Belum Adanya Kelembagaan di Tingkat Petani

e. Belum Ada Rencana Pengelolaan di Tingkat Petani.

Petani pengelolah hutan rakyat di Kabupaten Donggala belum membuat suatu rencana pengelolaan hutan secara holistik . Rencana ini diharapkan menjadi acuan bagi petani untuk mengelolah hasil hutan kayu rakyat dengan memperhatikan azas kelestarian hasil dan azas kelestarian usaha. Rencana pengelolaan yang dimaksud disini adalah meliputi kegiatan perencanaan, penataan areal dan pengaturan produksi untuk satuan luasan tertentu yang kemudian dituangkan dalam rencana tahunan, jangka menengah dan jangka panjang. Berdasarkan rencana yang telah dibuat, maka petani dapat melakukan pemungutan kayu rakyat secara kontinyu dalam periode waktu tertentu. Perencanaan tersebut harus juga memperhatikan aspek pembinaan hutan yang meliputi pemeliharaan tegakan tinggal, dan penanaman kembali sesuai dengan kebutuhan. Menurut Osmaston 1968 dalam Suhendang 1999 bahwa sistem silvikiultur yang dapat diterapkan dalam hutan tidak seumur adalah sistem tebang pilih yang dapat dikelompokkan ke dalam tebang pilih kelompok group selection dan tebang pilih murni true or single tree selection. Perbedaan kedua kelompok tebang pilih ini terletak pada ukuran luas kesatuan pengelolaan hutan terkecilnya. Pada sistem tebang pilih murni yang luasnya sangat kecil 0.5 ha, sedangkan sistem tebang pilih kelompok berukuran lebih besar, yaitu sekitar 2.5 ha atau bahkan lebih. Dalam sistem silvikultur ini penebangan setiap tahunnya dapat dilakukan secara tersebar dalam seluruh areal hutan.

f. Belum Adanya Penanaman Kembali

Berdasarkan hasil survey di lapangan diketahui bahwa umumnya petani belum melakukan penanaman kembali pada areal bekas tebangan. Petani lebih memilih untuk memelihara tegakan tinggal yang ada di lahan mereka bersamaan dengan tanaman perkebunan lainnya seperti coklat dan durian. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat lebih berminat untuk menanam tanaman jenis lainnya, seperti jati dan gmelina di lahan mereka masing-masing secara homogen tanpa disertai dengan jenis tanaman umur pendek yang lain. Tidak adanya penanaman kembali pada areal yang telah ditebang, merupakan suatu kelemahan karena akan mempengaruhi kontiunitas sediaan kayu dalam kelompok diameter tertentu pada periode waktu yang akan datang. Dengan demikian perlu adanya kegiatan penyadaran kepada masyarakat pengelolah hutan rakyat agar dapat melakukan penanaman kembali pada areal yang telah ditebang. Kegiatan tersebut berupa penyuluhan secara periodik yang dilakukan oleh instansi teknis terkait, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala dan BPDAS Palu-Poso.

g. Sulitnya Akses ke Lokasi Pemanenan

Para petani hutan rakyat yang hendak memungut hasil kayu rakyatnya, harus menempuh jarak yang cukup jauh dengan berjalan kaki menuju ke lokasi penebangan. Sarana transportasi darat umumnya hanya sampai pinggir lahan masyarakat. Di samping itu, topografi hutan rakyat yang umumnya tidak rata menjadi kendala tersendiri saat melakukan pengangkutan kayu dari lokasi penebangan ke tempat penimbunan kayu atau dalam bahasa setempat di sebut TO tempat oto. Hal ini tentu berdampak langsung pada produktifitas dari petani dalam pemungutan kayu rakyat, karena harus membutuhkan tenaga kerja dan biaya yang banyak agar kayu hasil penebangan bisa sampai ke tempat penimbunan. Pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.16Menhut-II2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak, pada pasal 13 ayat 2 mengatakan bahwa pada hutan hak yang berfungsi konservasi agar pemanfaatannya berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan. Apabila pemanfaatan hutan hak tidak memperhatikan fungsi konservasi dari hutan hak tersebut, dikuatirkan akan berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan yang dapat berimplikasi pada penurunan kualitas dan produktivitas dari hutan rakyat. Oleh sebab itu, diperlukan pertimbangan–pertimbangan secara ekologis dari Pemda sebelum menerbitkan ijin pemanfaatan hutan hak untuk pemungutan hasil kayu pada areal hutan hak yang memiliki topografi yang berat. Dengan demikian sulitnya akses ke lokasi penebangan dapat merupakan kelemahan secara ekonomis dan ekologis. Hal ini menuntut kearifan pemilik hutan hak dalam memungut hasil hutan yang berasal dari lahan miliknya, dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan fungsi konservasi dari lahan yang memiliki topografi berat tersebut.

5.3.3 Faktor Eksternal Peluang Opportunities

Faktor eksternal peluang yang dimaksud disini adalah faktor-faktor dari luar petani hutan rakyat yang dapat mempengaruhi kinerja pengelolaan hutan rakyat. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pedagang, pembeli, dan pemerintah sebagai regulator, yang dipandang sebagai peluang dari luar petani yang dapat dimanfaatkan guna peningkatan kinerja usaha kayu rakyat ke depan di Kabupaten Donggala. Berdasarkan hasil wawancara dengan key informan dan petani pemilik hutan rakyat, maka diperoleh hasil evaluasi variabel-variabel peluang yang dapat dimanfaatkan oleh petani hutan rakyat. Variabel peluang yang mempunyai skor paling tinggi yaitu adanya industri yang menerima kayu rakyat dengan nilai skor sebesar 0.989. Selanjutnya variabel yang mempunyai skor paling rendah, yaitu peningkatan harga dari tahun ke tahun dengan nilai skor sebesar 0.315. Variabel- variabel eksternal peluang seperti pada Tabel 32. Tabel 32 Hasil evaluasi variabel eksternal peluang opportunity No Faktor eksternal peluang Bobot Rating Skor 1 Adanya industri yang menerima kayu rakyat 0.247 4.000 0.989 2 Dukungan pemerintah lewat kebijakan nasional 0.225 4.000 0.899 3 Peningkatan permintaan pasar kayu rakyat 0.191 3.000 0.573 4 Adanya gap pemenuhan bahan baku kayu 0.180 3.000 0.539 5 Peningkatan harga dari tahun ke tahun 0.157 2.000 0.315 Jumlah 1.000 3.315 Data pada Tabel 32 di atas menunjukkan bahwa terdapat lima variabel eksternal yang merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan usaha kayu rakyat ke depan. Variabel-variabel eksternal peluang tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Adanya Industri yang Menerima Kayu Rakyat.

Produksi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Donggala telah menjadi subsitusi pasokan kayu dari hutan alam yang berasal dari IUPHHK-HAIPK. Hal ini merupakan suatu indikasi yang positif bagi pengembangan hutan rakyat ke depan. Karena itu peluang ini menjadi sangat penting bagi petani hutan rakyat