30 produk yang terpilih. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7
yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka. Uji ini dilakukan
pada produk akhir untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap produk yang dihasilkan.
b. Analisis Fisik
1 Analisis Tekstur Bhattacharya Sila, B. Sumithra, 2008 Analisis tekstur dilakukan dengan mengukur texture profile
analysis menggunakan texture analyzer Brookfield Texture CT3 LFRA. Pengujian dengan menggunakan texture analyzer dilakukan
pada tahap optimasi bahan penolong dan tahap formulasi lanjutan pada pembuatan flakes. Parameter tekstur yang diuji meliputi
hardness, total work dan fracturability. Test speed yang digunakan adalah 0,5 mms dengan beban 4,5 g.
2 Analisis Warna dengan Chromameter Minolta Gaurav, 2003 Analisis
warna dilakukan
dengan menggunakan
Chromameter Minolta. Uji warna dilakukan dengan sistem warna Hunter L, a, b. Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi
dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut. Sampel yang dianalisis adalah tepung talas Hijau, tepung talas
Beneng, tepung talas Mentega dan tepung talas Semir. Hasil analisis derajat putih yang dihasilkan berupa nilai L, a, b.
Pengukuran total derajat warna digunakan basis warna putih sebagai strandar L
1
, a
1
, b
1
dengan rumus: ∆
=
−
+
−
+
− 3 Rendemen Tepung Fauzan, 2005
Perhitungan rendemen tepung dihitung berdasarkan bobot awal sebelum umbi talas dikupas dan berat tepung setelah diayak
dengan ayakan 60 mesh. Rendemen tepung dihitung menggunakan persamaan:
Berat tepung g Berat bahan awal g
x 100 Rendemen:
31
c. Analisis Kimia
1 Analisis Kadar Oksalat Ross et al., 1999 Analisis kadar oksalat dilakukan pada tepung talas untuk
mengetahui jumlah oksalat yang terdapat di dalamnya. Tepung dengan kadar oksalat yang rendah merupakan tepung yang sesuai
digunakan sebagai bahan baku. Sampel sebanyak 5 g ditimbang kemudian dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Kemudian
ditambahkan 50 ml HCl 2M pH 0,08 untuk analisis total oksalat. Campuran tersebut dihomogenisasi dan ditutup dengan parafilm.
Kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 80 C selama 20
menit. Sampel kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambah HCl 2M hingga tanda tera. Setelah itu, dimasukan ke
dalam tabung sentrifuse dan disentrifuse dengan kecepatan 1400 rpm selama 15 menit. Supernatan dari hasil sentrifuse diambil dan
disaring dengan milipore selulosa asetat 0,45 µm. Kemudian
diinjeksikan ke dalam HPLC. Pada HPLC, sampel akan terlarut dengan pelarut berupa
HCl. Pelarut dan sampel akan menjadi fase gerak yang akan bergerak melalui kolom yang berisi fase diam. Komponen pada
sampel akan terpisah pada waktu yang berbeda sesuai dengan perbedaan kelarutan terhadap fase gerak dan fase diam. Metode ini
merupakan kromatografi kolom yang menggunakan tekanan tinggi untuk mempercepat proses pemisahan senyawa.
2 Kadar Air AOAC, 2005 metode 925.10 Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang. Setelah itu dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui
beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105
o
C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator, lalu
32 ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat konstan.
Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar air =
100 x
c b
a c
Keterangan: a= berat cawan dan sampel akhir g
b= berat cawan g c= berat sampel awal g
3 Kadar Abu AOAC, 2005 metode 923.03 Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Sebanyak 2 – 3 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550
o
C selama 4 – 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih.
Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat konstan.
Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar abu =
100 x
g sampel
berat g
abu berat
4 Kadar Lemak AOAC, 2005 metode 920.85 Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven
bersuhu 100 – 110
o
C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 1-2 g dibungkus
dengan selongsong kertas saring yang dilapisi dengan kapas dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, yang telah berisi
pelarut heksana. Refluks dilakukan selama 6 jam minimum pada suhu 80
. Setelah itu pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi.
33 Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 105
o
C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar lemak =
100 x
g sampel
berat g
lemak berat
5 Kadar Protein AOAC, 2005 metode 988.05 Sebanyak 0,5 – 1 g contoh ditimbang, kemudian
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat. Sampel dididihkan
selama kurang lebih 2 jam sampai cairan menjadi jernih kehijau- hijauan.
