51 Apabila dilihat dari komposisi tepung pisang, secara umum
kandungan tertinggi yang terdapat pada tepung pisang adalah karbohidrat yaitu sebesar 88,05±0,17 bb. Hal ini sama dengan yang dilaporkan
Selvamani 2009, namun nilainya lebih rendah yaitu antara 83,75-86. Kandungan karbohidrat pada pisang berubah selama proses pematangan
Juarez Garcia, 2006. Sedangkan kadar kalori yang didapat adalah 378,37±0,49. Nilai kadar kalori didapat dari perhitungan nilai
karbohidrat, lemak dan protein. Kadar protein yang terdapat pada tepung pisang adalah sebesar
4,03±0,12 bk. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Selvamani 2009 yang mendapatkan nilai kandungan protein pada tepung
pisang sebesar 1,05-3,25. Kadar serat pada tepung pisang yang didapatkan adalah sebesar 0,94±0,03 bk. Nilai ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil yang didapat oleh Daramola 2006 yaitu sebesar 0,20-0,70. Selain kadar serat kasar, kandungan serat pangan juga
dianalisis. Kandungan serat pangan yang didapat adalah sebesar 7,38±0,09 bk.
Kadar pati pada tepung pisang cukup tinggi yaitu sebesar 84,33±1,42 bk. Nilai ini lebih tinggi dengan yang dilaporkan oleh
Adeniji 2005 yaitu sebesar 66,64-73,15. Pati yang terdapat pada tepung pisang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa
yang didapat adalah sebesar 29,22±0,49 bk dan kandungan amilopektinnya sebesar 54,74±0,49 bk.
B. Penelitian Utama
1. Formulasi Tepung Komposit
Terdapat sepuluh formula kombinasi antara tepung talas, tepung pisang dan tepung kacang hijau. Presentase tepung yang digunakan,
diformulasikan berdasarkan trial and erorr. Tepung talas yang digunakan berkisar antara 50-90 yaitu 50, 60, 70, 80 dan 90. Sedangkan
tepung pisang yang digunakan berkisar antara 5-35 yaitu 5, 10, 15,
52 20, 30 dan 35. Presentase tepung kacang hijau yang digunakan
berkisar antara 5-30 yaitu 5, 10, 15, 20 dan 30. Berdasarkan kombinasi sepuluh formula tersebut kemudian dipilih
satu formula yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya. Pemilihan formula tersebut dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik yang
digunakan adalah metode rangking hedonik. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan satu formula yang paling disukai oleh konsumen
berdasarkan parameter uji yang digunakan. Uji organoleptik tepung komposit ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan tepung komposit
terpilih yang akan digunakan dalam formulasi flakes pada tahap berikutnya.
Warna, aroma, dan tekstur tepung adalah parameter uji organoleptik yang digunakan. Terdapat 30 orang panelis yang merangking
formula dari yang paling disukai hingga paling tidak disukai berdasarkan parameter uji masing-masing. Angka terendah menunjukan formula yang
paling disukai sedangkan angka tertinggi menunjukan formula yang paling tidak disukai. Berikut ini adalah tabel hasil uji organoleptik dengan
metode rangking terhadap 10 formula hasil kombinasi berbagai presentase tepung yang digunakan.
Data hasil uji organoleptik yang didapatkan, kemudian diolah dengan menggunakan uji statistika ANOVA untuk melihat perbedaan
signifikan antar sampel pada kategori parameter uji masing-masing. Uji yang dilakukan adalah uji nonparametrik dengan uji Friedman sebagai uji
lanjut. Nilai rangking pada masing-masing parameter uji menunjukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Semakin rendah nilai
rangking yang didapatkan, produk semakin disukai. Tabel 14 menunjukkan uji rangking 10 formula.
