dapat mensubstitusi kedelai impor, untuk mendukung efektivitas kebijakan lainnya Rachmawati 1999.
Kedelai saat ini merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat penting dalam kehidupan penduduk Indonesia, masalah yang dihadapi agribisnis
kedelai di Indonesia adalah pendapatan usahatani kedelai yang rendah. Akibatnya kedelai nasional tidak berdaya saing dibandingkan dengan kedelai impor.
Usahatani kedelai telah mencapai efisiensi teknis, tetapi tidak efisien secara ekonomis. Usahatani kedelai tanpa maupun dengan side product memiliki peluang
daya saing, sehingga diperlukan kebijakan harga floorprice diatas harga jual petani farm gate price untuk meningkatkan efisiensi ekonomis komoditas
kedelai, serta apabila harga kedelai impor lebih rendah, maka diperlukan barier dalam bentuk Rate Protection Tax dengan memperhitungkan Effective Rate of
Protection ERP.Untuk menambah tingkat daya saing perlu diperhitungkan side product budidaya kedelai Sutrisno, Titis dan Rini 2010.
Beberapa argumen tentang pentingnya pengembangan ekonomi kedelai adalah: 1 pertambahan jumlah penduduk, 2 usahatani kedelai melibatkan lebih
dari dua juta rumah tangga petani, 3 peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran pentingnya mengonsumsi protein nabati, 4 perkembangan industri
makanan berbahan baku kedelai, seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco, serta 5 perkembangan industri pakan yang salah satu komponen utamanya adalah bungkil
kedelai. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan terhadap kedelai terus meningkat setiap tahun Zakaria 2010c.
Ketahanan pangan merupakan konsep yang dinamis dalam arti dapat di gunakan untuk mengkukur secara lagsung kualitas sumber daya dengan cara
mengatur kecukupan pangan dan gizinya karena sifat kedelai sangat ekonomis dan dinamis. Dari sisi ekonomi, kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis,
beresiko bila diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, pertimbangan pokoknya adalah memegang peranan yang sangat kuat dalam menu pangan
penduduk. Kedelai berperan dari sisi sosial ekonomi, psikologis dan politis yang cukup tinggi adanya gejolak seperti berkurangnya pasokan yang diikuti dengan
lonjakan harga akan membuat susah masyarakat, bukan hanya perajin tahu dan tempe yang terancam bergulung tikar. Krisis kedelai seperti krisis komoditas
pangan lain sebenarnya akumulasi dari tidak adanya kesungguhan pemerintah dalam membangun ketahanan pangan Sri 2011.
Sintesis dari beberapa wacana mengenai ekonomi kedelai diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi pertanian,
hal yang harus dicapai terlebih dahulu adalah memperkuat ketahanan pangan dari ancaman globalisasi, dimana terdapat dua pilihan antara lain pencapaian
berswesembada artinya memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri minimal tergantung pada perdagangan luar negeri, lalu yang kedua pencapaian
kemandirian dalam pangan yaitu berusaha menyediakan minimal pangan yaitu berusaha menyediakan minimal pangan perkapita untuk melindungi dari
ketergantungan impor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan akses terhadap pangan. Persoalan kedelai Indonesia di masa mendatang, harus
diarahkan ke swasembada, ketergantungan impor dapat mengganggu kestabilan sosial, ekonomi, maupun politik. Untuk itu, ketika swasembada kedelai tercapai,
maka Indonesia akan memiliki peluang menjadi salah satu negara eksportir terbesar di dunia. Hal ini tentunya berdampak pada nilai kepercayaan luar negeri
kepada komoditas pertanian Indonesia. Disaat produk pertanian Indonesia memiliki daya saing yang baik di dunia internasional, maka hal ini dapat membuat
pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan semakin membaik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
2.2 Produksi Kedelai Nasional
Produksi kedelai dalam negeri secara tidak langsung di subsidi oleh pemerintah melalui subsidi pupuk dan obat-obatan. Situasi ini menimbulkan
persoalan bagi kebijaksanaan nasional, karena biaya produksi kedelai di Indonesia lebih tinggi daripada harganya di pasaran internasional. Hal ini berhubungan
dengan kelangsungan viabilitas ekonomi program subsidi pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Namun penting dilakukan
perlindungan terhadap produksi kedelai, karena banyak industri kecil pedesaan kepada produksi kedelai setempat. Peningkatan produksi diperlukan agar biaya
ekonomi program pemerintah tidak menjadi beban yang terlalu berat bagi ekonomi nasional CGPRT Center 1986.
Suryana dan Sudaryanto 1997 menyatakan bahwa di masa yang akan datang dinamika perubahan lingkungan strategis baik di tingkat nasional maupun
internasional akan mewarnai aspek produksi dan konsumsi pangan domestik. Faktor-fakor yang menunjang meningkatnya produksi komoditas kedelai,
diantaranya adalah: 1. Dibangunnya prasarana irigasi; 2. Digunakannya varietas unggul berproduksi tinggi dari lahan gangguan hamapenyakit; 3.
Penyuluhan tentang teknik budidaya kedelai yang baik; 4. Pemberian fasilitas kredit berbunga rendah; 5. Pemberian subsidi pupuk; 6. Harga dasar yang
cukup relatif untuk kedelai; 7. Program intensifikasi seperti Bimas Bimbingan Massal, Inmas Intensifikasi Massal, dan Insus Intensifikasi Khusus, dan ada
program khusus untuk kedelai dan jagung yaitu Opsus Operasi Khusus.
