Belum Adanya Penanaman Kembali

3. Permenhut. Nomor P.55Menhut-II2006, tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara. 4. Permenhut. Nomor P.33Menhut-II2007, tentang Perubahan Kedua atas Permenhut. No.P.51Menhut-II2006, tentang Penggunaan SKAU untuk Pengangkutan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak. Secara umum peraturan-peraturan tersebut di atas mengarahkan kebijakan pengelolaan hutan rakyat melalui rehabilitasi lahan, pemanfaatan hutan rakyat agroforestry, pemanfaatan hutan hak untuk fungsi konservasi, pengaturan hak dan kewajiban pemilik hutan rakyat, dan pengaturan peredaran kayu rakyat. Salah satu kebijakan pemerintah pusat dalam pengembangan usaha kayu rakyat adalah Permenhut. No. P.33Menhut-II2007 tentang Penggunaan SKAU saat pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak. Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah terus berupaya melakukan perubahan atas peraturan-peraturan sebelumnya, terkait produksi dan peredaran kayu yang diantaranya adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK.Menhut No.230Menhut-II1993, tentang Tata Usaha Kayu, dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan SK. Dirjen PH No.126Ditjen PH-IV2001, tentang Penatausahaan Hasil Hutan. Pada kedua aturan tersebut belum ada pembedaan secara tegas penatausahaan hasil hutan dari hutan alam maupun hutan rakyat. Selanjutnya pada Permenhut. Nomor P.33Menhut-II2007 telah memberikan pembedaan secara tegas antara kayu rakyat dan kayu dari hutan alam. Implikasinya yaitu menghindari penerapan hukuman yang sama atas pelanggaran pemungutan dan peredaran kayu yang dilakukan terhadap hasil hutan negara dan hutan rakyat, mencegah ekonomi biaya tinggi terutama akibat pelayanan yang bersifat birokratis, rent seeking dan pengendalian distribusi kayu bulat. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan maksud melindungi hak-hak rakyat terhadap hasil hutan miliknya, sedangkan tujuannya adalah memberikan kepastian hukum terhadap konsumen, menekan biaya tinggi yang ditanggung masyarakat, dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Meskipun semangatnya memberikan apresiasi kepada pengelolah hutan rakyat, namun pengaturan semacam ini seringkali justru akan membuka peluang bagi praktek-praktek pungutan liar yang membebani masyarakat. Oleh sebab itu perlu diupayakan sistem insentif yang lain agar masyarakat termotivasi untuk mengembangkan hutan rakyat. Pemda Kabupaten Donggala lewat Dinas Kehutanan dan Perkebunan telah berupaya untuk mendukung upaya pengembangan hutan rakyat. Dukungan Pemda tersebut secara nyata lewat pelaksanaan kegiatan Gerhan. Pelaksanaan kegiatan Gerhan tersebut telah memicu masyarakat untuk mengembangkan hutan rakyat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyukseskan program Gerhan, yaitu penyediaan bibit, penyuluhan dan pelatihan singkat. Pelatihan singkat ini dimaksudkan untuk membekali petani dengan pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan. Kegiatan tersebut mulai dari penyiapan lahan, penggalian lubang tanaman, pengangkutan bibit, dan penanaman. Di samping itu, Pemda Kabupaten Donggala telah menerbitkan Perbub Nomor 14 tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemanfaatan Hutan Hak. Hal ini bertujuan untuk memberi kemudahan kepada para petani pemilik hutan hak, dalam memanfaatkan hasil hutan yang tumbuh di atas lahan milik pribadi.

c. Peningkatan Permintaan Pasar Kayu Rakyat

Sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan para petani hutan rakyat, diperoleh informasi bahwa industri plywood yang ada di Kota Palu sangat antusias untuk memperoleh pasokan bahan baku dari tanaman rakyat berupa kayu jati dan gmelina dengan diameter 20 cm ke atas. Namun karena belum adanya kesepakatan harga, maka petani belum bersedia untuk menjualnya. Hal ini harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk memberikan informasi harga yang tidak merugikan petani. Di samping itu, permintaan kayu dari unit-unit usaha kayu pertukangan yang tersebar di luar Kabupaten Donggala khususnya Kota Palu cukup banyak. Hal ini dapat dijadikan suatu peluang karena usaha kayu pertukangan tidak memberikan syarat kayu dengan kelas awet dan kelas kuat tertentu. Sebaliknya, justru dibutuhkan kayu dengan jenis-jenis yang ringan untuk tujuan pembuatan meubeler seperti meja, kursi, buffet, dan lemari.