1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sarapan menjadi hal penting yang sering begitu saja terlupakan karena kesibukan dan lamanya proses penyiapannya. Penyiapan sarapan pada kondisi
seperti sekarang ini menuntut kepraktisan dan hemat waktu. Melewatkan waktu sarapan dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Hal tersebut
dikarenakan rendahnya kadar gula darah yang akan menurunkan tekanan darah dan melemahkan impuls syaraf sehingga tubuh menjadi lemas sehingga
tentu saja akan mengakibakan gairah kerja menurun. Sarapan diperlukan sebagai sumber kalori untuk meningkatkan kadar gula darah setelah
semalaman lambung tidak terisi serta untuk merangsang pembuangan sisa makanan Mathews, 1996.
Produk pangan sarapan siap santap berbentuk flakes merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat. Pangan sarapan ini
juga populer sebagai hidangan sarapan di beberapa negara maju Morales et al., 2005. Saat ini kebanyakan pangan sarapan dibuat dari serealia seperti
gandum, jagung, dan beras. Padahal pangan sarapan dapat juga dibuat dari umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat yang dicampur kacang-kacangan
sebagai sumber protein dan juga dicampur dengan buah sebagai sumber serat dan vitamin. Pemilihan bahan untuk formulasi campuran komposit penting
dilakukan untuk dapat menghasilkan produk yang baik. Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang penting sebagai
penghasil energi di daerah tropis dan subtropis Liu et al., 2006. Salah satu sumber daya pangan lokal yang dapat dijadikan alternatif dalam
pengembangan pangan sarapan adalah umbi talas Colocasia esculenta. Bagian tanaman talas berupa umbi berpotensi sebagai sumber karbohidrat
yang cukup tinggi, yaitu sebesar 23,79 g per 100 g talas mentah Depkes, 1972. Selain itu, umbi talas juga mengandung lemak, vitamin, dan mineral
walaupun dalam jumlah sedikit. Vitamin yang terkandung pada umbi talas adalah vitamin A, B1, dan sedikit vitamin C Muchtadi dan Sugiyono, 1992.
Umbi talas juga mengandung mineral Ca sebesar 28 mg dan mineral P sebesar
2 61 mg per 100 g talas mentah. Mineral ini penting bagi pertumbuhan tulang
dan gigi. Pemanfaatan umbi talas sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan,
namun masih tergolong sederhana. Di Indonesia, selain dijual dalam bentuk talas segar, talas juga diolah dengan cara direbus, dikolak, dikeripik, disayur,
dan digoreng. Dilihat dari lingkup pengolahan talas yang masih terbatas dan sederhana, maka pengembangan talas sebagai bahan pangan lain masih
berpeluang sangat besar. Salah satunya adalah diolah menjadi tepung. Tingginya kandungan karbohidrat pada talas, yaitu sebesar 23,79 g per 100 g
menjadikannya berpotensi sebagai bahan baku tepung-tepungan Ridal, 2003. Di samping itu, tepung talas memiliki kemampuan mengikat air lebih baik
dibandingkan tepung biji-bijian sehingga dapat menghasilkan produk olahan yang lebih tahan lama disimpan Fauzan, 2005.
Pangan sarapan dikategorikan menjadi beberapa jenis yaitu: pangan sarapan sereal tradisional yang belum diolah, sereal siap saji tepung, sereal
siap santap flakes, tortilla, shreeded, sereal siap santap campuran ready to eat mix cereal Tribelhorn, 1991. Bentuk flakes merupakan bentuk produk
pangan cepat saji yang cocok untuk sarapan. Cara penyajiannya juga cukup mudah, hanya dengan menambahkan air panas atau susu.
Saat ini sereal sarapan yang paling digemari oleh masyarakat adalah jenis ready to eat karena berkaitan dengan kepraktisan dan waktu penyajian
yang cepat Morales et al., 2005. Pada umumnya produk pangan sarapan ini berbasis serealia gandum, jagung, dan beras dengan penambahan berbagai
bahan lain yang kemudian diproses menggunakan panas untuk menurunkan kadar air dan mematangkan produk Cauvain dan Young, 2006. Namun
penggunaan sereal tersebut dapat disubstitusi atau dicampur dengan tepung yang bersumber dari bahan lain dengan kandungan pati yang tinggi dan kaya
serat Pacheco–Delahaye and Testa, 2005 yang dikutip oleh Moreno-Alvarez, 2009.
Produk pangan sarapan merupakan produk pangan yang relatif mahal di daerah tropis, karena kebanyakan menggunakan gandum impor yang tidak
ditanam di daerah tropis Edema et al., 2005. Oleh karena itu, telah dilakukan
3 berbagai usaha untuk mencari substitusi tepung gandum atau terigu dengan
tepung yang menggunakan bahan-bahan lokal sehingga dapat menurunkan impor gandum Hugo et al., 2000; Giami et al., 2004. Konsumsi tepung
terigu dapat dikurangi dengan menggunakan tepung talas sebagai bahan baku produk flakes. Dibutuhkan modifikasi dalam proses dan formulasi produk
pangan yang menggantikan tepung terigu dengan bahan lain yang bersifat lokal. Hal ini sangat diperlukan karena terdapat perbedaan karakteristik antara
tepung terigu dengan tepung talas. Pemanfaatan talas sebagai bahan baku tepung dalam pembuatan flakes
dapat dilakukan dengan cara dikombinasikan dengan tepung lain untuk meningkatkan nilai gizinya serta memberikan nilai tambah untuk bahan-bahan
tersebut. Kandungan protein dalam talas tergolong rendah, oleh karena itu diperlukan bahan lain yang digunakan untuk menambah kekurangan dari talas.
Bahan lain yang digunakan adalah tepung kacang hijau dan tepung pisang. Kacang hijau memiliki kadar protein yang tinggi 22.2 dan kaya akan asam
amino lisin Suprapto dan Sutarman, 1982. Pisang mengandung pati yang cocok dijadikan tepung dan dapat digunakan sebagai komplemen tepung talas
Hardiman, 1982. Selain itu, pisang banyak mengandung vitamin seperti karoten, B1, dan C Depkes, 1972.
Diharapkan breakfast meal pangan sarapan berbentuk flakes berbasis talas, kacang hijau, dan pisang mampu menjadi alternatif makanan sarapan
yang bergizi cukup tinggi dan disukai oleh konsumen sehingga mampu menjawab permasalahan dalam penyiapan pangan sarapan.
4
B. TUJUAN