Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunng Rinjani

VIII. MODEL DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

8.1 Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunng Rinjani

Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekonomi di daerah pedesaan, aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar TNGR terkonsentrasi pada sektor pertanian. Lebih dari 80 penduduk yang berdomisili di 37 desa sekitar TNGR memiliki sumber penghasilan utama dari sektor pertanian, yaitu sebagai petani pemilik, penggarap, buruh tani, dan peternak. Sementara sumber penghasilan yang berasal dari luar pertanian antara lain perdagangan, industri, dan buruh kasar Gambar 15. Kecilnya proporsi penduduk yang sumber utama penghasilannya dari luar pertanian mencerminkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat kurang bervariasi terkonsentrasi pada sektor pertanian sehingga dapat dikatakan bahwa budaya masyarakat sekitar Hutan Rinjani adalah budaya pertanian. Gambar 15. Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Sekitar TNGR Sumber: BPS NTB 2006. Dari struktur perekonomian masyarakat sekitar TNGR sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15 di atas dapat diketahui bahwa proporsi penduduk yang bekerja sebagai buruh tani masih cukup besar 24. Karena berprofesi sebagai buruh tani, maka penghasilan ekonomi rumahtangga sangat tergantung pada ketersediaan aktivitas usahatani di kawasan sekitar TNGR. Kelompok inilah yang sangat rentan dan potensial terhadap kegiatan penebangan liar illegal 130 logging, baik di kawasan TNGR maupun di kawasan hutan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa aktivitas interaksi masyarakat untuk mengambil mengekstraksi hasil hutan kayu HHK mengalami peningkatan pada musim kemarau sebagai akibat tidak tersedianya lapangan kerja di bidang pertanian aktivitas usahatani. Berdasarkan kenyataan ini maka untuk menjamin agar kelompok masyarakat ini tidak melakukan penebangan liar di wilayah TNGR danatau kawasan hutan lainnya, perlu diciptakan dan dikembangkan alternatif kegiatan ekonomi produktif yang dapat mendatangkan penghasilan bagi masyarakat secara terus menerus sehingga dapat mengkompensasi penghasilan yang diperoleh dari hasil hutan kayu. Dengan perkataan lain, perlu dilakukan pemberdayaan ekonomi kelompok masyarakat yang berprofesi sebagai buruh tani. Pemberdayaan ekonomi perlu juga dilakukan terhadap kelompok peternak, petani pemilik dan penggarap, maupun kelompok masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena rata-rata penghasilan yang diperoleh setiap bulannya secara umum belum dapat mencukupi semua keperluan anggota rumahtangga. Petani pemilik misalnya, dari 40 orang 26,67 responden yang memiliki lahan sawah, rata-rata luas kepemilikannya 0,38 ha. Dengan luasan ini maka kebutuhan rumahtangga belum dapat dipenuhi asumsi penghasilan rumahtagga hanya dari hasil sawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan produktivitas padi pada lahan sawah di kawasan TNGR sebesar 5,04 tonha 2006, maka minimal setiap keluarga harus memilikimengusahakan 0,97 ha sawah asumsi 1 kali panen atau 0,48 ha asumsi 2 kali panen dalam setahun. Sementara untuk padi ladang, minimal setiap keluarga memilikimengusahakan 2,43 ha ladang asumsi 1 kali panen dengan rata-rata produksi 2,79 tonha. Kegiatan lainnya yang banyak digeluti masyarakat di sekitar TNGR adalah pengembangan ternak terutama sapi. Berdasarkan data populasi ternak di kawasan TNGR BPS NTB, 2006 nampak bahwa ternak yang banyak dikembangkan masyarakat adalah sapi Gambar 16. Jenis ternak lainnya yang dikembangkan masyarakat sekitar TNGR terutama di Kecamatan Bayan dan Kayangan, Kabupaten Lombok Barat Bagian Utara adalah kambingdomba. Sementara ternak kerbau hampir tidak ada yang mengembangkan keculi di Kecamatan Bayan. Begitu juga halnya dengan kuda, hanya beberapa orang saja yang memeliharanya, yaitu terbatas pada mereka yang memiliki usaha transportasi berupa gerobakpedati; bukan untuk pemeliharaan komersial. 