55
Lanjutan Tabel 4.
No Variabel Parameter
DataInformasi Sumber Data
15 Konflik sosial
1 Jenis
Konflik 2 Frekuensi konflik
3 Pihak-pihak yang berkonflik 4 Akar masalah konflik
5 Solusi - Indepth
Interview - FGD
- Dokumen
16 Informasi terkait
Data-data sekunder penunjang Instansi terkait
3.4 Analisis Data
Sesuai dengan tujuan penelitian serta jenis dan sifat data yang dikumpulkan, dilakukan analisis sebagai berikut:
Analisis Data untuk Tujuan Penelitian 1, 2, dan 3 1. Faktor Penentu Interaksi Masyarakat dengan Hutan
Untuk menganalisis faktor penentu interaksi masyarakat dengan hutan dilakukan analisis regressi berganda dengan formulasi umum sebagai berikut
Gaspersz 1992; Arif 1993; Pindyck dan Rubinfeld 1991: Y =
β +
β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ ... + β
n
X
n
Dimana : Y = interaksi dengan hutan
β = Konstanta
β
1
... β
n
= Koefisien regresi X
1
... X
n
= Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi interaksi
masyarakat dengan hutan dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif, meliputi: 1 Lokasi
interaksi dummy: TNGR =1; luar TNGR = 0,
2 Willingness to pay WTP;
3 Pengeluaran rumahtangga untuk kebutuhan makan; 4 Pengeluaran rumahtangga untuk kebutuhan bukan makanan;
5 Penghasilan rumahtangga dari luar hutan; 6 Luas lahan yang dimilikidiusahakan;
7 Adanya aturan lokalkebiasaan turun-temurun dalam pengambilan kayu di hutan
dummy: ada = 1, tidak = 0; 8 Keikutsertaan dalam program HKm
dummy: ikut = 1, tidak = 0; dan 9 Kepemilikan ternak sapi
dummy: ada = 1, tidak = 0
56 Selanjutnya untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara
nyata significant, dilakukan uji lanjut koefisien regresi dengan menggunakan
taraf nyata α 5 - 20. Hasil analisis berupa faktor-faktor yang berpengaruh
secara nyata significant ini selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan
model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. 2. Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan yang DiambilDiekstraksi Masyarakat
Jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang diambildiekstraksi atau hasil interaksi masyarakat dengan hutan dihitung secara rinci sebagaimana disajikan
pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Jenis dan Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang DiambilDiekstraksi
Masyarakat dari Hutan.
No Jenis Hasil
Hutan Satuan
unit Jlh yg diambil
UnitFrek. Frekuensi
Pengambilan Frek.bl
Harga Satuan
Rpunit Nilai Pengambil
Rpbl 1 …………. ……. ……………. …………… ………….. …………………
2 …………. ……. ……………. …………… ………….. ………………… .
. .
. .
. .
. .
. .
. .
. .
. .
. .
. .
n …………. ……. ……………. …………… ………….. ………………… Jumlah …….
……………. ……………
………….. …………………
3. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan TNGR Untuk mengetahui persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan
TNGR, digunakan skor penilaian yang dirumuskan berdasarkan Skala Likert Meuller 1996. Dalam penelitian ini, untuk mengukur tingkat persepsi
masyarakat terhadap TNGR dilakukan pengukuran terhadap beberapa obyek persepsi yang meliputi manfaat TNGR, dimana masing-masing obyek persepsi
ini dirinci lagi kedalam beberapa butir persepsi seperti yang disajikan pada Tabel 6. Pengukuran persepsi pada setiap butir penilaian disusun dalam bentuk
gradasi penilaian yang bergerak dari sangat bermanfaat sampai tidak bermanfaat.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat persepsi masyarakat berdasarkan obyek penilaian seperti yang diilustrasikan pada Tabel 6, maka dilakukan
klasifikasi terhadap total skor penilaian yang diperoleh dari sejumlah obyek dan butir penilaian. Dalam hal ini tingkat persepsi masyarakat dipilahkan menjadi 3
tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan ketegori didasarkan
57 pada total skor penilaian dengan interval kelas: skor tertinggi dikurangi skor
terendah dibagi jumlah kelas yaitu 3. Secara rinci obyek dan butir-butir penilaian persepsi masyarakat
terhadap keberadaan TNGR disajikan pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Obyek dan Butir-butir Penilaian Persepsi Masyarakat terhadap TNGR
Skor Persepsi Penilaian No Uraian
1 2 3 4 5 A
Manfaat Penggunaan Use Value
1 Manfaat Langsung
a. Sbr penghidupan masy. sekitar …. …. ….
