Dukungan Pemerintah HASIL DAN PEMBAHASAN

subsitusi kebutuhan bahan baku dari IPK hutan alam dapat dijadikan peluang untuk pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Donggala.

e. Peningkatan Harga Kayu dari Tahun ke Tahun

Peningkatan harga kayu secara umum dipengaruhi oleh peningkatan permintaan kayu oleh konsumen. Di samping itu, peningkatan harga kayu di tingkat produsenpetani juga disebabkan oleh menurunnya pasokan kayu dari hutan alam. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para petani, harga kayu untuk jenis non komersial atau sebutan lain untuk jenis rimba campuran setiap tahun mengalami peningkatan sebesar rata-rata 10-12. Sebagai contoh pada tahun 2009 harga kayu untuk jenis rimba campuran dari hutan rakyat rata- rata sebesar Rp 1 100 000m³, sedangkan pada tahun 2010 naik menjadi Rp 1 250 000m³. Selanjutnya untuk kayu yang termasuk dalam kelompok jenis meranti mengalami kenaikan rata-rata sebesar 11. Pada tahun 2009 harga kayu untuk jenis meranti sebesar Rp 1 200 000m³ dan pada tahun 2010 rata-rata naik menjadi Rp 1 350 000m³. Walaupun kenaikan harga kayu pada tingkat petani belum signifikan, namun hal ini dapat merupakan peluang bagi petani untuk terus mengembangkan hutan rakyat. Peningkatan harga tiga tahun terakhir seperti pada Gambar 14. Gambar 14 Peningkatan harga kayu rakyat tahun 2008-2010 Gambar 14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan pada setiap tahun terjadi peningkatan harga. Perbedaan peningkatan harga pada petani dipengaruhi oleh jenis kayu yang dijual. Harga kayu tertinggi umumnya pada kelompok jenis meranti. Hal ini sangat berhubungan dengan pengenaan pungutan terhadap jenis meranti yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok rimba campuran.

5.3.4 Faktor Eksternal Hambatan Threath

Kinerja pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Donggala dipengaruhi pula oleh faktor-faktor eksternal petani, yang merupakan ancaman bagi keberlanjutan usaha kayu rakyat. Faktor-faktor tersebut perlu dipahami dengan baik agar dapat dirancang suatu strategi yang tepat, dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang berpihak pada petani hutan rakyat. Hal ini diharapkan akan dapat memotivasi petani hutan rakyat agar tetap eksis berpartisipasi sebagai mitra pemerintah dalam upaya-upaya pembangunan hutan rakyat. Faktor ancaman dimaksud disini adalah faktor-faktor dari luar petani yang secara langsungtidak langsung dapat merugikan petani. Implikasinya adalah dapat menurunkan kinerja usaha pengembangan hutan rakyat ke depan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemilik hutan rakyat dan para pakar diperoleh variabel-variabel eksternal ancaman. Variabel yang mempunyai skor tertinggi adalah rumitnya birokrasi untuk mengurus izin dengan skor 0.696, sedangkan variabel yang mempunyai skor terendah adalah banyaknya peratara dalam pembelian kayu rakyat dengan skor 0.294. Variabel-variabel eksternal ancaman seperti pada Tabel 34 Tabel 34 Hasil evaluasi variabel eksternal ancaman Threath No Faktor eksternal ancaman Bobot Rating Skor 1 Rumitnya birokrasi untuk mengurus izin 0.232 3.000 0.696 2 Adanya pungutan liar 0.147 3.000 0.441 3 Belum adanya Perda yang bersifat insentif 0.200 2.000 0.400 4 Tingginya biaya pengurusan izin 0.158 2.000 0.316 5 Meningkatnya permintaan kayu 0.147 2.000 0.294 6 Banyaknya perantara dalam pembelian KR 0.116 2.000 0.232 Jumlah 1.000 2.379 Data pada Tabel 34 menunjukkan bahwa terdapat enam faktor eksternal yang merupakan ancaman dalam usaha kayu rakyat ke depan. Variabel-variabel eksternal - ancaman dalam usaha kayu rakyat tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Rumitnya Birokrasi untuk Mengurus Izin

Secara filosofis adanya Pemda adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat public service secara efektif dan efisien. Pelayanan Pemda yang terkesan birokratis dapat menjadi penghambat percepatan pembangunan di daerah tersebut. Pada aspek pelayanan ini terasa adanya kelemahan dalam hal akuntabilitas dari Pemda kepada masyarakat dalam menyediakan pelayanan tersebut. Berdasarkan wawancara mendalam dengan petani hutan rakyat dan pihak industri kayu, diperoleh informasi bahwa salah satu faktor yang dapat mengahambat perkembangan hutan rakyat ke depan adalah rumitnya birokrasi dalam pengurusan izin penebangan kayu rakyat. Para petani yang akan melakukan penebangan kayu di tanah miliknya harus mengurus surat izin di tingkat desa, selanjutnya atas dasar izin yang dikeluarkan oleh kepala desa, petani melanjutkan permintaan rekomendasi dari camat setempat. Atas dasar rekomendasi tersebut maka petani dapat mengurus perizinan ke kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala. Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Rumitnya birokrasi seperti ini merupakan sesuatu yang disinsentif karena lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin tersebut. Hal ini berdampak pada efektifitas dan efisiensi proses pengolahan kayu. Oleh karena petani memiliki keterbatasan soal pengetahuan, keuangan dan waktu maka hal ini dirasa sangat memberatkan. Akibatnya adalah timbulnya rent seeking dalam proses penyelesaian administrasi dan kebiasaan free rider oleh oknum yang berperan agar proses izin atau rekomendasi cepat diterbitkan oleh pejabat yang berwewenang. Secara empirik hal yang dialami oleh petani adalah pelayanan yang diberikan oleh Pemda umumnya masih lamban dan birokratis, kurang responsif karena aparat masih memposisikan diri sebagai patrón dan petani sebagai client dan bukan sebagai warga negara citizen. Idealnya masyarakat tidak hanya