1.27, protein 6.98 dan pati 82.59 Suarni et al 2002. Sifat fisikokimia tepung sorgum untuk varian numbu mempunyai daya serap air 16.12, derajat
putih 79.91 dan amilosa 25.35 Suarni dan Firmansyah 2005. Suarni et al 2002 juga menyebutkan bahwa rendemen sorgum menghasilkan tepung
sebesar 58.30-70.97.
Sukun Artocarpus communis Forst merupakan tanaman tahunan yang mampu menghasilkan buah 600-900 buahpohontahun. Dengan rendemen 30,
maka akan mampu menghasilkan tepung sukun sebanyak 108 kgpohontahun Supriati 2010. Komposisi kimia tepung sukun adalah kadar air 2-6, abu 2.0-
3.8, protein 2.0-3.6, lemak 0.7-1.3, karbohidrat 87-91, gula total 0.21- 0.32 dan amilosa 11-20. Karakteristik fisik derajat putih mencapai 50-70
Prabawati dan Suismono 2009.
2.3 Karakteristik Tepung
Kadar air pada tepung merupakan aspek yang sangat penting dan kritis dalam aspek peningkatan ikatan kohesivif antar partikel tepung, khususnya di
antara lapisan partikel atau bridge yang mempunyai sifat ikatan agglomerasi secara spontan pada partikel tepung Canovas 2005. Menurut Pietsch 1991 di
dalam Canovas 2005, terdapat 6 cara terjadinya aglomerasi antar partikel yaitu a Partial melting sinter bridges b Chemical reaction hardening binders, c
Liquid bridges hardening binders, d Molecular and like-type forces, e Interlocking bonds dan f Capillary forces Gambar 2.1.
Pada tepung jagung diperoleh nilai kohesi sebesar 4-6 gcm
2
untuk kadar air lebih kecil dari 11, sedangkan untuk kadar air 18.5 persen diperoleh nilai
kohesi sebesar 13 gcm
2
. Canovas et al. 2005 menambahkan bahwa tepung bahan makanan mempunyai massa jenis antara 1000 sampai 1500 kgm
3
, sedangkan pati mempunyai massa jenis 1500 kgm
3
. Menurut Carr 1997 di dalam Canovas et al. 2005, angle of repose
berhubungan dengan indikator kemampuan meluncur dimana sudut sampai dengan 35
o
menunjukkan indikator mudah meluncur. Sementara itu, 35-45
o
agak kohesif, 45-55
o
sulit meluncur dan di atas 55
o
mempunyai kohesifitas yang sangat besar sehingga lebih sulit meluncur.
Terdapat korelasi antara kadar air dengan poured bulk density, compressiblity dan daya kohesi pada bahan tepung. Untuk starch pada keadaan
kering diperoleh poured bulk density sebesar 0.81 kgm
3
, nilai compressibility 0.12 dan nilai kohesi sebesar 6 gcm
2
, sedangkan pada kadar air 18.5 diperoleh poured bulk density sebesar 0.61 kgm
3
, nilai compressibility 0.15 dan nilai kohesi sebesar 13 gcm
2
Canovas et al. 2005.
Gambar 2.1 Aglomerasi antar partikel: aPartial melting sinter bridges, b Chemical reaction hardening.binders, c Liquid bridges
hardening binders, d Molecular and like-type forces,e Interlocing bonds, dan f Capillary forces
2.4 Rekayasa Bulir Beras Buatan
Penelitian rekayasa bulir buatan yang mendekati sifat fisikokimia beras telah banyak dikembangkan dengan perlakuan pemberian nama bulir, formulasi
bahan baku, teknologi proses serta mesin yang digunakan. Beras buatan telah diproduksi dari berbagai sumber tepung dengan introduksi penambahan nutrien
dan flavor yang tidak terdapat pada beras dengan menggunakan roll-type granular Kurachi 1995. Bulir menyerupai beras yang dikenal dengan
simulated rice grain SRG telah dibuat dengan penambahan bahan fortifikasi Ferrous sulfate heptahydrate FSH melalui proses ekstrusi Kapanidis et al.
1996. Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras Mishra et al. 2012. Beras analog dibuat
dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu aren, Gliseril Mono Stearat GMS dan air Budijanto dan
Yuliyanti 2012. Selain itu, Noviasari et al. 2013 membuat beras analog dengan komposisi jagung pulut 4.34, jagung lokal 65.66 dan pati sagu 30
dengan hasil uji sensorik yang baik. Pembentukan granular butiran beras buatan optimal dilakukan dengan menggunakan twin screw dengan pengaturan putaran
screw, temperatur screw, penambahan GMS dan kombinasi steaming Herawati et al. 2013. Kondisi optimum pembuatan beras analog berbahan baku singkong,
jagung dan sagu aren yang dibentuk dengan mesin twin roll adalah pada suhu 77
o
C, kadar air 52 dan waktu pemasakan 20 menit Gultom et al. 2014.