…. ….
b. Sumber mata air …. …. ….
…. ….
c. Sumber perolehan makanan …. …. ….
…. ….
d. Tempat penggembalaan …. …. ….
…. ….
e. Sumber tanaman obat …. …. ….
…. ….
2 Manfaat Fungsional
a. Mencegah banjir …. …. ….
…. ….
b. Mencegah longsor …. …. ….
…. ….
c. Perlindungan terhadap angin …. …. ….
…. ….
3 Manfaat Pilihan
a. Tempat pelaks upacara adatritual …. …. ….
…. ….
b. Rekreasi
B. Manfaat Bukan Penggunaan Non Use Value
1 Manfaat Keberadaan
a. Habitat berbagai jenis tumbuhan …. …. ….
…. ….
b. Habitat berbagai jenis hewan …. …. ….
…. ….
2. Manfaat lainnya
a. Keindahanpemandangan …. …. ….
…. ….
Ket. : 1 = tidak bermanfaat 2 = kurang bermanfaat 3 = cukup bermanfaat 4 = bermanfaat 5 = sangat bermanfaat
4. Contingen Valuation Methods CVM
Contingen Valuation Methods CVM digunakan untuk mengetahui penilaian masyarakat lokal terhadap keberadaan sumberdaya hutan. CVM ini
pada hakekatnya untuk mengetahui: 1 keinginan membayar willingness to pay
atau WTP dari masyarakat terhadap perbaikan kualitas hutan, dan 2 keinginan menerima
willingness to accept atau WTA dari kerusakan hutan Fauzi 2006.
58 Dalam hal ini WTP adalah merupakan tingkat kesediaankemauan
masyarakat lokal responden untuk membayar biaya perbaikan kondisi hutan agar menjadi baik. Sedangkan WTA merupakan kompensasi yang bersedia
diterima masyarakat lokal responden sehingga mereka mau menerima perubahan lingkungan kearah yang lebih buruk.
5. Analisis Korelasi Spearman Korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara
persepsi masyarakat dengan tinggi rendahnya penilaian ekonomi terhadap sumberdaya hutan. Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui hubungan
antara tingkat pendapatan rumahtangga dengan kesediaan menjaga atau memelihara kelestarian sumberdaya hutan. Perhitungan korelasi spearman ini
dilakukan dengan formulasi sebagai berikut Siegel 1990:
N N
d r
N i
i s
− −
=
∑
= 3
1 2
6 1
dimana: d = x – y range 6. Analisis Pendapatan dan Kebutuhan Rumahtangga Keseimbangan
Ekonomi Rumahtangga Untuk mengetahui pendapatan rumahtangga dilakukan dengan
menjumlahkan penghasilan semua anggota keluarga kepala keluarga, istri, anak, dan anggota lainnya yang bersumber dari luar kehutanan maupun dari
kehutanan; dihitung dalam suatu periode tertentu. Selanjutnya dihitung proporsikontribusi pendapatan rumahtangga yang bersumber dari kehutanan.
Sementara itu perhitungan kebutuhan rumahtangga dilakukan dengan menjumlahkan semua kebutuhan rumahtangga, baik untuk kebutuhan primer,
sekunder, dan kebutuahn tersier; dihitung dalam suatu periode tertentu. Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan kebutuhan
keluarga dan diinventaris berbagai macam kebutuhan berdasarkan prioritas pemenuhannya. Selanjutnya dilakukan formulasi keseimbangan antara
kebutuhan dengan penghasilan rumahtangga. Dalam hal ini kebutuhan rumahtangga dibatasi pada kebutuhan-kebutuhan pokok kebutuhan primer
Selanjutnya untuk menganalisis tingkat pendapatan rumahtangga yang layak sehingga bersedia untuk ikut menjaga kelestarian sumberdaya hutan atau
59 tidak mengekspolitasi hutan secara berlebihan yang menimbulkan kerusakan,
maka dilakukan dengan pendekatan kebutuhan hidup layak bagi masyarakat lokal. Dalam hal ini kebutuhan hidup layak didasarkan pada kebutuhan dasar,
yaitu untuk pangan, sandang, papan, pendidikan dasar anak, dan kesehatan. Standar hidup layak yang digunakan sesuai dengan kriteria BPS. Analisis ini
dipadukan dengan menghitung opportunity cost seseorang untuk mengambil hasil hutan.
