Keragaan Luas Area Tanam Kedelai Nasional

Hasil estimasi yang disajikan dalam Tabel 5.1 menunjukkan bahwa perubahan luas area tanam responsif terhadap luas area tanam pada tahun sebelumnya, namun dinamika teknologi menunjukkan bahwa ketika dalam jangka panjang, teknologi akan mempengaruhi luas area secara negatif, artinya ketika teknologi semakin baik, justru akan mengurangi luas area tanam, namun dalam jangka pendek perubahan teknologi berhubungan positif dengan perubahan luas area. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketika adopsi teknologi secara terus menerus akan menambah biaya produksi, sehingga untuk mensiasatinya, petani mengurangi luas area tanam, guna menekan biaya produksi. Berbeda dengan hasil penelitian Kumenaung 2002, dimana respon LATKN dalam jangka pendek dan jangka panjang elastis terhadap harga kedelai di tingkat petani di luar Jawa, berbeda juga dengan hasil penelitian oleh Handayani 2007 bahwa harga kedelai lokal dan jagung lebih responsif terhadap luas area dalam jangka panjang dan jangka pendek, dibanding curah hujan, harga benih kedelai dan lag luas area, lain halnya penelitian oleh Setiabakti 2013 bahwa luas area panen resonsif terhadap perubahan harga dan upah baik jangka panjang dan jangka pendek. Secara rinci Tabel 5.1 menunjukkan hasil estimasi dari model luas area tanam kedelai nasional. Tabel 5.1 Hasil Estimasi Parameter LATKN Variabel Parameter Estimasi Elastisitas Pr |T| Varibel Label SR LR Intercep 62.327 0.121 HKN 0.068 0.093 0.100 0.0175 harga kedelai nasional HJN -0.213 -0.164 -0.136 0.0100 harga jagung nasional TREN 3.756 0.120 -0.044 0.077 teknologi LLATKN 0.874 0.879 6.979 .0001 luas area tanam kedelai nas t-1 R2 adj = 86 Pr|F| .0001 Durbin-H stat = -1.112 Tabel 5.1 menyimpulkan bahwa luas area kurang responsif terhadap faktor pembentuknya. Hal tersebut, artinya harga maupun teknologi tidak berpengaruh secara nyata terhadap perubahan luas area. Hal tersebut juga mengindikasikan adanya intervensi pemerintah dalam perluasan area tanam kedelai nasional, misalnya dengan memanfaatkan lahan bera’ lahan tidur, membuka lahan bekas perkebunan sawit, serta membatasi terjadinya konversi lahan. Seperti yang di kemukakan oleh Suyamto dan I Nyoman 2010 bahwa perluasan area dapat dilakukan melalui peningkatan IP Intensitas Pertanaman pada lahan-lahan tersedia yang baru ditanam 2 kali padi danatau 1 kali padi kemudian bera, seperti pada lahan sawah irigasi di sepanjang pantura Jawa Barat dan pada lahan sawah tadah hujan di Sulawesi. Cara ini dinilai lebih mudah dan murah, namun diperlukan gerakan secara nyata di lapangan. Kedua, penanaman kedelai pada lahan-lahan di bawah tegakan, dan bermitra dengan PT. Perhutani, PT. Perkebunan, Hutan Tanaman Industri, KOPTI dan Swasta. Ketiga, perluasan areal panen kedelai di daerah-daerah bukaan baru, termasuk peluang swasta untuk membuka perkebunan kedelai soybean estate di Merauke. Tentunya hal tersebut memerlukan gairah petani dalam berbudidaya kedelai yang lebih intens, serta intervensi pemerintah sebagai fasilitator untuk kemitraan serta program pembukaan lahan baru.