131 Kurangnya minat masyarakat mengembangkan kuda secara komersial karena permintaannya relatif kecil, bahkan permintaan konsumsi daging kuda terutama permintaan lokal hampir tidak ada. Gambar 16 memperlihatkan bahwa secara spacial dilihat dari jumlah populasinya, pemeliharaan ternak khususnya sapi banyak dikembangkan masyarakat di bagian utara TNGR, yaitu di Kecamatan Bayan dan Kayangan Kebupaten Lombok Barat serta Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Meskipun demikian, pengembangan ternak sapi menyebar di seluruh wilayah sekitar TNGR. Pemeliharaan ternak sapi oleh masyarakat sekitar TNGR tidak hanya bermotif ekonomi untuk memperoleh nilai tambah kentungan ekonomi jangka pendek, melainkan dimanfaatkan tenaganya sebagai pekerja untuk mengolah lahan pertanian, bahkan dijadikan tabungan saving yang sewaktu- waktu dapat digunakan untuk keperluan mendesak. Dominannya populasi sapi dibandingkan ternak lainnya di semua kawasan sekitar TNGR mengindikasikan bahwa masyarakat sekitar TNGR telah familier dengan usaha peternakanpemeliharaan sapi, meskipun dilakukan secara tradisional dalam skala kecil. Kenyataan ini didukung oleh hasil survei yang menunjukkan bahwa dari 150 rumahtangga contoh, sebanyak 73 rumahtangga 48,67 diantaranya memilikimemelihara ternak sapi dengan jumlah kepemilikan bervariasi antara 1 – 4 ekor dimana jenis sapi yang dikembangkan adalah sapi bali untuk menghasilkan sapi bibitbakalan. Usaha ini biasanya terintegrasi dengan kegiatan usahatani sehingga proses produksi untuk menghasilkan sapi bibitbakalan dilakukan dengan cara “zero waste” dan “zero cost”. Artinya, limbah ternak berupa kotoran feces dan sisa pakan dijadikan pupuk kandang kompos untuk tanaman; sedangkan limbah pertanian berupa jerami danatau dedaunan digunakan sebagai pakan ternak sapi. Sistem pemeliharaan sapi yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan TNGR adalah diikat dan dikandangkan semi intensif. Kecuali itu, khusus di wilayah Kecamatan Sembalun, sebagian besar peternak tidak mengikat dan mengkandangkan ternaknya serta tidak memberi makan secara khusus; melainkan dilepas berkeliaran secara bebas mencari makan sendiri tanpa pengawasan termasuk di kawasan TNGR. Umumnya masyarakat tidak mau mengkandangkan dan mencarikan makan ternaknya dengan alasan tidak mau dijajah ternak. 132 Gambar 16. Distribusi Populasi Ternak pada Setiap Desa di Sekitar TNGR Sumber: BPS NTB 2006. 133 Tata nilai dan kebiasaan inilah yang perlu dirubah melalui berbagai bentuk penyadaran agar mereka mau mengandangkan ternaknya. Alasannya selain untuk pengamanan kawasan TNGR; dengan dikandangkan maka kotorannya dapat ditampung di satu tempat sehingga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas dan dilanjutkan dengan pembuatan kompos untuk berbagai keperluan tanaman, terutama untuk pengembangan tanaman hias dan tanaman lainnya. Terlebih lagi daerah Sembalun merupakan kawasan pengembangan berbagai jenis sayuran dataran tinggi yang membutuhkan pupuk kandang dalam jumlah besar. Begitu pula dengan pengembangan rumput pakan ternak membutuhkan pupuk kandang sebesar 30 – 40 tonha. Di wilayah lainnya, meskipun pemeliharaan sapi dilakukan dengan sistem dikandangkan dan diberi makan, namun tidak ada peternak yang secara spesifik menanam rumput pakan karena pemeliharaan dilakukan dalam skala kecil dan tidak semata-mata berorientasi komersial. Selama ini pakan ternak sapi diambil dari wilayah sekitar termasuk wilayah TNGR. Jenis pakan yang diberikan kepada ternaknya selain berupa rumput, dedaunan termasuk daun kaliandra, juga diberikan limbah pertanian seperti jerami padi, jagung, kacang tanah, batang pisang, pelepah daun kelapa, dan berbagai limbah pertanian lainnya. Akhirnya dengan melihat potensi lahan lahan kering