2.5 Mutu dan Sifat Fisikokimia Beras
Mutu beras dikelompoklan menjadi empat yaitu 1 mutu giling, 2 mutu rasa dan mutu tanak, 3 mutu gizi dan 4 mutu berdasarkan kenampakan dan
kemurnian biji. Kriteria mutu beras meliputi 1 mutu pasar, yang mencakup mutu giling dan mutu kenampakan biji, 2 mutu rasa dan mutu tanak serta
faktor-faktor yang menentukannya Haryadi 2008.
Mutu pasar lebih banyak ditentukan secara objektif oleh kenampakan biji dan sifat-sifat fisik seperti ukuran dan bentuk biji, derajat sosoh, persentase
beras pecah, menir dan butir kapur. Bulog telah menetapkan persyaratan mutu beras giling seperti yang disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Persyaratan mutu beras menurut Bulog
Komponen Mutu IA
Mutu IB Mutu IC
Mutu II Derajat Sosoh min
90 90
90 90
Kadar air maks 14
14 14
14 Butiran patah
25 35
40 35
Menir maks 2
2 2
2 Butir kapur maks
3 3
3 3
Butir kuningrusak maks
3 3
3 3
Butir merah maks 3
3 3
3 Benda asing per kg
maks 10 butir
atau 0.5 gr 10 butir
atau 0.5 gr 10 butir
atau 0.5 gr 10 butir
atau 0.5 gr Dedak dan katul
Bersih Bersih
Bersih Bersih
Hama dan penyakit Bersih
Bersih Bersih
Bersih Bau apek
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Di pasar internasional, persyaratan mutu masih ditambahkan dengan kenampakan biji, warna dan kejernihan serta bobot jenis biji Haryadi 2008.
Standar mutu beras di pasar internasional yang didasarkan pada panjang biji dikelompokan pada empat jenis ukuran biji yaitu biji sangat panjang, biji
panjang, biji sedang dan biji pendek. Sedangkan menurut bentuknya dikelompokan menjadi empat jenis yaitu lonjong, sedang, agak bulat dan bulat.
Standar beras berdasarkan panjang dan bentuk biji dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Standar mutu beras berdasarkan panjang dan bentuk bulir Skala USDA
Beras pecah kulit Beras giling Panjang mm
Sangat panjang 7.5
7.0 Panjang
6.61-7.5 6.00-6.99
Sedang 5.51-6.60
5.50-5.99 Pendek
5.51 5.00
Bentuk panjang : lebar
Lonjong 3.0
3.0 Sedang
2.1-3.0 -
Agak bulat 2.1
2.0-3.0 Bulat
- 2.0
Sumber : Webb 1980 dalam Damardjati dan Purwani 1991 dalam Haryadi 2008
Mutu tanak merupakan persyaratan dalam pengolahan beras yang dipengaruhi oleh perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas
nasi parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati. Sifat beras yang
digunakan sebagai ciri penentu mutu tanak ialah kadar amilosa, uji alkali menduga suhu gelatinisasi, kemampuan pengikatan air pada suhu 70
o
C, stabilitas pengalengan nasi parboiling, sifat amilografi dan pemanjangan biji
selama pemasakan Haryadi 2008. Mutu rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat
kesukaaan konsumen Juliano 1994 dalam Haryadi 2008. Di dalam menentukan mutu rasa, konsumen mengenal nasi pera dan nasi pulen. Pengujian
mutu rasa dilakukan secara subyektif dengan uji indrawi yang meliputi kepulenen, aroma, warna dan rasa nasi serta dengan uji objektif untuk
menentukan nilai kekerasan dan kelekatan nasi Haryadi 2008.
Sifat fisikokimia beras giling akan menentukan mutu tanak dan rasa nasi Haryadi 2008. Beberapa sifat fisikokimia beras meliputi kadar amilosa, kadar
protein, suhu gelatinisasi, konsitensi gel dan nisbah pemanjangan biji Haryadi 2008.
Kandungan pati dalam beras 80 yang tersusun dari amilosa dan amilopektin sangat menentukan mutu tanak dan rasa nasi. Semakin tinggi
kandungan amilosa akan semakin kurang lekat dan semakin keras. Jika seluruh patinya terdiri dari amilopektin seperti pada beras ketan tidak mengandung
amilosa maka apabila ditanak akan bersifat sangat lengket, lunak, basah, mengkilat, padat, kurang menyerap air dan kurang mengambang. Kadar amilosa
pada beras tegantung dari varietasnya, namun secara umum terbagi dalam amilosa rendah 20, sedang 20-25, agak tinggi 25-27 dan tinggi
27 Haryadi 2008. Sebagian terbesar kelompok nasi enak mempunyai kadar amilosa rendah sampai sedang 25, sebaliknya nasi yang kurang enak
sebagian besar mempunyai kadar amilosa tinggi 25 Haryadi 2008.
Kadar protein di dalam beras 7 menentukan mutu gizi beras, mutu tanak nasi dan lama waktu tanak. Semakin tinggi kadar protein maka
membutuhkan air lebih banyak dan waktu tanak yang lebih lama Haryadi 2008. Kandungan protein yang makin tinggi juga menyebabkan beras giling dan pati
menjadi lebih keras terutama beras yang mengandung protein lebih dari 8 Haryadi 2008.
Sifat fisikokima beras giling beberapa varietas padi disajikan pada Tabel 2.5.