berkembangnya industri pengolahan pangan yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku menyebabkan tingkat kebutuhan konsumsi kedelai meningkat
Firdausy, Mulya dan Nurlia 2005. Saat ini kebutuhan kedelai dalam negeri sudah mencapai 2.9 jutaan ton, dengan penggunaan konsumsi untuk makanan
hampir 2.3 jutaan ton dan sisanya sekitar 600 ribuan ton digunakan untuk non makanan. Produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 42
persen konsumsi domestik FAO 2012. Ketidakstabilan produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh adanya penurunan luas panen kedelai yang mana
produktivitas kedelai relatif stabil Malian, 2004. Kebutuhan kedelai dalam negeri sebesar 60 persen lebih dipenuhi dari kedelai impor Departemen Pertanian
2008.
Lonjakan konsumsi kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan tahu dan tempe, semakin populer digunakan unuk substitusi
produk hewani pada beberapa kondisi. Kedelai bagi industri pengolahan pangan di Indonesia tergolong skala kecil–menengah, namun dalam jumlah sangat
banyak, sehingga menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedelai. Peningkatan konsumsi kedelai tidak diimbangi oleh gairah petani dalam budidaya
kedelai yang semakin menurun Ariani 2003, menyebabkan areal tanam semakin menurun dan produktivitas relatif stabil Oktaviani 2010.
Soesastro dan Basri 1998 mengemukakan bahwa impor kedelai yang semula merupakan monopoli pemerintah, dalam hal ini Bulog, sejak 1 Januari
1998 bebas diimpor dengan menggunakan lisensi impor. Tarif impor yang semula 20 persen turun menjadi 5 persen pada tahun 2003. Walaupun dalam kesepakatan
tersebut Indonesia masih diperkenankan untuk menetapkan tarif impor kedelai, tetapi dalam kenyataan, kedelai dapat masuk dengan bebas. Pasar bebas yang
ditetapkan pemerintah sejak tahun 1999 menyebabkan impor kedelai terus meningkat akibat dari turunnya bea masuk impor kedelai juga dikemukakan oleh
IPDN 2008. Penyebab lain meningkatnya impor adalah fasilitas GSM 102 yang diberikan oleh Amerika Serikat yang memudahkan importir kedelai Indonesia
Departemen Perindustrian dan Perdagangan 2002.
Impor kedelai yang semakin meningkat didukung oleh harga yang lebih murah, sehingga berdampak pada kualitas kedelai itu sendiri. Seperti dikatakan
oleh Arifin 2012 bahwa kedelai impor yang berasal dari kedelai transgenik akan berdampak buruk pada kesehatan manusia pada jangka panjang. Selain itu, impor
kedelai yang semakin meningkat juga akan menyebabkan devisa negara yang menghilang semakin meningkat.
Ekspor kedelai tidak berhasil karena tidak adanya dukungan “political will” dari pemerintah yang sangat besar, antara lain dalam bentuk subsidi agro
input benih, pupuk dan obat-obatan, peralatan mekanisasi dan subsidi harga dengan penetapan harga jual support price. Ekspor kedelai juga dapat membuat
daya saing kedelai di pasar internasional menjadi lebih baik dari segi kualitas maupun kontinyuitas, dan harga. Selain itu, adanya kebijakan penetapan tarif
impor yang menurun hingga 5 persen pada tahun 2004 juga membuat kondisi pertanian kedelai semakin terpuruk Departemen Pertanian 2002.
Gambar 1.2 Harga Ekspor HKE dan Harga Impor Kedelai HKI 1961 – 2012 Sumber: FAO 2013
Harga kedelai impor pada Gambar 1.2 secara keseluruhan mengalami kenaikan dengan laju rata-rata 3 persen per tahun, sedangkan laju rata-rata harga
kedelai nasional mencapai 14 persen per tahun pada periode 1961 – 2012 FAO 2012. Dengan semakin meningkatnya harga kedelai impor, membuat posisi daya
saing harga kedelai lokal lebih baik.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi
kedelai nasional? 2.
Bagaimana pola kesenjangan yang terjadi antara produksi dan konsumsi kedelai nasional di masa mendatang?
