TNGR. Pembentukan RTMB sendiri juga merupakan implikasi dari antisipasi
berakhirnya program NZAID pada pertengahan tahun 2005. Diharapkan setelah periode proyek NZAID berakhir, RTMB dapat meneruskan program kerja yang telah
dirintis oleh NZAID secara mandiri khususnya berkenaan dengan program ekowisata. Pada konteks operasional, tugas pokok RTMB adalah mengkoordinir
tour operator yang bekerja pada wilayah TNGR dan sekitarnya. Tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya persaingan yang kurang sehat antar
tour operator. Selain itu juga untuk mengorganisasikan
tour operator dengan guide atau terutama porter sehingga penjadwalan porter dapat dialokasikan dengan adil.
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan YPMP dirintis sejak tahun 1995 dengan program utama adalah penguatan hak masyarakat adat dalam
pengelolaan hutan. Misinya: 1 pemberdayaan dan penguatan kelembagaan masyarakat melalui pemanfaatan dan pengelolaan potensi SDM dan SDA berbasis
komunitas dengan prinsip berkelanjutan dan berkeadilan, dan 2 sebagai mediator, fasilitator, sekaligus melakukan advokasi dalam upaya memperjuangkan hak-hak
128 dan akses masyarakat dalam pengelolaan SDA. Guna mendukung misinya, YPMP
melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan koperasi, pemberdayaan kelompok tani dan nelayan, serta pemberdayaan dan
penguatan kelembagaan pranata lokal dalam upaya pengelolaan kawasan hutan.
7.5 Intisari untuk Pemberdayaan