Untuk melengkapi hasil analisis ini dilanjutkan dengan analisis kebutuhan lahan minimal yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hidup layak, yaitu
dengan mengkonversi nilai kebutuhan hidup layak ke nilai produktivitas lahan minimum. Disamping itu dilakukan analisis peluang usahakegiatan yang dapat
dikembangkan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan. Kegiatan usaha ini diharapkan dapat mengkompensasi upaya masyarakat mengeksploitasi
sumberdaya hutan. 7. Analisis Partisipasi dalam pengelolaan TNGR;
Sama halnya dengan persepsi, pengukuran partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan TNGR juga dilakukan dengan skoring yang dirumuskan
berdasarkan Skala Likert Meuller 1996. Obyek partisipasi yang diukur adalah partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung, dimana masing-masing
obyek persepsi ini dirinci lagi kedalam beberapa butir persepsi seperti yang disajikan pada Tabel 7. Pengukuran persepsi pada setiap butir penilaian
disusun dalam bentuk gradasi penilaian yang bergerak dari partisipasi sangat tinggi sampai tidak berpartisipasi.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan obyek penilaian seperti yang diilustrasikan pada Tabel 7, maka dilakukan
klasifikasi terhadap total skor penilaian yang diperoleh dari sejumlah obyek dan butir penilaian. Dalam hal ini tingkat partisipasi masyarakat dipilahkan menjadi 3
tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan ketegori didasarkan pada total skor penilaian dengan interval kelas: skor tertinggi dikurangi skor
terendah dibagi jumlah kelas yaitu 3. Secara rinci obyek dan butir-butir penilaian partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan TNGR disajikan pada Tabel 7 berikut.
60 Tabel 7. Obyek dan Butir-butir Penilaian Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan TNGR Skor Partisipasi
No Uraian 1 2 3 4 5
A Partisipasi Langsung
1. Perencanaan …. …. ….
…. ….
2. Pemeliharaan …. …. ….
…. ….
3. PengawasanPengamanan …. …. ….
…. ….
B Partisipasi Tidak Langsung
1. Ketaatan terhadap peraturan per UU …. …. ….
…. ….
2. Ketaatan terhadap awig-awig …. …. ….
…. ….
Ket. : 1 = tidak terlibat 2 = kurang terlibat 3 = cukup terlibat 4 = sering terlibat 5 = sangat sering atau selalu terlibat
Analisis Data untuk Tujuan Penelitian 4 1. Analisis Isi
Content Analysis Digunakan untuk mengkaji potensi kebijakan yang mengaitkan berbagai
perundang-undangan, surat keputusan menteri dan peraturan pemerintah berkenaan dengan keberlanjutan pengelolaan hutan.
2. ArcView GIS Versi 3.3 Untuk mengetahui perkembangan keadaan biofisik dari TNGR dilakukan
dengan ArcView GIS Versi 3.3. Kondisi biofisik ini akan dilihat selama beberapa periode, tergantung kesediaan data GIS. Kondisi biofisik ini selanjutnya akan
dikaitkan dengan sejarah perkembangan perubahan tata nilai dan perilaku masyarakat dalam mengelola dan berinteraksi dengan sumberdaya hutan.
3. Sintesis Berbagai hasil analisis parsial untuk tujuan 1, 2, dan 3 disintesis secara
deskriptif dan selanjutnya dijadikan dasar untuk merumuskan berbagai alternatif desain model pemberdayaan masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan
hutan TNGR. Desain model yang dihasilkan sesuai dengan kondisi dan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat serta sumberdaya hutan
setempat spesifik lokasi. Dua sasaran utama yang dijadikan dasar pertimbangan dalam perumusan model pemberdayaan adalah: 1 kesejahteraan
masyarakat di sekitar TNGR, dan 2 kelestarian sumberdaya hutan TNGR.