3. Bagaimana alternatif simulasi kebijakan untuk meningkatkan produksi
kedelai nasional?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi kedelai di Indonesia.
2. Memproyeksikan tingkat produksi dan konsumsi kedelai Indonesia di masa
mendatang. 3.
Merumuskan simulasi kebijakan alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai nasional.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini berguna untuk beberapa pihak, antara lain:
1. Bagi peneliti, sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk
mengatasi masalah penelitian.
2. Bagi pemerintah pengambil kebijakan, penelitian ini dapat menjadi salah
satu sumber informasi untuk acuan membuat aternatif-alternatif kebijakan perkedelaian nasional.
3. Bagi pelaku akademisi, penelitian ini diharapkan dapat sebagai referensi
dalam melakukan analisis yang terkait dengan produksi dan konsumsi kedelai.
Batasan Penelitian
Batasan dan ruang lingkup penelitian ini adalah: 1.
Penelitian difokuskan pada produksi dan konsumsi kedelai nasional dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Penelitian menggunakan data sekunder, tidak dilakukan pengambilan data di
tingkat petani. 3.
Penelitian memberikan gambaran simultan antara produksi dan konsumsi serta faktor yang mempengaruhinya, melakukan proyeksi peramalan hingga
beberapa tahun ke depan, serta memberikan gambaran simulasi kebijakan alternatif.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi Kedelai
Indonesia hingga saat ini termasuk negara produsen kedelai keenam terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Cina, dan India.
Namun, produksi kedelai domestik belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat dari waktu ke waktu jauh melampaui peningkatan
produksi domestik. Untuk mencukupinya, pemerintah melakukan impor. Diperkirakan kebutuhan kedelai Indonesia pada tahun 2010 mencapai 2.79 juta
ton
Nasution 1990. Untuk mengurangi ketergantungan pada kedelai impor yang
terus meningkat,diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri, baik melalui perluasan areal tanam, peningkatan
produktivitas maupun pemberian dukungan pemerintah melalui kebijakan yang berpihak kepada petani, seperti pengaturan tata niaga kedelai, tarif bea masuk,
Dan penetapan harga dasar. Diharapkan berbagai kebijakan tersebut dapat memotivasi petani untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi kedelai.
Kedelai dari sisi ekonomi dapat dikemukakan melalui naiknya nilai tukar yang akan mempengaruhi jumlah kedelai yang diimpor yang selanjutnya akan
mempengaruhi penawaran dan stok kedelai di dalam negeri. Berdasarkan hasil penelitian Kumenaung 1994, dengan naiknya nilai tukar 15 persen telah
menyebabkan turunnya jumlah impor sebesar 12.58 persen. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing turun, mengakibatkan kemampuan untuk membayar
kebutuhan kedelai melalui impor semakin kecil. Penurunan jumlah impor ini menyebabkan terjadinya penurunan jumlah penawaran kedelai nasional. Jumlah
penawaran kedelai nasional menurun 2.63 persen karena impor kedelai merupakan salah satu unsur yang menyusun jumlah penawaran kedelai. Kondisi
ini selanjutnya mempengaruhi industri tahu dalam negeri yang juga mengalami penurunan produksi sebesar 1.33 persen. Jika harga impor naik, merangsang harga
kedelai domestik naik sehingga akan menguntungkan petani. Terjadi surplus, begitupun dengan industri tahu dan tempe, ketika surplus, kebutuhan kedelai
dalam negeri akan terpenuhi oleh kedelai domestik, kemudian surplus di ekspor untuk menambah devisa negara.
Ekonomi kedelai di Indonesia dapat dikemukakan melalui beberapa implikasi kebijakan sebagai berikut: 1 penerapan kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan ekstensifikasi dan intensifikasi pengusahaan komoditas kedelai cukup tepat untuk meningkatkan permintaan akan kedelai lokal dan menurunkan
permintaan terhadap kedelai impor dari manca negara; 2 pengaruh yang cukup besar dan berbeda-beda dari peubahan kebijakan perdagangan internasional dari
negara-negara pengekspor kedelai ke Indonesia dapat dimanfaatkan untuk memperoleh volume impor kedelai yang dibutuhkan dengan meminimalkan
pengeluaran devisa; 3 pengaruh yang cukup besar dan berbeda-beda dari perubahan biaya transportasi untuk setiap negara pengekspor kedelai ke
Indonesia, dapat dimanfaatkan untuk memperoleh kedelai impor dengan harga lebih kompetitif, sehingga dapat menekan pengeluaran devisa Indonesia; 4
pemerintah dapat memanfaatkan kondisi krisis moneter yang amsih berlangsung di Indonesia untuk menurunkan permintaan impor kedelai, misalnya pelaksanaan
program yang dapat meningkatkan daya substitusi kedelai lokal, seperti pengembangan benih kedelai yang disukai petani dan pengusaha tahu tempe, yang
dapat mensubstitusi kedelai impor, untuk mendukung efektivitas kebijakan lainnya Rachmawati 1999.
