Kerangka Pemikiran PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7

1.3 Kerangka Pemikiran

Taman Nasional Gunung Rinjani TNGR merupakan salah satu kawasan konservasi dan merupakan potensi pembangunan NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan siklus hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok mengingat 90 sungai di Pulau Lombok berhulu di TNGR, mempertahankan sumber plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan fauna tropika yang beberapa diantaranya termasuk golongan endemik FAO 1981; Dinas Kehutanan NTB 1997. Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok. Kerusakan atau degradasi kawasan TNGR akan berdampak negatif pada sistem ekologi Pulau Lombok dan selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat ke arah negatif. Keberadaan TNGR selain memberikan manfaat fisik hidrologis, stabilisasi iklim, habitat vegetasi dan satwa maupun mempertahankan siklusdegradasi hara tanah, juga memiliki potensi yang penting ditinjau dari sisi sosial ekonomi budaya masyarakat kayu, padang penggembalaan, lahan pertanian, tanaman buah, aset pariwisata alam dan pendidikan. Namun demikian dalam pengelolaan saat ini masih dijumpai beberapa permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik Abas 2005. Dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional RPTN Gunung Rinjani Tahun 1998–2023 dinyatakan bahwa issu konflik dalam pengelolaan kawasan TNGR terdiri atas permasalahan kawasan yakni perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, penggembalaan ternak maupun tumpang tindih kawasan untuk kepentingan lain jalan raya dan permasalahan pengelolaan yang terdiri dari masalah institusional, sumberdaya manusia, saranaprasarana, database yang minim, pendanaan maupun masalah teknis lainnya Dinas Kehutanan Dati I NTB 1997. Berkenaan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka kerangka pemikiran dalam penyusunan model pemberdayaan masyarakat di sekitar TNGR didasarkan pada dua sasaran utama, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan kelestarian daya dukung sumberdaya hutan TNGR. Untuk itu dilakukan telaahan komprehensif terhadap aspek biofisik, sosial ekonomi, dan kelembagaan TNGR. Pada aspek kelembagaan dilakukan evaluasi kebijakan menyangkut lembaga pengelola, peraturan perundangan yang berkenaan dengan 8 pengelolaan serta akses masyarakat terhadap TNGR. Pada aspek biofisik dikaji perubahan biofisik TNGR berkenaan dengan terjadinya interaksi masyarakat. Sementara itu untuk aspek sosial ekonomi, dilakukan kajian terhadap masyarakat lokal dengan segala entitasnya, menyangkut ekonomi, sosial, dan kelembagaan masyarakat. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan hutan khususnya para petani yang berlahan sempit, salah satu andalan sumber penghasilan rumahtangga adalah dari berbagai bentuk hasil hutan. Dapat diduga bahwa ketergantungan dan interaksi masyarakat dengan hutan pada awalnya didasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar. Akan tetapi dengan berbagai perkembangan dan globalisasi informasi, memicu terjadinya transformasi sosial ekonomi termasuk masyarakat di sekitar kawasan hutan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola fikir dan pola tindak dari masyarakat termasuk gaya hidup. Semua ini tentunya akan berimplikasi terhadap upaya pemenuhan kebutuhan yang tidak hanya primer, tetapi juga sekunder dan tersier. Jika kebutuhan ini tidak dapat ditutupi oleh penghasilan keluarga dari sumber luar kehutanan, maka akan mengakibatkan tekanan yang semakin berat terhadap sumberdaya hutan. Artinya, eksploitasi sumberdaya hutan akan semakin meningkat. Di satu sisi ketergantungan terhadap keberadaan hutan akan menjadi insentif bagi masyarakat untuk memeliharanya; didasarkan pada berbagai kearifan lokal yang diyakini secara turun temurun. Namun di sisi lain, akibat desakan kebutuhan yang semakin meningkat serta adanya faktor-faktor lain justru akan menjadi pemicu perambahan hutan. Peraturan perundangan yang berlaku memang memberikan akses kepada masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan hutan termasuk memanfaatkan hasil hutan, namun harus mematuhi berbagai ketentuan dan rambu-rambu yang berlaku. Dengan demikian, adanya akses dan peluang yang tersedia serta tuntutan berbagai kebutuhan menjadi pemicu bagi masyarakat lokal dengan segala entitasnya untuk berinteraksi motif ekonomi dengan kawasan hutan. Disamping itu, faktor eksternal yang mendorong tinggi rendahnya interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dalam rangka pengambilan hasil hutan berupa kayu diduga disebabkan permintaan kayu terutama untuk keperluan bangunan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Di sisi lain, dengan ditemukannya berbagai jenis alat dan mesin 9 pemotong kayu chain saw akan sangat membantu dan memudahkan masyarakat untuk menebang kayu hutan dengan ukuran dan kapasitas yang jauh lebih besar. Kenyataan ini menjadi pemicu terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan daya regenerasinya sehingga pada akhirnya akan menimbulkan degradasi. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pengkajian secara cermat dan komprehensif guna merumuskan model pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan. Dalam hal ini model yang dirumuskan disesuaikan dengan karakteristik spasial masing-masing lokasi spesifik lokasi dengan mempertimbangkan aspek biofisik, kelembagaan, dan sosial ekonomi masyarakat. Selanjutnya akan disusun sebuah model yang berlaku secara umum untuk semua lokasi; didasarkan pada nilai-nilai virtue yang berlaku secara umum. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. 10 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Ket. : Aliran informasi Kesatuan masyarakat dengan segala entitasnya MASYARAKAT LOKAL PENDAPATAN RT - Hutan - Non Hutan Akses Masy KEBUTH. RT - Kebth. Pokok - Kebth. Lain Pola Gaya Hidup INTERAKSI DG HUTAN - Btk Jenis - Frekuensi - Motif Tata Nilai Kearifan Lokal TAMAN NASIONALGUNUNG RINJANI TNGR MODEL-MODEL PEMBERDAYAAN MASY. LOKAL BIOFISIK SOSEK KELEMBAGAAN EKONOMI SOSIAL KELEMBAGAAN ASET RT Persepsi Masy ttg Keberadaan TNGR Lbg Adat KMH Lbg. Pengelola Peratutan Per UU Evaluasi Kebijakan - Perub Tataguna Lahan - Perub Kerapatan Vegetasi Faktor Penentu Interaksi - Kebt. Lhn min - Alt. Kegt. Ush Tk. Pendapatan Minimum Peran Lbg Adat Penilaian Ek. SDH AHP MODEL PEMBERDAYAAN PRIORITAS STRATEGI PEMBERDAYAAN 11

1.4 Manfaat Penelitian

Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)

8 75 79

Model partisipatif perhutanan sosial menuju pengelolaan hutan berkelanjutan (Kasus pembangunan hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan lindung di Pulau Lombok)

2 79 308

Model partisipatif perhutanan sosial menuju pengelolaan hutan berkelanjutan (Kasus pembangunan hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan lindung di Pulau Lombok)

2 37 597

Persepsi, Motivasi dan Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan dalam Pengelolaan Kawasan Hutan (Kasus Kawasan Hutan sekitar Desa Gunung Sari di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

0 3 41

Analisis Pengelolaan Koridor antata Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun dengan Kawasan Hutan Lindung Gunung Salak Berdasarkan Kondisi Masyarakat Sekitar

0 4 181

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI PELESTARIAN HUTAN LINDUNG :Studi Kasus di Masyarakat Sekitar Hutan Gunung Simpang Cibuluh Cidaun Cianjur Selatan.

1 1 46

Model Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Hutan Kabupaten Jember

0 2 5

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11