61 Dalam hal ini parameter yang dijadikan penentu kesejahteraan adalah
pendapatanpenghasilan rumahtangga, sementara itu ukuran kelestarian adalah kondisi biofisik TNGR.
Berkenaan dengan kedua kriteria di atas, maka dalam rangka merumuskan model pemberdayaan masyarakat di kawasan TNGR diasumsikan
beberapa hal sebagai berikut : 1 Kelestarian dan daya dukung TNGR dianggap:
a. Tetap stabil; jika tidak ada perambahan, penebangan liar pengambilan kayu, perburuan satwa, serta dilakukan pengamanan;
b. Menurun; jika ada eksploitasi masyarakat kecuali pengambilan rumput, sayur, buah-buahan yang diijinkan serta tracking;
c. Meningkat; jika ada usaha konservasi dan rehabilitasi. 2 Kesejahteraan masyarakat di kawasan TNGR dianggap:
a. Tetap stabil; jika tidak ada peluang kerja baru danatau sumber penghasilan tambahan ttap seperti sebelumnya;
b. Menurun; jika terjadi kehilangan peluang danatau sumber penghasilan; c. Meningkat; jika ada lapangan kerja baru danatau peningkatan
produktivitas dari kegiatan sebelumnya. Selanjutnya yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
penyusunan desain model pemberdayaan masyarakat di kawasan TNGR hanyalah kriteria “tetap” atau “meningkat” dari salah satu atau kedua sasaran
pemberdayaan, sedangkan untuk kriteria “menurun” tidak akan dirumuskan. Pertimbangan ini didasarkan pada Teori Pareto
Paretian Welfare Economic mengenai Kesejahteraan Ekonomi Bergson 1954 yang menegaskan bahwa
dalam pembangunan ekonomi sedikitnya seorang harus meningkat kesejahteraannya dan tidak boleh ada satu orangpun yang mengalami
penurunan kesejahteraan. Berkenaan dengan pertimbangan di atas, dapat dirumuskan 4 empat
skenario model pemberdayaan, yaitu : Pertama : model pemberdayaan yang mengarah pada peningkatan kelestarian
dan daya dukung TNGR maupun kesejahteraan masyarakat sekitar; merupakan model yang paling ideal.
62 Kedua : model pemberdayaan yang mengarah pada peningkatan kesejahtera-
an masyarakat sekitar sedangkan kelestarian dan daya dukung TNGR tetap tidak berubah.
Ketiga : model pemberdayaan yang mengarah pada peningkatan kelestarian dan daya dukung TNGR sedangkan kesejahteraan masyarakat sekitar
tetap tidak berubah. Keempat : model yang lebih menekankan pada penjagaan keamanan TNGR;
tanpa dibarengi dengan upaya peningkatan kesejahteraan maupun kelestarian dan daya dukung TNGR.
Model-model pemberdayaan yang dapat dirumuskan berkenaan dengan pertimbangan di atas dapat diilustrasikan dalam bentuk matrik sebagaimana
disajikan pada Gambar 6 berikut. Biofisik
Kelestarian
Sasaran Pemberdayaan
Menurun ‐
Tetap Meningkat
+ Menurun
‐
X X X
X X
X
Tetap
X X
Model Keempat
Model Ketiga
K e
s r
a Meningkat
+
X
Model Kedua
Model Pertama Paling Ideal
Gambar 6. Matrik Skenario Model Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan TNGR 4. Analisis Hirarki Proses AHP.
