Latar Belakang Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar di Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang mempunyai peran penting sebagai penyangga buffer lingkungan, hal ini berhubungan dengan fungsi gambut dalam gatra hidrologis, biogeokimia dan ekologis. Gambut secara hidrologis dapat menyimpan air dimana gambut yang masih mentah fibrik dapat menyimpan air sangat besar antara 500 - 1.000 bobot kgm 3 . Gambut rawa alami selain sebagai daerah tampung air juga penyeimbang sistem tata air wilayah control water system. Gambut merupakan kawasan penyerap dan penyimpan air aquifer selama musim hujan, tetapi pada saat curah hujan sedikit secara perlahan melepaskan air simpanannya Noor 2001. Banyak diantara areal hutan Indonesia yang terletak di lahan gambut dan tanah organik yang mengandung karbon dalam jumlah yang besar. Lahan gambut yang belum terganggu merupakan rosotsink untuk CO 2 dan sumber bagi gas metan CH 4 . Pengeringan lahan gambut untuk meningkatkan produktivitas hutan secara jelas telah menghentikan emisi CH 4 , tetapi menimbulkan emisi CO 2 melalui proses dekomposisi aerobik. Pengeringan lahan gambut yang menyebabkan 20 – 30 cm lahan gambut yang mengalami dekomposisi aerobik, untuk kemudian dijadikan hutan dapat mengeluarkan emisi karbon yang bahkan lebih besar dari jumlah karbon yang diserap oleh hutan Brown 2002. Penyimpanan atau pemendaman karbon berkaitan dengan pengukuhan iklim global dan kemantapan ekosistem alami. Kemampuan memendam karbon dari lahan gambut cukup besar yang berarti dapat membatasi emisi gas rumah kaca seperti CO 2 karbondioksida di atmosfer dengan laju pemendaman karbon rata-rata gambut di Kalimantan sekitar 0,74 tonhatahun. Jumlah karbon yang tersimpan pada kawasan tropik dapat mencapai 5.000 tonha, diantaranya 1.200 tonha gambut dunia Noor 2001. Indonesia telah menjadi negara penyumbang gas rumah kaca terbesar ke-3 diantara negara teratas Amerika dan Cina sebagai negara penghasil gas rumah kaca dunia. Posisi ini didapat hanya dari emisi CO 2 dari deforestrasi. Emisi tahunan dari perubahan tata guna lahan dan kehutanan di estimasi oleh IPCC mencapai hingga 2.563 MtCO 2 e dan sebagian besar diperoleh dari deforestrasi Houghton 2003 dalam Peace 2007. Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup 2003, sekitar 24 milyar ton karbon BtC tersimpan pada tanaman dalam tanah dan 80 dari jumlah tersebut berada di hutan, atau sekitar 19 miliar ton karbon. Diantara 108 juta hektar luas hutan di Indonesia, hampir setengahnya berada pada kondisi yang rusak dan terdegradasi Departemen Kehutanan 2006. Perubahan tata guna lahan dan deforestrasi diperkirakan mencapai 2 juta hektar yang dapat menyebabkan pelepasan simpanan karbon Indonesia dalam jumlah yang besar. Emisi karbon dioksida paling besar disumbangkan oleh sektor kehutanan. Sekitar 75 berasal dari deforestrasi dan konversi lahan, diikuti 23 dari penggunaan energi di sektor kehutanan dan 2 dari proses industri di sekitar kehutanan. Kebakaran hutan adalah kontributor utama deforestrasi dan konversi lahan dengan jumlah mencapai 57 dari total deforestrasi dan konversi lahan Peace 2007. Penelitian Wetlands International 2006 dalam Peace 2007, menunjukkan dampak yang dahsyat atas perusakan lahan gambut terhadap perubahan iklim. Setiap tahun, 2.000 juta ton CO 2 terlepas dari hutan, 600 juta ton diantaranya disebabkan oleh dekomposisi dari lahan gambut kering sebuah proses yang akan terus berlanjut sampai seluruh gambut habis dan 1.400 juta ton dihasilkan dari kebakaran tahunan. Selanjutnya sebuah studi yang dilakukan Page 2002 menunjukkan bahwa kebakaran lahan gambut di Indonesia pada tahun 1997 telah menghasilkan kehilangan karbon antara 810 sampai 2.470 juta ton. Nilai tersebut didukung oleh fakta antaralain bahwa pada tahun tersebut telah tercatat peningkatan paling tinggi emisi CO 2 di atmosfer Peace 2007. Sehubungan dengan kejadian kebakaran hutanlahan yang meningkat dalam sepuluh tahun terakhir ini, sebagian ditunjukkan terjadi pada lahanhutan gambut. Kebakaran lahan gambut ini tidak lepas dari sifat gambut itu sendiri yang rawan terbakar sehingga menuntut pengelolaan dan perlindungan secara khusus. Kebakaran di lahan gambut cepat meluas dan sangat sukar dikendalikan karena api dapat menjalar cepat meluas dan sangat sulit dikendalikan karena api dapat menjalar mencapai lapisan dalam Noor 2001. Kejadian kebakaran hutan yang terus terjadi di Indonesia dapat menyebabkan terjadinya penurunan luas areal hutan yang berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon yang dapat mempengaruhi perubahan iklim global. Salah satu wilayah di Indonesia yang sering terjadi kebakaran hutan di areal gambut adalah Provinsi Sumatera Selatan sehingga daerah tersebut berkontribusi terhadap pelepasan karbon yang cukup besar. Kandungan karbon terikat pada suatu tegakan diduga berkorelasi positif dan signifikan dengan besarnya biomassa suatu tegakan, namun saat ini belum banyak penelitian mengenai kandungan biomassa dan karbon terikat di areal gambut. Mengingat begitu pentingnya peran hutan terhadap penurunan emisi gas rumah kaca dan kurangnya penelitian mengenai penghitungan potensi biomassa dan karbon terikat di areal gambut maka diperlukan suatu kajian tentang pendugaan potensi biomassa dan simpanan karbon dimana cadangan karbon pada hutan gambut dipengaruhi oleh jenis vegetasinya.

1.2 Perumusan Masalah