Kedelai saat ini merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat penting dalam kehidupan penduduk Indonesia, masalah yang dihadapi agribisnis
kedelai di Indonesia adalah pendapatan usahatani kedelai yang rendah. Akibatnya kedelai nasional tidak berdaya saing dibandingkan dengan kedelai impor.
Usahatani kedelai telah mencapai efisiensi teknis, tetapi tidak efisien secara ekonomis. Usahatani kedelai tanpa maupun dengan side product memiliki peluang
daya saing, sehingga diperlukan kebijakan harga floorprice diatas harga jual petani farm gate price untuk meningkatkan efisiensi ekonomis komoditas
kedelai, serta apabila harga kedelai impor lebih rendah, maka diperlukan barier dalam bentuk Rate Protection Tax dengan memperhitungkan Effective Rate of
Protection ERP.Untuk menambah tingkat daya saing perlu diperhitungkan side product budidaya kedelai Sutrisno, Titis dan Rini 2010.
Beberapa argumen tentang pentingnya pengembangan ekonomi kedelai adalah: 1 pertambahan jumlah penduduk, 2 usahatani kedelai melibatkan lebih
dari dua juta rumah tangga petani, 3 peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran pentingnya mengonsumsi protein nabati, 4 perkembangan industri
makanan berbahan baku kedelai, seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco, serta 5 perkembangan industri pakan yang salah satu komponen utamanya adalah bungkil
kedelai. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan terhadap kedelai terus meningkat setiap tahun Zakaria 2010c.
Ketahanan pangan merupakan konsep yang dinamis dalam arti dapat di gunakan untuk mengkukur secara lagsung kualitas sumber daya dengan cara
mengatur kecukupan pangan dan gizinya karena sifat kedelai sangat ekonomis dan dinamis. Dari sisi ekonomi, kedelai sebagai komoditas pangan yang strategis,
beresiko bila diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, pertimbangan pokoknya adalah memegang peranan yang sangat kuat dalam menu pangan
penduduk. Kedelai berperan dari sisi sosial ekonomi, psikologis dan politis yang cukup tinggi adanya gejolak seperti berkurangnya pasokan yang diikuti dengan
lonjakan harga akan membuat susah masyarakat, bukan hanya perajin tahu dan tempe yang terancam bergulung tikar. Krisis kedelai seperti krisis komoditas
pangan lain sebenarnya akumulasi dari tidak adanya kesungguhan pemerintah dalam membangun ketahanan pangan Sri 2011.
Sintesis dari beberapa wacana mengenai ekonomi kedelai diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi pertanian,
hal yang harus dicapai terlebih dahulu adalah memperkuat ketahanan pangan dari ancaman globalisasi, dimana terdapat dua pilihan antara lain pencapaian
berswesembada artinya memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri minimal tergantung pada perdagangan luar negeri, lalu yang kedua pencapaian
kemandirian dalam pangan yaitu berusaha menyediakan minimal pangan yaitu berusaha menyediakan minimal pangan perkapita untuk melindungi dari
ketergantungan impor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan akses terhadap pangan. Persoalan kedelai Indonesia di masa mendatang, harus
diarahkan ke swasembada, ketergantungan impor dapat mengganggu kestabilan sosial, ekonomi, maupun politik. Untuk itu, ketika swasembada kedelai tercapai,
maka Indonesia akan memiliki peluang menjadi salah satu negara eksportir terbesar di dunia. Hal ini tentunya berdampak pada nilai kepercayaan luar negeri