53 Tabel 14. Uji rangking 10 formula tepung talas, pisang dan kacang hijau
Formula Formulasi tepung
Parameter uji Skor
Talas Pisang Kc. Hijau Warna Aroma Tekstur Rata-rata
1
80 10
10 6,9
c
6,0
c
6,1
bc
6,4
e
2
60 20
20 5,4
bc
4,1
ab
4,5
ab
4,7
b
3
90 5
5 6,7
c
6,6
c
6,0
bc
6,5
e
4
50 30
20 3,7
a
3,7
a
3,8
a
3,8
a
5
70 10
20 4,9
ab
5,0
ab
5,8
bc
5,2
bcd
6
80 15
5 4,7
ab
6,7
c
6,6
c
6,0
cde
7
50 20
30 5,3
bc
4,7
ab
5,1
abc
5,1
bc
8
80 5
15 5,9
bc
6,8
c
5,6
bc
6,1
de
9
60 35
5 5,4
bc
5,3
bc
5,9
bc
5,57
bcde
10
70 20
10 5,8
bc
5,9
c
5,4
bc
5,76
cde
Ket: nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 pada kolom yang sama
Berdasarkan uji dan analisis yang dilakukan, formula yang paling disukai oleh konsumen adalah formula tepung komposit no 4 dengan skor
rangking rata-rata 3,8. Formula ini terdiri dari campuran tepung dengan perbandingan tepung talas 50, tepung pisang 30 dan tepung kacang
hijau 20. Formula ini memiliki nilai rangking paling rendah diantara keseluruhan sampel dari hasil rata-rata penilaian peringkat rasa, aroma dan
tekstur. Hasil dari uji organoleptik dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan Meilgaard et al.,
2007. Berdasarkan perhitungan komponen kimia, Formula 4 memiliki
nilai protein sekitar 9,93±0,14 bk. Jumlah protein pada formula 4 merupakan jumlah yang sesuai untuk digunakan dalam pembuatan pangan
sarapan seperti flakes Fauzan, 2005. Selain itu, tepung komposit formula 4 diperkirakan memiliki kandungan pati sebesar 80,02±0,89 bk,
kandungan lemak sebesar 1,34±0,03 bk dan kandungan oksalat sebesar 130,04±2,22 ppm bb. Kandungan pati pada formula 4 cukup besar dan
54 kandungan lemak serta oksalatnya cukup rendah. Gambar 11 meunjukkan
tepung komposit terpilih.
Gambar 11. Tepung komposit formula no 4 terpilih Beberapa pertimbangan panelis memilih tepung formula no 4
adalah karena, formula terpilih memiliki aroma pisang-kacang hijau yang lebih kuat dibandingkan dengan aroma tepung lainnya. Hal ini disebabkan
jumlah tepung pisang dan kacang hijau yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan tepung komposit formula lainnya. Panelis kurang
menyukai aroma talas yang kuat. Pencampuran tepung talas, pisang , dan kacang hijau menyebabkan warna tepung komposit terpilih menjadi
kecoklatan. Tekstur tepung komposit terpilih lebih kasar dibandingkan dengan tepung terigu. Hal ini dikarenakan saat proses pengayakan tepung,
digunakan ayakan dengan ukuran partikel yang berbeda dengan terigu. Tepung talas ini menggunakan ayakan dengan ukuran 60 mesh, sedangkan
tepung terigu kebanyakan menggunakan ayakan 80 mesh Holas, 1978. Adeyemi dan Ogazi 1985 menyatakan bahwa tepung komposit
adalah campuran dari berbagai tepung yang berasal dari umbi-umbian, serealia, kacang-kacangan. Shahzadi et al. 2005 juga menyatakan bahwa
penambahan tepung yang berasal dari tanaman polong-polongan dapat meningkatkan sifat reologi dari tepung. Lebih lanjut, Poongodi dan
Mohankumar 2009 melaporkan bahwa penambahan berbagai jenis tepung selain memperbaiki sifat reologi tepung juga dapat meningkatkan
nilai gizi produk yang dihasilkan.
55 Berbagai usaha telah
dilakukan untuk mensosialisasikan penggunaan tepung komposit yang bersumber dari bahan pangan lokal
selain serealia untuk menggantikan tepung terigu pada pembuatan berbagai produk makanan. Ikepeme 2009 menggunakan tepung komposit
berbasis talas dan kedelai untuk pembuatan makanan pendamping ASI yang memiliki nilai gizi lebih baik dengan harga yang lebih murah. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi prevalensi kematian bayi dan malnutrisi pada penduduk dengan optimalisasi penggunaan produk pangan lokal. Selain
adanya penambahan kandungan gizi, penggunaan tepung komposit juga berperan dalam menurunkan tingkat impor gandum Hugo et al., 2000.
Pada umumnya, pembuatan flakes menggunakan tepung yang berasal dari biji-bijian seperti gandum, jagung, dan beras. Oleh karena itu
pemanfaatan menggunakan bahan baku lokal yang berada dalam satu wilayahkawasan
negara sangat
diperlukan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan pangan, salah satunya adalah
gandum. Tepung yang digunakan dalam pembuatan flakes adalah tepung komposit dengan perbandingan komposisi tepung talas 50, tepung
pisang 30 dan tepung kacang hijau 20.
2. Formulasi Flakes I: Optimasi Proses dalam Pembuatan Flakes