Pola Penggunaan Lahan Kondisi Hutan Rakyat Secara Umum di Kabupaten Donggala

Tabel 14 Nama industri, jenis, dan kapasitas terpasang No Nama Perusahaan Jenis dan Kapasitas Izin m³ Kayu Gergajian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 PT. Laju Lancar Lestari UD. Mandiri CV. Sojol Jaya CV. Al-Munawarah CV. Indosul Harmoni CV. Celindo Cemerlang CV. Kaili Tovea Indah CV. Cahaya Taviora CV. Bahtera Abadi UD. Pratama Lestari CV. Cahaya Arti CV. Sabar Jaya Sentosa CV. Bakti Jaya Utama PT. Tatehe Nusa Jaya UD. Mardiana 2.200 6.000 1.000 1.500 1.500 1.500 1.000 500 1.000 900 1.000 1.000 1.000 1.300 1.500 Jumlah Total 21.600.00 Sumber: BP2HP XIV Palu, 2010. Tabel 14 menunjukkan bahwa IPHHK dengan kapasitas terpasang 2000 m 3 sd 6000 m 3 sebesar 13.3 dan kapasitas 2000 m 3 sebesar 86.7. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Donggala jumlah industri kecil lebih banyak dibandingkan dengan industri menengah ke atas. Berdasarkan total kapasitas terpasang yang ada, maka setiap tahun IPHHK membutuhkan pasokan bahan baku kayu sebesar 43.200.00 m 3 Berdasarkan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri RPBBI, pasokan bahan baku industri pengolahan kayu di Kabupaten Donggala pada tahun 2009 dari Hutan Alam sebanyak 920 m tahun, dengan asumsi rendemen kayu sebesar 50. 3 tahun. Selanjutnya pasokan kayu dari hutan rakyathak sebanyak 10.725.26 m 3 tahun Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah 2010. Jadi Total pasokan bahan baku sebesar 11.645.26 m 3 tahun. Sementara total kebutuhan bahan baku mencapai 43.200.00 m 3 tahun. Dengan demikian masih terdapat kesenjangan bahan baku kayu sebesar 31.554.74 m 3 Karena itu untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya industri kayu yang masih beroperasi melakukan pengurangan pemenuhan bahan baku sesuai target produksi yang direncanakan dalam RPBBI. Di samping itu, untuk tetap beroperasi tahun. maka umumnya industri juga membeli kayu dari luar kabupaten. Selanjutnya, antar industri kayu yang ada harus bersaing dalam pemenuhan bahan bakunya. Ke depan kekurangan bahan baku kayu bulat bagi industri kayu yang tersebar di Kabupaten Donggala dan Kota Palu dapat dipenuhi, apabila lahan-lahan potensial yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan hutan rakyat. Skenario pemanfaatan lahan tidur yang ada di Kabupaten Donggala selanjutnya dijelaskan pada bab hasil dan pembahasan dengan tema: “upaya pengembangan hutan rakyat”.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Hutan Rakyat

Pemberdayaan masyarakat lewat upaya pembangunan hutan rakyat merupakan suatu upaya yang strategis jika dilihat dari segi lingkungan, ekonomi, maupun keamanan dan keutuhan hutan negara. Pembangunan hutan rakyat secara terarah dan terencana diharapkan dapat memperbaiki mutu lingkungan iklim mikro, tanah, dan pengendalian erosi. Petani hutan rakyat umumnya merupakan masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan hasil wawancara, pendapatan para petani hutan rakya bervariasi, yaitu: Rp 500 000bulan - Rp 750 000bulan. Selengkapnya seperti pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata pendapatan petani hutan rakyat per bulan No Jumlah pendapatanbulan Persentase 1 Rp500 000 17.2 2 Rp500 000 - 750 000 65.7 3 Rp750 000 17.1 Jumlah 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa umumnya pendapatan petani hutan rakyat sebesar Rp 500 000 – 750 000bulan 65.7. Hal ini menggambarkan bahwa umumnya pendapatan para petani masih tergolong rendah, jika dibandingkan dengan upah minimum regional Kabupaten Donggala, yaitu sebesar Rp50 000hari BPS 2009. Karena itu, dalam perdagangan kayu rakyat umumnya petani masih sangat tergantung pada pemilik modal. Hal ini berimplikasi pada posisi tawar petani yang selalu lemah dalam bertransaksi. Berdasarkan hasil observasi lapangan, kondisi hutan rakyat yang ada di Kabupaten Donggala meliputi kepemilikan lahan sendiri yang ditanam dengan pola agroforestry dan monokultur. Karena itu terdapat lahan yang di dalamnya ditanami tanaman pertanian atau perkebunan seperti coklat yang dipadu dengan tanaman kehutanan. Di samping itu juga ada lahan yang secara khusus hanya ditanami tanaman kayu-kayuan seperti jati. Pada umumnya masyarakat mulai mengembangkan hutan rakyat sebagai akibat dari sulitnya memperolah kayu untuk keperluan bahan bangunan. Selain itu, adanya permintaan kayu untuk kebutuhan industri kayu dan industri meubel menjadi faktor pendorong lainnya. Pemanfaatan lahan oleh masyaakat untuk pengembangan hutan rakyat seperti pada Gambar 4. a b Gambar 4 Hutan rakyat pola agroforestry a dan pola monokultur b Berdasarkan hasil wawancara, lahan masyarakat yang diperuntukan bagi pemgembangkan hutan rakyat merupakan lahan milik sendiri. Luas lahan milik petani hutan rakyat umumnya seperti pada Tabel 16 di bawah ini Tabel 16 Luas lahan milik petani hutan rakyat No Luas lahan milik ha Persentase 1 0.25 – 1 11.5 2 1 - 2.5 71.4 3 2.5 17.1 Jumlah 100 Tabel 16 menunjukkan bahwa luas pemilikan lahan garapan petani hutan rakyat terbesar, yaitu 1-2.5 ha 71.4. Umumnya para petani melakukan pembedaan peruntukan dalam pemanfaatan lahannya masing-masing. Pola peruntukan lahan oleh petani dapat dibagi menjadi 3 tiga stratifikasi, dengan luasan masing-masing berbeda menurut kepemilikannya. Stratifikasi kepemilikan lahan dan pola pemanfaatannya seperti pada Tabel 17.