5.1.2 Keragaan Produktivitas Kedelai Nasional

Produktivitas kedelai nasional PRKN dipengaruhi oleh jumlah kuantitas pupuk urea JKPU, upah buruh tani kedelai nasional pada tahun sebelumnya LUBTK, luas area tanam kedelai nasional LATKN dan produktivitas kedelai nasional itu sendiri pada tahun sebelumnya LPRKN pada taraf nyata 1 dan 5 persen. Namun, hasil penelitian Zakiah 2011 memperlihatkan keragaan produktivitas yang dipengaruhi secara nyata oleh harga pupuk, teknologi dan produktivitas sebelumnya, secara tidak nyata dipengaruhi oleh harga kedelai, sedangkan hasil penelitian oleh Handayani 2007 menunjukkan bahwa PRKN dipengaruhi oleh JKPU, HJN, HKN, curah hujan, LPRKN, sama hal nya dengan Kumenaung 2002 namun ditambahkan variabel penjelas suku bunga dan LATKN. Hasil estimasi menunjukkan bahwa seluruh peubah penjelas tidak responsif terhadap produktvitas, kecuali LPRKN, hal ini dikarenakan perkembangan produktivitas relatif stabil. Begitupun hasil penelitian oleh Zakiah 2011, menunjukkan elastisitas jangka pendek dan jangka panjang produktivitas kedelai tidak respon terhadap semua peubah penjelas yang dimasukkan dalam model, begitupun hasil penelitian oleh Setiabakti 2013 bahwa produktivitas relatif stabil, artinya kurang responsif terhadap faktor-faktor pembentuknya, sama hal nya dengan hasil penelitian Kumenaung 2002 menunjukkan bahwa mempengaruhi produktivitas kedelai memberikan respon yang inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam penelitian ini hasil estimasi menunjukkan bahwa lag produktivitas tahun sebelumnya LPRKN lebih responsif terhadap PRKN pada jangka panjang, dimana ketika LPRKN meningkat 1 persen, maka PRKN dalam jangka panjang akan meningkat sebesar 4.6 persen. Secara rinci penjelasan mengenai hasil estimasi parameter model PRKN disajikan dalam Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Hasil Estimasi Parameter PRKN Variabel Parameter Estimasi Elastisitas Pr |T| Varibel Label SR LR Intercept 0.116 0.005 JKPU 0.00003 0.072 0.072 0.007 jumlah ketersediaan pupuk urea LUBTK -0.00003 -0.013 -0.013 0.081 upah buruh tani kedelai t-1 LATKN 0.00003 0.025 0.025 0.053 luas area tanam kedelai nas LPRKN 0.822 0.814 4.575 .0001 provitas kedelai nasional t-1 R2 adj = 98 Pr|F| .0001 Durbin-H stat = -1.270 Tabel 5.2 menyimpulkan bahwa perubahan produktivitas relatif stabil, artinya semua variabel penjelas tidak responsif terhadap perubahan PRKN, kecuali peubah LPRKN dalam jangka panjang lebih responsif. Hal ini sedikit berbeda dari hasil penelitian oleh Handayani 2007 yang menunjukkan bahwa produktivitas lebih responsif terhadap harga jagung pada jangka panjang. Relatif stabilnya produktivitas kedelai nasional, serta tidak adanya variabel penjelas yang responsif terhadap perubahan PRKN mengindikasikan bahwa perubahan PRKN tergantung dari gairah petani dalam berbudidaya kedelai, dimana ketika PRKN meningkat pada tahun sebelumnya, maka PRKN tahun berikutnya akan meningkat juga.

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Kedelai

Penelitian ini membahas impor dari keragaan kualitas dan harga kedelai impor, begitupun penelitian yang dilakukan oleh Hadipurnomo 2000 Kumenaung 2002 bahwa impor dapat dilihat dari sisi harga, tarif, exchange rate. Secara rinci keragaan kuantitas impor kedelai dan keragaan harga kedelai impor sebagai berikut: 5.2.1 Keragaan Harga Kedelai Impor Harga Kedelai Impor HKI dipengaruhi secara signifikan oleh Harga Kedelai Internasional HKIN, Harga Kedelai Nasional HKN, Nilai tukar Rupiah terhadap US atau Exchange Rate ER, serta Harga Kedelai Impor tahun sebeluumnya LHKI pada taraf nyata 1 dan 10 persen. Sebagaimana penelitian terdahulu oleh Handayani 2007 bahwa harga kedelai impor dipengaruhi oleh harga kedelai internasional, exchange rate, tarif impor kedelai, lag harga kedelai impor. Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa HKI responsif terhadap HKIN dan LHKI dengan sifat elastis saat jangka panjang. Ketika LHKI meningkat 1 persen, maka HKI akan meningkat sebesar 1.5 persen, sedangkan ketika HKIN meningkat 1 persen, maka HKI akan meningkat sebesar 1.03 persen. Hal yang berbeda diperlihatkan dari hasil penelitian oleh Handayani 2007 bahwa tidak ada satupun variabel penjelas yang memberikan respon elastis kepada harga kedelai impor. Begitupun juga dengan hasil penelitian oleh Kumenaung 2002 bahwa harga kedelai internasional dan tarif impor memberikan respon yang inelastis terhadap harga kedelai impor baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara rinci, hasil estimasi parameter model HKI disajikan dalam Tabel 5.3 berikut ini. Tabel 5.3 Hasil Estimasi Parameter HKI Variabel Parameter Estimasi Elastisitas Pr |T| Varibel Label SR LR intercept -17.581 0.315