Sampel didinginkan dan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml. Setelah itu sampel diencerkan dengan akuades hingga tanda
tera. Kemudian sebanyak 5 ml larutan dipipet dan dimasukan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 ml NaOH 30 dan indikator
PP. Sampel disuling selama 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2 yang telah dicampur
indikator PP. Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N. Lakukan penetapan blanko.
Penetapan kadar N dan kadar protein dilakukan dengan persamaan berikut:
Kadar N =
sampel mg
x x
N x
blanko ml
HCl ml
100 007
, 14
Kadar Protein = N x faktor konversi tepung talas 5,87, tepung kacang hijau 5,7, tepung pisang 6,25, flakes 6,25
6 Analsis Kadar Karbohidrat by difference Winarno, 1986 Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference
yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan dalam menghitung kadar karbohidrat dengan metode by difference.
34 Kadar karbohidrat = 100 - a + b + c + d
Keterangan: a= kadar air
b= kadar abu c= kadar protein
d= kadar lemak
7 Kadar Serat Kasar AOAC, 2005 metode 920.86
Sebanyak 2,0 g contoh halus ditimbang dan diekstrak lemaknya dengan sokhlet. Bila bahan yang akan dianalisa
mengandung lemak dalam jumlah yang sedikit, pemisahan dapat diabaikan. Contoh dipindahkan ke dalam labu ekstraksi 500 ml
dengan pendingin tegak. Contoh dididihkan dengan 200 ml H
2
SO
4
1,25 selama 30 menit. Dilakukan penimbangan pada kertas saring yang akan digunakan A. Sampel disaring dengan kertas
saring pada corong Buchner yang dihubungkan dengan vakum dan dicuci dengan air panas. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke
cawan porselin yang telah diketahui bobotnya B. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105
C, kemudian didinginkan dan ditimbang hingga bobotnya tetap C. Bila ternyata kadar serat
kasar lebih besar dari 1, kertas saring beserta isinya diabukan, ditimbang dan didinginkan hingga bobot tetap D.
Serat kasar 1 Kadar serat kasar =
100 x
g sampel
berat A
B C
Serat kasar 1 Kadar serat kasar =
100 x
g sampel
berat D
A C
8 Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin AOAC, 2005 metode 976.11
Analisis amilosa-amilopektin dilakukan pada tepung talas untuk mengetahui komponen penyusun pati yang terdapat di
35 dalamnya. Penetapan amilosa dan amilopektin dilakukan secara
iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru. Sampel sebanyak 100 mg
ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N.
Campuran dipanaskan dalam air mendidih hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar
100 ml. Gel ditambahkan dengan air dan dikocok, kemudian ditepatkan dengan air hingga 100 ml. Sebanyak 5 ml larutan
dimasukan ke dalam labu takar dan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Larutan ditepatkan hingga 100 ml
kemudian dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa. Kadar amilopektin dihitung
berdasarkan selisih antara kadar pati dengan kadar amilosa yang didapatkan.
9 Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatis Asp et al., 1983 Analisis kadar serat pangan dilakukan pada tepung talas
untuk mengetahui jumlah komponen serat pangan yang terdapat di dalamnya. Metode analisis yang digunakan adalah metode secara
enzimatis. Satu g sampel bebas lemak dimasukan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer Na-phosphat pH 6
dan diaduk. Setelah itu, ditambah 0,1 ml enzim termamyl. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam
penangas air suhu 100 C selama 15 menit. Labu sampel diangkat,
didinginkan kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya
ditambahkan 100 mg pepsin. Pengukuran pH hingga 1,5 untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim maksimum. Erlenmeyer
kemudian ditutup dan diinkubasikan kembali pada suhu 40 C.