di kawasan TNGR dan daya dukung lainnya serta kebiasaan dan antusiasme masyarakat untuk mengembangkan ternak sapi, maka salah satu alternatif pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan TNGR dapat dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan sapi. Kegiatan ekonomi lainnya yang dilakukan masyarakat di kawasan penyangga TNGR adalah mencari lebah madu alam seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sajang dan Bilok Petung Resort Sembalun. Pencarian madu alam biasanya dilakukan pada bulan September sampai dengan Nopember waktu panen madu alam. Perolehan madu terbanyak biasanya dihasilkan bulan Oktober bertepatan dengan masa berbunga berbagai jenis tanaman sebagai pakan lebah. Pencarian madu alam ini dilakukan secara berkelompok 2 – 4 orang dengan lokasi pencarian di kawasan hutan lindung dan TNGR. Selama musim panen biasanya setiap kelompok bisa melakukan pengambilanpanen rata-rata 4 – 5 kali dengan hasil rata-rata setiap kali pengambilan sebesar 12 liter. 134 Sementara itu warga Desa Perian Dusun Srijata dan Dasan Paok melakukan kegiatan mencarimemetik pakis sayur yang tumbuh alami di wilayah Zona Pemanfaatan Tradisional untuk dijual. Frekwensi pengambilan 3 – 4 kali dalam seminggu, dimana para pengambil pakis ini seluruhnya wanita yang berjumlah sekitar 150 orang. Selain sayur, potensi hasil hutan bukan kayu dari wilayah Srijata zona pemanfaatan tradisional yang selama ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah buah nangka. Pengambilan buah nangka biasanya dilakukan selama 2 bulan dalam setahun Agustus-September. Hasil analisis Kurniawati 2006, menunjukkan rata-rata setiap orang dapat mengambil buah nagka sebanyak 30 butir per hari dengan jumlah orang yang mengambil sebanyak 200 orang. Jadi dapat diperkirakan jumlah buah nangka yang diambil masyarakat dari wilayah ini setiap tahunnya berjumlah ± 360 000 butir jumlah yang cukup besar. Sayangnya buah nangka yang diambil ini adalah nangka muda untuk sayur sehingga nilai jualnya relatif rendah, yaitu sekitar Rp 700,- per butir. Dengan melihat potensi produksi yang cukup besar ini maka sangat memungkinkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan agroindustri berbahan baku nangka seperti dodol nangka, keripik nangka, dan berbagai produk olahan lainnya. Pengembangan agroindusti ini selain dapat meningkatkan nilai tambah produk, juga akan dapat membuka peluang kerja dan peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar. Hasil hutan bukan kayu HHBK lainnya yang diambil masyarakat dari kawasan TNGR adalah rumput untuk dijadikan pakan ternak sapi. Kegiatan ini terutama sekali dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di wilayah bagian selatan dan berbatasan atau berdekatan dengan kawasan TNGR, meliputi Resort Stiling, Joben, Kembang Kuning, dan Aikmel. Rata-rata frekwensi pengambilan rumput dilakukan 1 – 2 kali per hari dengan volume penganbilan ± 40 kg untuk setiap kali pengambilan. Dilihat dari tujuan pengambilan, ada yang digunakan sendiri sebagai pakan ternak piaraannya dan ada juga yang bermotif ekonomi untuk dijual sebagai salah satu sumber penghasilan. Di sisi lain, sebagai dampak pengganda multiplier effect dari pengembangan ekowisata TNGR baik untuk pendakian maupun pengembangan obyek-obyek wisata lainnya seperti “Otak Kokok” Resort Joben dan “Air Terjun Jeruk Manis” Resort Kembang Kuning, berbagai peluang usaha dapat dikembangkan. Dalam beberapa tahun terakhir banyak masyarakat sekitar yang 135 melakukan usaha berkenaan dengan kegiatan ekowisata antara lain menjadi guide, porter, menjual makanan dan menyewakan tempat penginapan bagi wisatawan berupa bungalow dan lain sebagainya. Pekerjaan menjadi guide belum dominan dilakukan oleh masyarakat sekitar tetapi sangat penting untuk diupayakan bagi masyarakat setempat. Jumlah masyarakat yang menjadi guide hingga saat ini masih sangat terbatas, yaitu sekitar 10 orang dengan penghasilan rata-rata sebesar Rp 75 000,- per hari. Sedikitnya masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini karena membutuhkan keterampilan tertentu terutama bahasa asing. Selama ini, guide yang digunakan sebagian besar berasal dari hotel atau biro perjalanan yang digunakan oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara. Beberapa petugas taman nasional juga merangkap sebagai guide. Akan lebih baik lagi jika masyarakat setempat yang diberdayakan untuk menekuni pekerjaan ini. