93
5.2 Frekwensi Interaksi
Frekwensi interaksi sebagaimana disajikan pada Tabel 15 hanya difokuskan pada interaksi dengan motif ekonomi berupa ekstraksi hasil hutan.
Interaksi berupa kegiatan bercocok tanam di kawasan jalur hijau TNGR tidak dikaji dan dianalisis secara mendalam karena dilakukan secara rutin dan bersifat
resmi dan saat ini sudah tidak dilakukan lagi. Begitu pula halnya dengan interaksi yang motifnya bukan ekonomi pendakian tidak diperhitungkan karena kegiatan
ini diasumsikan tidak merusak kelestarian sumberdaya hutan TNGR. Data frekwensi interaksi yang disajikan pada Tabel 15 adalah rata-rata
dari responden yang melakukan interaksi, yaitu 111 rumahtangga bukan rata- rata dari seluruh responden serta frekwensi interaksi adalah yang dilakukan oleh
seluruh anggota rumahtangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata frekwensi interaksi untuk pengambilan hasil hutan kayu HHK lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil hutan bukan kayu HHBK, yaitu rata-rata frekwensi interaksi HHK mencapai lebih dari 2 dua kali interaksi HHBK. Dengan
perkataan lain interaksi HHK terutama untuk pengambilan kayu bakar lebih intensif dibandingkan dengan interaksi HHBK. Kenyataan ini dapat dimaklumi
karena selain untuk dijual, sebagian kayu bakar hasil interaksi digunakan untuk konsumsi sendiri.
Tabel 15. Rata-rata Frekwensi Responden Berinteraksi dengan Hutan Dirinci Menurut Jenis dan Lokasi Interaksi
Rata-rata Frekwensi Interaksi kalibulan
No Jenis Interaksi
TNGR Luar-TNGR Agrega t
1. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu HHK 11
7 9
a. Kayu BalokBangunan 8
5 7
b. Kayu Bakar 10
7 9
2. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK 4
5 4
a. Madu 1
2 2
b. Berburu 3
2 3
c. Sayur 10
8 9
HHK + HHBK 12
7 10
Berkenaan dengan kegiatan penebangan, metodeteknik yang digunakan oleh masyarakat pelaku penebangan liar untuk menentukan jenis pohon yang
akan ditebang adalah: 1 memilih kayu yang sudah tua dan hampir mati 2
94 memilih kayu dengan posisi yang tidak akan banyak merusak pohon lainnya 3
memilih kayu yang bernilai ekonomi tinggi, 4 sesuai dengan permintaan konsumen, 5 memilih kayu besar, 6 sembarang, dan 7 kombinasi dari
berbagai pertimbangan. Kayu hasil jarahan penebangan liar ada yang diangkut dalam bentuk
gelondongan dan ada juga yang diolah langsung sebelum dikeluarkan dari hutan, yaitu dijadikan balok, lis, atau bahan bangunan lainnya seperti rangka pintu dan
jendela rumah. Lokasi pengolahan dilakukan secara berpindah-pindah sehingga aparat kesulitan untuk melacaknya. Selanjutnya hasil tersebut dijual ke pedagang
penadah yang berada di kampung-kampung atau di tempat-tempat tersembunyi. Kepada para penebang kayu bahasa setempat “peramoq”
diberikan modal atau pinjaman terlebih dahulu sebelum mengambil kayu di hutan.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa lokasi kegiatan interaksi untuk pengambilan HHK di kawasan TNGR lebih intensif dibandingkan dengan luar
TNGR. Kenyataan ini mencerminkan bahwa kawasan TNGR masih rawan terhadap kegiatan penebangan liar
illegal logging. Karena itu diperlukan kesadaran dan partisipasi semua pihak untuk menyelamatkan dan melestarikan
keberadaan TNGR. Lebih intensifnya interaksi HHK dibandingkan HHBK mengindikasikan harapan ekonomi motif ekonomi dari kegiatan interaksi. Hal ini
seiring dengan pernyataan 67 orang 44,67 responden yang mengakui bahwa sumber penghasilan utama keluarga adalah dari hasil interaksi dengan hutan dan
69 orang 46,00 sebagai sumber penghasilan sampingan. Lebih lanjut 117 orang 78 mengungkapkan bahwa hasil interaksi terutama HHK digunakan
untuk menutupi keperluan hidup makan keluarga sehari-hari. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif untuk melakukan interaksi dengan
hutan adalah karena alasan ekonomi. Meski demikian, pengambilan hasil hutan terutama kayu merupakan
pilihan terakhir bagi warga masyarakat karena tidak ada alternatif lain. Hal ini tercermin dari berkurangnya gangguan penebangan liar
illegal logging pada musim penghujan. Setelah dilakukan penelusuran dan analisis ternyata penyebab
terjadinya penurunan gangguan ini karena banyak tersedia lapangan kerja di sektor pertanian berkenaan dengan aktivitas usahatani. Kuantitas dan kualitas
gangguan keamanan hutan penebangan liar berkurang secara signifikan ketika musim hujan tiba seiring dengan mulainya aktivitas pertanian di lahan sawah
95 danatau kebun. Sebagai gambaran, rata-rata interaksi pada musim hujan hanya
berkisar 3 - 4 kali per bulan, sedangkan pada musim kemarau 3 – 5 kali per minggu.
Kenyataan ini seiring dengan Teori Pilihan Coleman dalam Wrihatnolo dan Dwidjowijoto 2007 yang mengatakan bahwa tindakan perseorangan
mengarah pada suatu tujuan, dimana tujuan dan juga tindakan ditentukan oleh nilai atau pilihan
preferency. Dalam hal ini aktor memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang memuaskan keinginan dan kebutuhan
mereka.
5.3 Faktor-faktor Penentu Interaksi