Kondisi Industri Pengolahan Kayu

untuk keperluan bahan bangunan. Selain itu, adanya permintaan kayu untuk kebutuhan industri kayu dan industri meubel menjadi faktor pendorong lainnya. Pemanfaatan lahan oleh masyaakat untuk pengembangan hutan rakyat seperti pada Gambar 4. a b Gambar 4 Hutan rakyat pola agroforestry a dan pola monokultur b Berdasarkan hasil wawancara, lahan masyarakat yang diperuntukan bagi pemgembangkan hutan rakyat merupakan lahan milik sendiri. Luas lahan milik petani hutan rakyat umumnya seperti pada Tabel 16 di bawah ini Tabel 16 Luas lahan milik petani hutan rakyat No Luas lahan milik ha Persentase 1 0.25 – 1 11.5 2 1 - 2.5 71.4 3 2.5 17.1 Jumlah 100 Tabel 16 menunjukkan bahwa luas pemilikan lahan garapan petani hutan rakyat terbesar, yaitu 1-2.5 ha 71.4. Umumnya para petani melakukan pembedaan peruntukan dalam pemanfaatan lahannya masing-masing. Pola peruntukan lahan oleh petani dapat dibagi menjadi 3 tiga stratifikasi, dengan luasan masing-masing berbeda menurut kepemilikannya. Stratifikasi kepemilikan lahan dan pola pemanfaatannya seperti pada Tabel 17. Tabel 17 Stratifikasi pemilikan lahan berdasarkan luas Jenis Penggunaan Lahan Strata Status Luas ha Kombinasi Tanaman Hutan Rakyat 1 Milik 0.25 - 1 Jati,Kelapa,Gmelina, Kemiri 2 Milik 1 – 2.5 Jati, Kemiri, Jagung, Kakao, Kelapa, dan Gmelina 3 Milik 2.5 Jati, Kelapa, Pisang dan Ebony Kebun 1 Milik 0.1 – 1 Kakao 2 Milik 1 – 2.5 Kakao 3 Milik 2.5 Kakao Pekarangan 1,2,3 Milik 0.25 Palawija Pada Kabupaten Donggala, kepemilikan lahan akan menentukan status sosial dan ekonomi pemilik lahan. Pada umumnya, semakin luas lahan maka semakin tinggi status sosialnya di masyarakat. Hal ini disebabkan akses seseorang pada lahan berpengaruh pada kondisi sosial ekonominya. Hamparan luas hutan rakyat yang kompak dengan luasan yang cukup, dapat ditemukan pada petani yang memiliki lahan diatas rata-rata. 5.2 Faktor-Faktor Strategis dan Pengaruhnya terhadap Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Donggala

5.2.1 Aspek Produksi Kayu Rakyat

Penyebaran hutan rakyat secara umum dapat ditemui di wilayah Kabupaten Donggala. Hutan rakyat yang terdapat di wilayah tersebut, umumnya dapat dikelompokan menjadi 2 dua bagian, yaitu 1 hutan rakyat yang vegetasinya tumbuh secara alami di lahan masyarakat; dan 2 hutan rakyat yang yang ditanam sendiri oleh masyarakat. Pada aspek produksi ini akan dibahas secara khusus tentang vegetasi kayu rakyat baik yang tumbuh secara alami maupun dari hasil penanaman. Hal-hal yang akan dianalis, yaitu a struktur tegakan hutan rakyat; b potensi produksi; dan c upaya pengembangan hutan rakyat.

5.2.1.1 Struktur Tegakan Kayu Rakyat

Dalam pengelolaan hutan rakyat dua hal pokok yang harus diperhatikan adalah kelestarian hasil dan kelestarian usaha. Menurut Suhendang 1999 kelestarian hasil menyatakan bentuk prinsip yang dipegang dalam pengelolaaan tegakan hutan yang bersifat dapat memberikan hasil secara lestari. Konsep ini berbicara tentang suatu kondisi hutan yang harus tetap ada. Bentuk hutan yang menjadi suatu syarat agar dari padanya diperoleh hasil kayu yang lestari adalah bentuk hutan normal. Selanjutnya kelestarian usaha menggambarkan secara ekonomis usaha kayu rakyat harus mendatangkan keuntungan bagi masyarkat dan juga bersifat kontinyu. Sesuai dengan hasil análisis data tegakan yang didukung dengan pengamatan langsung di lapangan, bahwa struktur tegakan kayu rakyat yang ditanam oleh responden umumnya dikategorikan menyerupai kurva ‘J” terbalik. Struktur tegakan seperti ini terbentuk karena, kegiatan penanaman pohon secara meluas pada umumnya dilakukan saat awal kegiatan Gerhan tahun 2004. Selanjutnya diikuti dengan kegiatan penanaman pohon pada tahun-tahun berikutnya hingga saat ini. Selanjutnya struktur tegakan pohon yang tumbuh secara alami di lahan petani juga menyerupai kurva “J” terbalik. Struktur tegakan hutan rakyat seperti pada Gambar 5. Gambar 5 Distribusi pohon hutan rakyat yang ditanam dan tumbuh secara alami menurut kelas diameter di Kabupaten Donggala Dishutbun. Kabupaten Donggala, 2010 Gambar 5 menunjukkan bahwa distribusi pohon ada pada setiap kelas diameter, akan tetapi struktur tegakan pada hutan tanaman rakyat di Kabupaten Donggala belum menggambarkan struktur hutan normal. Hutan normal Menurut Davis et al.2001 ; Bettinger et al. 2009 bahwa suatu keadaan hutan yang dapat memberikan hasil yang tetap, baik berdasarkan luas atau volume pada periode penebangan berikutnya. Pada Gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa sebaran pohon untuk hutan rakyat yang tumbuh secara alami terbanyak pada kelas diameter 20-25 cm, dan semakin sedikit pada kelas diameter di atas 40 cm. Selanjutnya pada hutan rakyat hasil budi daya, terlihat bahwa sebaran pohon terbanyak pada kelas diameter 20-25 cm, sedangkan untuk kelas diameter 40 cm ke atas belum ada. Jadi dinamika pertumbuhan pohon menunjukkan bahwa semakin bertambah dimensi suatu tegakan, maka jumlah pohon pada suatu luasan tertentu mengalami penurunan. Hal ini secara alami diantaranya diakibatkan oleh adanya persaingan pertumbuhan antar Berdasarkan hasil wawancara, jumlah pohon yang ditanam oleh responden di atas lahan milik rata-rata lebih dari 100 pohon 100 – 1336 per pemilik. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pohon yang ditanam cukup banyak. Selanjutnya contoh tegakan hutan rakyat jenis jati Tectona grandis, yang ditanam oleh masyarakat pada lahan milik seperti ditunjukkan pada Gambar 6. pohon untuk memperoleh hara dan cahaya matahari. a b Gambar 6 Tegakan kayu jati rakyat berdiameter rata-rata 20-25 cm a dan berdiameter 25-30 cm b Umumnya kegiatan penebangan kayu rakyat yang tumbuh secara alami belum diikuti dengan penanaman kembali. Masyarakat berpendapat “lebih baik hutan itu tumbuh secara alami”. Sementara itu, sampai saat ini belum terlihat