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mewujudkan hal tersebut, misalnya dengan mengefektifkan kegiatan kursus bahasa asing dan pelatihan interpreter bagi masyarakat setempat sehingga dimasa yang akan datang diharapkan masyarakat lokal akan menjadi pelaku utama pekerjaan ini. Jenis kegiatan dominan yang dilakukan masyarakat berkenaan dengan kegiatan pendakian trekking ke TNGR adalah menjadi porter. Jasa porter diperlukan untuk membawa dan mengangkut barang-barang atau perlengkapan wisatawan seperti makanan, peralatan pendakian, pakaian, alat memasak dan lain sebagainya. Selain mengangkut barang, jasa porter juga diperlukan untuk memasak dan menyiapkan makanan bagi wisatawan. Pengguna jasa porter memilih memanfaatkannya agar perjalanan wisatanya lebih santai dan tidak terbebani oleh barang bawaan. Jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini telah mencapai 312 orang dimana 180 orang diantaranya telah dilatih oleh Rinjani Trek Management Board RTMB, yaitu lembaga yang membina treking Rinjani. Rata-rata penghasilanbayaran yang didapatkan seorang porter atas jasa yang dilakukan adalah sebesar Rp 60 000,- per hari. Kegiatan porter di kedua pintu masuk pendakian Senaru dan Sembalun diatur dan dikoordinir oleh koperasi yang berada pada masing-masing pintu masuk pendakian. Di Jalur pendakian Sembalun diatur oleh Koperasi “Sinar Rinjani” sedangkan di jalur pendakian Senaru dikoordinir oleh Koperasi “Citra Wisata” Senaru. 136 Usaha lainnya yang juga dilakukan oleh masyarakat sekitar, bahkan sebagian diantaranya sebagai pekerjaan pokok adalah penginapan homestay. Kondisi desa persinggahan yang alami menjadikan potensi usaha homestay baik untuk dilakukan. Tarif homestay di desa sekitar TNGR bervariasi antara Rp 60 000,- sampai Rp 150 000,- per malam tergantung pada kelas homestay. Kegiatan lain yang juga diusahakan adalah suvenir khas lokal atau khas Pulau Lombok. Jenis suvenir yang di jual bermacam-macam seperti anyaman, gantungan kunci, baju kaos dan ukiran kayu dengan motif lokal. Kegiatan ini terutama sekali banyak dilakukan di Desa Senaru pintu masuk TNGR di Kabupaten Lombok Barat. 8.2 Potensi Biofisik Kawasan 8.2.1 Kawasan TNGR

Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)

8 75 79

Model partisipatif perhutanan sosial menuju pengelolaan hutan berkelanjutan (Kasus pembangunan hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan lindung di Pulau Lombok)

2 79 308

Model partisipatif perhutanan sosial menuju pengelolaan hutan berkelanjutan (Kasus pembangunan hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan lindung di Pulau Lombok)

2 37 597

Persepsi, Motivasi dan Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan dalam Pengelolaan Kawasan Hutan (Kasus Kawasan Hutan sekitar Desa Gunung Sari di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

0 3 41

Analisis Pengelolaan Koridor antata Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun dengan Kawasan Hutan Lindung Gunung Salak Berdasarkan Kondisi Masyarakat Sekitar

0 4 181

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI PELESTARIAN HUTAN LINDUNG :Studi Kasus di Masyarakat Sekitar Hutan Gunung Simpang Cibuluh Cidaun Cianjur Selatan.

1 1 46

Model Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Hutan Kabupaten Jember

0 2 5

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11