Setelah diagitasi selama 60 menit, sampel ditambah 20 ml air
36 destilata dan pH diatur menjadi 6,8 untuk memaksimalkan aktivitas
pankreatin. Setelah itu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40
C selama 60 menit sambil diagitasi. Terakhir pH diatur dengan HCl hingga 4,5. Residu kemudian
disaring menggunakan crusibel kering yang telah ditimbang beratnya dan dicuci dua kali dengan menggunakan 10 ml air
destilata. Residu yang merupakan serat makanan tidak larut IDF
dicuci dengan dua kali 10 ml etanol 95 dan dua kali 10 ml aseton dan dikeringkan pada suhu 105
C sampai berat tetap. Setelah itu didinginkan dalam desikator, ditimbang D1 lalu diabukan dalam
tanur 500 C dan ditimbang kembali I1. Filtrat merupakan serat
makanan larut SDF. Volume filtrat diatur dengan air sampai dengan 100 ml ditambah 400 ml etanol 95 hangat dan
diendapkan selama 1 jam. Endapan disaring dengan crusibel kering dan dicuci dengan dua kali 10 ml etanol 78 dan dua kali 10 ml
aseton. Setelah itu dikeringkan pada suhu 105 C hingga berat
konstan, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang D2. Selanjutnya diabukan pada tanur 500
C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang I2.
Nilai blanko untuk serat makanan tidak larut IDF dan serat larut SDF diperoleh dengan cara yang sama, namun tanpa
menggunakan sampel. Serat makanan total TDF ditentukan dengan menjumlahkan nilai serat makanan tidak larut dan serat
makanan larut. IDF
= 100
1 1
1 x
w B
I D
SDF =
100 2
2 2
x w
B I
D
TDF
= SDF + TDF Keterangan:
w= berat sampel g
37 D= berat setelah dianalisis dan dikeringkan g
I= berat setelah diabukan g B= berat blanko bebas serat g
10 Kadar Pati Nelson, 1944 Tepung dengan kadar pati yang tinggi merupakan tepung
yang akan digunakan sebagai bahan baku. Sampel dicuci dengan
alkohol 80 dalam waterbath untuk menghilangkan gula-gula sederhana. Kemudian endapan dipisahkan dan dihidrolisis kembali
dengan 9,2 N HClO
4
sebanyak tiga kali dan dinetralisir kembali dengan 1 N NaOH. Selanjutnya direduksi dengan pereaksi Cu dan
Nelson Nelson A: KNa-tartarat, Na2CO3 anhidrat, NaHCO3, Na2SO4 anhidrat dan Nelson B: CuSO4.5.H2O, Na2SO4 anhidrat,
H2SO4 pekat. Kadar Pati diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.
11 Kalori Winarno, 1986 Kadar kalori dihitung berdasarkan jumlah karbohidrat, protein
dan lemak yang terdapat dalam bahan pangan. Berikut ini adalah perhitungan yang dilakukan untuk menentukan jumlah kalori.
Kalori Kkal100g = a x 4 + b x 4 + c x 9 Keterangan:
a= hasil analisa karbohidrat g100g b= hasil analisa protein g100g
c= hasil analisa lemak g100g
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
1. Karakterisasi Talas
Untuk melihat karakteristik talas yang akan digunakan, talas perlu dikarakterisasi sebelum dijadikan tepung. Beberapa varietas talas yang
digunakan yaitu talas Mentega, talas Hijau, talas Semir dan talas Beneng dikaraktersasi untuk mendapatkan talas pilihan sebagai bahan baku flakes.
Umbi talas yang digunakan adalah talas dengan umur panen berkisar 8-10 bulan. Pengamatan karakter umbi pada saat panen meliputi bentuk umbi,
warna kulit umbi, warna daging umbi, panjang umbi dan berat umbi. Karakteristik berbagai varietas talas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik kualitatif fisik varietas talas yang digunakan
Karakteristik talas Varietas
Mentega Hijau
Semir Beneng
Asal Sukabumi
Bogor Sumedang
Pandeglang Bentuk Umbi
Kerucut Membulat
Halter Memanjang
Gambar bentuk umbi Warna kulit umbi
merah Merah
coklat coklat
Warna daging umbi kuning
Putih putih
kuning
Empat varian talas yang digunakan rata-rata memiliki tampilan fisik dan ukuran yang bervariasi. Minantyorini dan Hanarida 2002
mengklasifikasikan bentuk umbi talas ke dalam 8 kategori Gambar 1. Talas Mentega yang berasal dari daerah sekitar Sukabumi memiliki umbi
berbentuk kerucut kode 1. Berbeda dengan talas Mentega, talas Hijau yang berada di daerah Bogor memiliki bentuk umbi yang membulat kode
2. Sedangkan talas Semir yang berasal dari daerah Sumedang memiliki umbi berbentuk halter kode 5 dan talas Beneng dari daerah Pandeglang