128 dan akses masyarakat dalam pengelolaan SDA. Guna mendukung misinya, YPMP
melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan koperasi, pemberdayaan kelompok tani dan nelayan, serta pemberdayaan dan
penguatan kelembagaan pranata lokal dalam upaya pengelolaan kawasan hutan.
7.5 Intisari untuk Pemberdayaan
Beberapa aspek penting yang dapat disimpulkan dari uraian dalam Bab VII ini yang dapat dijadilkan dasar pertimbangan merumuskan model dan strategi
pemberdayaan masyarakat di kawasan TNGR, yaitu: 1 Tingkat ketergantungan ekonomi masyarakat akan hasil hutan secara relatif
masih cukup tinggi. Lebih dari 30 penghasilan keluarga bersumber dari hasil hutan. Pendapatan inilah yang harus dikompensasi dengan menciptakan
alternatif kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat sekitar sehingga mereka tidak lagi melakukan pengambilan hasil hutan terutama kayu.
2 Penghasilan masyarakat di kawasan penyangga TNGR relatif kecil sehingga belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Sementara itu lapangan
kerjausaha di luar kehutanan sangat terbatas sehingga mereka melakukan eksploitasi hasil hutan kayu. Karena itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan
ekonomi masyarakat melalui penciptaan alternatif kegiatan ekonomi produktif yang dapat mengkompensasi penghailannya yang bersumber dari hutan TNGR.
3 Terjadi “ paradoks” dalam masyarakat sekitar kawasan TNGR, disatu sisi
mereka tidak merasa memiliki hutan tetapi di pihak lain seolah-olah mengklaim bahwa hutan menjadi miliknya sehingga merasa lebih berhak atas
pengelolaannya dan sangat tidak setuju jika ada orang luar yang ikut mengelola dan memanfaatkan hutan.
4 Guna meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, maka pengelolaan TNGR harus dapat memberikan kontribusi ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan
tercermin dari adanya hubungan positif nyata antara pendapatan dengan partisipasi dalam pengelolaan dan pelestarian TNGR.
5 Secara individual, sebagian masyarakat ada yang telah menyadari
sepenuhnya dan memiliki kepedulian akan kelestarian TNGR, tercermin dari keinginannya untuk ikut mengawasi keamanan kawasan. Hanya saja mereka
merasa tidak berani untuk menegur atau melarang para pencuriperambah hutan karena berpotensi menimbulkan konflik. Untuk itu perlu difasilitasi agar
inisiatif dan kreatifitas warga untuk ikut mengawasi TNGR dapat dioptimalkan.
VIII. MODEL DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI
8.1 Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunng Rinjani
Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekonomi di daerah pedesaan, aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar TNGR terkonsentrasi pada sektor
pertanian. Lebih dari 80 penduduk yang berdomisili di 37 desa sekitar TNGR memiliki sumber penghasilan utama dari sektor pertanian, yaitu sebagai petani
pemilik, penggarap, buruh tani, dan peternak. Sementara sumber penghasilan yang berasal dari luar pertanian antara lain perdagangan, industri, dan buruh
kasar Gambar 15. Kecilnya proporsi penduduk yang sumber utama penghasilannya dari luar pertanian mencerminkan bahwa aktivitas ekonomi
masyarakat kurang bervariasi terkonsentrasi pada sektor pertanian sehingga dapat dikatakan bahwa budaya masyarakat sekitar Hutan Rinjani adalah budaya
pertanian.
Gambar 15. Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Sekitar TNGR Sumber: BPS NTB 2006.
Dari struktur perekonomian masyarakat sekitar TNGR sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15 di atas dapat diketahui bahwa proporsi penduduk
yang bekerja sebagai buruh tani masih cukup besar 24. Karena berprofesi sebagai buruh tani, maka penghasilan ekonomi rumahtangga sangat tergantung
pada ketersediaan aktivitas usahatani di kawasan sekitar TNGR. Kelompok inilah yang sangat rentan dan potensial terhadap kegiatan penebangan liar illegal