Untuk menjawab tujuan umum yang memberikan keputusan terhadap desain model pemberdayaan masyarakat lokal yang paling realistis berdasarkan
tujuan yang dibangun, dilakukan Analisis Hirarki Proses AHP. Dalam hal ini, dari berbagai model pemberdayaan yang sifatnya spesifik, dirumuskandidesain
model pemberdayaan yang menjadi prioritas pengembangan berdasarkan kriteria pemanfaatan hutan secara lestari sebagaimana ditegaskan pada Pasal 15 ayat
3 PP No 34 Tahun 2002 tentang “Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan”;
yaitu mencakup aspek ekonomi, sosial dan ekologi. 1 Kriteria Ekonomi
a. Jumlah tenaga kerja yang bisa terlibat
63 b. Kebutuhan modalbiaya investasi pelaksanaan
c. Pendapatan yang diperoleh masyarakat d. Lama waktu menunggu hasil
e. Ketersediaan pasar untuk output yang dihasilkan 2 Kriteria EkologiBiofisik
a. Vegetasi hutan atau tutupan lahan b. Potensi lahan yang tersedia
3 Kriteria Sosial Budaya a. Kerawanan terhadap munculnya konflik sosial
b. Ketermpilankesiapan masyarakat sebagai kelompok sasaran c. Peningkatan kesadaran lingkungan hidup atau kelestarian hutan TNGR
Selengkapnya mengenai rancangan dan struktur Analisis Hirarki Proses AHP untuk pemilihan model pemberdayaan masyarakat di sekitar TNGR
disajikan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Struktur Analisis Hirarki Proses AHP Model Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani
Untuk menghasilkan model pemberdayaan diperlukan penilaian pakar melalui teknik wawancara langsung dengan para pakar. Penilaian elemen-
Model Pemberdayaan
Masyarakat Ekonomi
EkologiBiofisik
Sosbud Pendapatan
Vegetasi Hutan Masa tunggu
Kebt. Modal
Pasar
Potensi Lahan Jlh TK terlibat
Konflik Sosial Ketramp. Masy.
Kesadaran LH Model Pemberdayaan 1
Model Pemberdayaan 2
Model Pemberdayaan 3
Model Pemberdayaan 4
Model Pemberdayaan … Tujuan
Kriteria Sub Kriteria
Alternatif Model
64 elemen yang dilibatkan dalam analisis menggunakan skala perbandingan
berpasangan dengan penilaian seperti pada Tabel 8 berikut Marimin 2004; Saaty 1993; Widodo 2006:
Tabel 8. Skala Pembandingan Berpasangan Dalam Penilaian Elemen- Elemen Suatu Hirarki
Nilai Keterangan
1 Kriteriaalternatif yang dibandingkan mis A B “sama
penting” 3
Kriteriaalternatif A “sedikit lebih penting” dari B 5
Kriteriaalternatif A “jelas lebih penting” dari B 7
Kriteriaalternatif A “sangat jelas lebih penting” dari B 9
Kriteriaalternatif A “mutlak lebih penting” dari B 2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber: Marimin 2004
IV. GAMBARAN UMUM TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI 4.1 Letak dan Luas
Taman Nasional Gunung Rinjani TNGR merupakan salah satu dari 20 Taman Nasional Model di Indonesia. Fungsi pokoknya sesuai Undang-undang
No. 5 Tahun 1990 tentang “Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya”, yaitu: 1 perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan 3 pemanfaatan secara Iestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Taman Nasional Gunung Rinjani TNGR berada di Pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116
21’30”– 116
34’15” Bujur Timur dan 8 18’18”–8
32’19” Lintang Selatan. Kawasan ini ditetapkan statusnya sebagai taman nasional berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 280Kpts-VI1997 Tanggal 23 Mei 1997 dengan luas definitif 41.330 ha. Pada awalnya TNGR merupakan kawasan Suaka
Margasatwa yang ditetapkan Gubernur Hindia Belanda berdasarkan Surat Keputusan Nomor 15 Staatsblad Nomor 77 tanggal 12 Maret 1941 Balai TNGR,
2006a. Secara administratif TNGR termasuk dalam tiga wilayah kabupaten di
Pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu Kabupaten Lombok Barat ± 12.357,67 ha, Kabupaten Lombok Tengah ± 6.819,45 ha, dan Kabupaten
Lombok Timur ± 22.152,88 ha. Dari ketiga kabupaten tersebut terdapat 11 kecamatan dan 37 desa yang berbatasan dengan TNGR Lampiran 4. Batas
kawasan TNGR dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Hutan Produksi
Kecamatan Bayan Sebelah Timur : Hutan Lindung dan Tanah Milik Masyarakat
Kecamatan Sembalun dan Swela Sebelah Selatan : Tanah Milik Masyarakat
Kecamatan Wanasaba, Aikmel, Sikur, Montong Gading, Kopang, dan Batukliang Utara
Sebelah Barat : Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Kecamatan Kayangan dan Gangga