Adanya Gap Pemenuhan Kayu dari Hutan Alam

sebagai konsumen bagi Pemda tetapi juga sebagai warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Menurut Suwandi 2006 bahwa Pemda seharusnya memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, karena Pemda mendapat legitimasi politik dari masyarakat selaku pemilih voters. Untuk itu Pemda harus akuntabel terhadap warganya. Masyarakat memiliki hak secara aktif berpartisipasi dalam urusan-urusan Pemda diantaranya adalah: 1 mengetahui kebijakan dan keputusan yang dibuat Pemda; 2 mengetahui alasan-alasan yang melatar belakangi keputusan yang dibuat Pemda; 3 berkesempatan untuk ikut aktif berpartisipasi diskusi mengenai isi-isu yang dibicarkan Pemda; 4 berhak didengar pendapat dan kepentingannya dalam pembahasan isu-isu; 5 dilibatkan dalam kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan 6 bersama- sama mengevaluasi hasil kerja dari Pemda. Dengan demikian, adanya pemahaman Pemda akan kedudukan petani sebagai warga negara dan diberikannya kesempatan kepada petani untuk terlibat dalam diskusi untuk menyerap informasi dari arus bawah, maka diharapkan dapat meningkatkan pelayanan Pemda kepada masyarakat sebagai mitra dalam usaha kayu rakyat ke depan.

b. Adanya Pungutan Liar

Pungutan liar merupakan suatu istilah yang dinyatakan kepada oknum pemerintah dan atau pihak keamanan yang melakukan pungutan tidak resmi atas hasil hutan kayu milik masyarakat. Berdasarkan wawancara mendalam dengan para petani key informant bahwa menurut tempat terjadinya pungutan tidak resmi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1 saat kayu hasil penebangan sudah berada di tempat penimbunan kayu sementara; dan 2 saat terjadi pengurusan izin pengolahan kayu. Pada saat kayu hasil pengolahan tiba di tempat penimbunan kayu maka oknum keamanan dengan berbagai alasan malakukan pemungutan tidak resmi. Hal ini umumnya berlangsung pada saat pertama melakukan penebangan. Pada kesempatan itu akan terjadi tawar menawar mengenai besar - kecilnya nilai uang dan kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang setiap kali petani melakukan transaksi. Selanjutnya, setelah sepakat maka secara berkala petani harus menyetor langsung ke oknum tersebut setiap kali akan ada pengangkutan kayu. Hal ini dilakukan di tempat-tempat yang sudah ditentukan dan bukan lagi di tempat penimbunan kayu. Pungutan tidak resmi saat pengurusan izin umumnya terjadi untuk mempercepat proses perizinan. Umumnya oknum yang melakukan itu memiliki kedekatan dengan atasan langsung yang akan menerbitkan izin, sehingga dengan alasan-alasan tertentu maka diminta biaya tambahan dari petani. Hal ini terjadi pada level kecamatan dan kabupaten. Walaupun petani sepakat untuk memberi namun sesungguhnya hal ini terasa memberatkan. Hal ini juga merupakan sikap free rider dari oknum pegawai terhadap petani. Karena oknum dimaksud akan memanfaatkan momentum tersebut untuk memperoleh sejumlah uang. Hal ini dapat berdampak pada besarnya biaya high cost yang harus dikeluarkan dalam pengurusan izin. Oleh karena itu suatu ancaman ekternal yang dapat menghambat upaya pengembangan hutan rakyat ke depan adalah pungutan liar. Hal ini dapat menimbulkan keresahan dalam diri petani dan apabila ini terus berlarut-larut maka dikuatirkan akan berdampak pada kinerja pengelolaan hutan rakyat ke depan.

c. Belum Adanya Perda yang Bersifat Insentif

Pemberlakuan otonomi daerah telah memberi peluang yang besar kepada Pemda dalam menyusun kebijakan-kebijakan strategis di bidang kehutanan yang meliputi kegiatan perencanaan, penebanganpemanenan, pembinaanrehabilitasi, konservasi dan pengamanan hutan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hendaknya mengacu pada aturan-aturan yang lebih tinggi menurut hierarki penetapan sebuah aturan di negara ini. Dalam konteks pembuatan kebijakan pengembangan hutan rakyat, maka Pemda seharusnya memperhatikan peraturan yang lebih tinggi yang terkait langsung dengan usaha kayu rakyat yang meliputi empat aspek penting, yaitu aspek produksi, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan. Sesuai dengan hasil wawancara tertulis dengan pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala, bahwa sampai saat ini Pemda Donggala baru menerbitkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Bupati Donggala Perbub,