Program peningkatan produksi kedelai diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan kedelai nasional yang cenderung mengalami peningkatan sejalan
dengan peningkatan penduduk dan pendapatan masyarakat serta meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kandungan gizi beberapa produk makanan yang
berbahan baku kedelai. Diantara produk kedelai, konsumsi tahu dan tempe meningkat lebih cepat dibandingkan dengan konsumsi biji kedelai dan keperluan
lainnya Sahara dan Endang 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai adalah perkembangan luas areal tanam, jumlah benih yang tersedia,
produktivitas, kuantitas dan harga ekspor dan impor, serta harga jual di tingkat petani. Konsep produksi menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk
yang tersedia di banyak tempat dan murah harganya Ariani 2003.
Tuhana dan Novo 2004 mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan produksi kedelai nasional rendah adalah cara bercocok tanam dan
pemeliharaan kurang intensif, mutu benih kurang baik dan daya tumbuh rendah, varietas lokal yang digunakan tidak mempunyai daya produksi tinggi, suatu areal
yang sempit sering ditanami beberapa varietas kedelai yang berbeda, dan pencegahan hama belum intensif. Untuk itu upaya yang perlu ditempuh untuk
meningkatan produksi kedelai nasional, antara lain: 1 Membantu pihak Usaha Kecil UK dalam bidang agribisnis tanaman kedelai agar mereka mampu
memanfaatkan peluang dan sekaligus untuk memecahkan masalah yang dihadapi yang dilaksanakan melalui pengembangan kebijakan di sektor pemerintah,
moneter dan sektor riil. 2 Mendorong usaha besar UB untuk turut aktif meningkatkan produksi kedelai dalam bentuk kemitraan dengan UK dalam
Program Kemitraan Terpadu PKT. 3 Mengarahkan pengembangan PKT tanaman kedelai ke kawasan-kawasan yang masih potensial di luar Jawa,
khususnya daerah-daerah transmigrasi yang telah memiliki jaringan irigasi teknis, atau daerah transmigrasi yang memiliki lahan usaha II tetapi belum dimanfaatkan
lahan tidur Bank Indonesia 2004.
Prospek pasar kedelai baik di pasar domestik maupun pasar dunia sangat cerah. Pasar kedelai domestik masih terbuka lebar, mengingat sampai saat ini
produksi kedelai Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhannya. Meningkatnya konsumsi kedelai dunia terutama dari negara-negara Asia akibat
berkembang pesatnya industri pangan dan susu serta bahan bakar kedelai di negara tersebut dan pasar kedelai dunia sangat terbuka lebar bagi para eksportir
baru. Tahun 1986, luas panen di luar Jawa mencapai 431.000 ha, atau meningkat 300 persen dari tahun 1982. Implikasinya adalah kedelai ditanam di lingkungan
yang lebih luas, sehingga kurang peka terhadap cuaca yang merugikan di lingkungan tertentu. Kedelai sering ditanam di sawah pada bulan April setelah
panen padi, dan dipanen pada permulaan bulan Juli. Sekalipun luas panen cenderung meningkat, namun besarannya beragam dari tahun ke tahun. Berbagai
faktor menyebabkan ketidakstabilan ini, khususnya cuaca dan hujan yang tidak dapat diprakirakan, bencana alam seperti kemarau dan banjir, serta kepekaan
tanaman terhadap hama dan penyakit. Ketidak-pastian dalam penyediaan masukan-masukan pokok seperti pupuk dan pestisida juga diduga turut
menentukan produksi kedelai Departemen Pertanian 2005.
Secara teknis upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kedelai sudah tentu harus mengubah pola tanam yang belum intensif menjadi pola
tanam intensif Departemen Pertanian 2005. Hal tersebut dilaksanakan dengan cara lebih memantapkan penataan yang meliputi perbaikan serta penyempurnaan
dalam penerapan teknologi pada setiap siklus produksi, yang dimulai dari: a. Proses persiapan dan pembuatan serta penyediaan pembenihan kedelai yang
unggul. b. Persiapan lahan budidaya. c. Penerapan teknologi penanaman. d. Pemeliharaan tanaman. e. Proses pemanenan. f. Proses penanganan hasil. g.
Distribusi dan pemasaran hasil.
Lonjakan importasi kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan seperti tahu, tempe yang jenis makanan ini semakin banyak atau
populer digunakan sebagai pengganti daging. Untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, dengan sasaran peningkatan produksi 15 persen per tahun, sasaran
produksi 60 persen dicapai pada tahun 2009. dan swasembada baru tercapai pada tahun 2015. Untuk mendukung upaya khusus peningkatan produksi kedelai
tersebut diperlukan investasi sebesar Rp. 5.09 trilyun 2005-2009 dan 16.19 trilyun 2010-2025. Dalam periode yang sama, investasi swasta diperkirakan
masing-masing sebesar Rp. 0.68 trilyun dan Rp. 2.45 trilyun Munandar et al 2008.
Produksi kedelai nasional dipengaruhi, kuantitas impor, depresiasi nilai rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar AS, produktivitas dan nilai
tukar mata uang yang dapat menimbulkan penurunan kinerja ekonomi, depresiasi