transaksi. Selanjutnya, setelah sepakat maka secara berkala petani harus menyetor langsung ke oknum tersebut setiap kali akan ada pengangkutan kayu. Hal ini
dilakukan di tempat-tempat yang sudah ditentukan dan bukan lagi di tempat penimbunan kayu.
Pungutan tidak resmi saat pengurusan izin umumnya terjadi untuk mempercepat proses perizinan. Umumnya oknum yang melakukan itu memiliki
kedekatan dengan atasan langsung yang akan menerbitkan izin, sehingga dengan alasan-alasan tertentu maka diminta biaya tambahan dari petani. Hal ini terjadi
pada level kecamatan dan kabupaten. Walaupun petani sepakat untuk memberi namun sesungguhnya hal ini terasa memberatkan. Hal ini juga merupakan sikap
free rider dari oknum pegawai terhadap petani. Karena oknum dimaksud akan memanfaatkan momentum tersebut untuk memperoleh sejumlah uang. Hal ini
dapat berdampak pada besarnya biaya high cost yang harus dikeluarkan dalam pengurusan izin.
Oleh karena itu suatu ancaman ekternal yang dapat menghambat upaya pengembangan hutan rakyat ke depan adalah pungutan liar. Hal ini dapat
menimbulkan keresahan dalam diri petani dan apabila ini terus berlarut-larut maka dikuatirkan akan berdampak pada kinerja pengelolaan hutan rakyat ke depan.
c. Belum Adanya Perda yang Bersifat Insentif
Pemberlakuan otonomi daerah telah memberi peluang yang besar kepada Pemda dalam menyusun kebijakan-kebijakan strategis di bidang kehutanan yang
meliputi kegiatan perencanaan, penebanganpemanenan, pembinaanrehabilitasi, konservasi dan pengamanan hutan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hendaknya
mengacu pada aturan-aturan yang lebih tinggi menurut hierarki penetapan sebuah aturan di negara ini. Dalam konteks pembuatan kebijakan pengembangan hutan
rakyat, maka Pemda seharusnya memperhatikan peraturan yang lebih tinggi yang terkait langsung dengan usaha kayu rakyat yang meliputi empat aspek penting,
yaitu aspek produksi, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan. Sesuai dengan hasil wawancara tertulis dengan pihak Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Donggala, bahwa sampai saat ini Pemda Donggala baru menerbitkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Bupati Donggala Perbub,
yaitu Perbub No.14 Tahun 2009, tentang Petunjuk Pelaksana Pemanfaatan Hutan Hak. Petunjuk Pelaksana Juklak tersebut secara umum hanya mengatur kegiatan
pemanenan, peredaran kayu, pembinaan dan pengendalian hasil hutan kayu rakyat, yang lebih menekankan pada pemungutan retribusi atas kayu yang
ditebang. Umumnya para petani menginginkan aturan-aturan yang bisa menjamin
kelanjutan pengembangan hutan rakyat ke depan. Aturan-aturan tersebut diharapkan lebih mengakomodir kepentingan petani, yaitu: terkait langsung
dengan penyediaan input berupa bibit dan pupuk, adanya jaminan tidak adanya intervensi pihak lain dalam kegiatan penebangan dan penjualan kayu untuk
mengindari pungutan liar, dan birokrasi yang tidak berbelit-belit dalam pengurusan izin.
Belum adanya Perda yang bersifat insentif langsung kepada petani, dalam jangka panjang dapat berdampak pada penurunan keinginan masyarakat dalam
pengembangan hutan rakyat. Hal ini cukup beralasan karena umumnya petani hanya mendapatkan sebagian kecil dari keseluruhan rentabilitas pengusahaan
hutan rakyat. Selanjutnya, ada semacam kekuatiran akan sustensikelestarian family-based forestsprivat-based forests ini, terutama jika para petani mempunyai
alternatif usaha yang financially attractive pada lahan yang selama ini digunakan untuk menanam tanaman kehutanan.
Oleh sebab itu perlunya political will dari pihak Pemda untuk membuat Perda yang bersifat insentif, sebagai salah satu bentuk pelayanan yang berkualitas
dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektifitas. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Suwandi 2006 dan Cubbage et al. 1993,
bahwa untuk mencapai maksud tersebut, maka diperlukan pelayanan yang memberikan kemudahan kepada masyarakat sebagai konsumen dan warga negara
people as consumers and also citizen.
d. Tingginya Biaya Pengurusan Izin
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan petani hutan rakyat, tingginya biaya pengurusan izin tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan
yang birokratis kepada masyarakat saat akan mengurus izin pemungutan hasil
hutan kayu. Sebenarnya tidak ada aturan tetap yang mewajibkan petani untuk mengeluarkan sejumlah uang dalam pengurusan izin. Karena yang menjadi
kewajiban pemilik izin adalah pajak yang berlaku sesuai ketentuan yang sudah ada. Namun hal ini tidak berarti petani tidak mengeluarkan biaya dalam
pengurusan izin. Sesuai dengan hasil wawancara mendalam bahwa biaya yang dikluarkan untuk pengurusan izin sebesar Rp 25 juta-30 juta.
Tingginya biaya inipun tidak terlepas dari Perbub. No. 14 Tahun 2009 yang pada pasal 2 ayat 2 menagatakan bahwa Tim.............bertugas
melaksanakan inventarisasi dan pemeriksaan kesesuaian lokasi...............yang akan dipetakan sebagai hutan hak. Konsekuensi logis sebagai fungsi laten dari
kebijakan ini adalah petani mengeluarkan sejumlah dana kepada tim yang melakukan verifikasi di lapangan agar mempercepat proses penerbitan izin.
Seyogyanya dana pelaksanaan tugas tersebut harus dialokasikan sendiri oleh Pemda, dalam bentuk anggaran perjalanan dinas sehingga tidak membebani
masyarakat.
e. Meningkatnya Permintaan Kayu Rakyat
Hampir seluruh industri kayu yang berada di Kabupaten Donggala memanfaatkan kayu rakyat sebagai bahan baku utama. Hal ini dapat dilihat
sebagai ancaman juga sebaliknya suatu peluang. Selanjutnya, seiring penurunan pasokan kayu dari IPK-HA mengakibatkan tingginya permintaan kayu dari hutan
rakyat. Hal ini dapat meningkatkan intensitas penebangan di lapangan, jika tidak diatur dalam bentuk suatu rencana karya yang baik di tingkat petani yang dalam
proses perencanaannya difasilitasi oleh pemerintah. Tingginya intensitas penebangan yang tidak diikuti dengan penanaman kembali dapat berdampak pada
kelestarian usaha kayu rakyat di masa yang akan datang.
f. Banyaknya Perantara dalam Pembelian Kayu Rakyat
Dalam pemasaran kayu rakyat di Kabupaten Donggala ditemukan banyak perantara middleman, selain produsenpetani dan konsumen. Menurut Purnama
2001 broker pialang adalah perantara yang kerjanya mempertemukan pembeli dan penjual, namun yang bersangkutan tidak memiliki persediaan produk, tidak
terlibat dalam pembiayaan dan tidak menanggung resiko. Sesuai dengan