Adanya Partisipasi Masyarakat HASIL DAN PEMBAHASAN

b. Kurangnya Pengetahuan dan Teknologi dalam Pengolahan Kayu

Umumnya masyarakat yang berada di lokasi penelitian memiliki pengetahuan yang terbatas dalam pengolahan kayu. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menginventarisasi potensi kayu, cara mengolah kayu hasil tebangan secara efisisen dan efektif dengan memperhatikan azas kelestarian hasil dan azas kelestarian ekonomi dengan menggunakan teknologi yang memadai. Selanjutnya, karena keterbatasan pengetahuan dalam menentukan kubikasi maka umumnya dalam penentuan kubikasi dilakukannya dengan setelah pohon hasil tebangan diubah bentuk menjadi squere log. Walaupun ini dilakukan atas dasar pengalaman petani, namun hal ini dapat berakibat pada pohon yang dijual umumnya memiliki ukuran yang lebih dibanding dengan yang sebenarnya. Masyarakat menyadari bahwa mereka harus mengelolah hutan untuk mendapatkan kayu dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga usaha kayu rakyat bisa berlangsung secara kontinyu. Namun kenyataannya mereka belum memiliki pengetahuan yang memadai dan keterampilan teknis yang baik, tentang cara mengelolah hutan agar fungsi kelestarian dapat terjamin sejalan dengan fungsi ekononi yang mereka peroleh dari usaha kayu rakyat. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, setelah melakukan penebagan pohon masyarakat hanya mengambil batang pohon utama. Batang tersebut selanjutnya dipacak dengan menggunakan kampak, sedangkan bagian-bagian pohon yang lain dibiarkan begitu saja. Sisa-sisa bagian pohon yang lain belum dimanfaatkan untuk kebutuhan kayu bakar dan pembuatan arang, yang sesungguhnya telah memiliki pasar tersendiri. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi efisiensi dalam pemanfaatan kayu hasil panen. Selain itu, sistem penebangan yang dilakukan adalah tebang butuh yang belum diikuti dengan penanaman kembali, dapat mengancam kelestarian lingkungan dan usaha dalam jangka panjang.

c. Ketergantungan terhadap Pedagang

Petani hutan rakyat yang ada di Kabupaten Donggala umumnya masih tergantung kepada pedagang. Hal ini terjadi karena umumnya petani hutan rakyat adalah petani miskin modal. Karena itu, ketergantungan petani kepada pemodal berdampak pada penentuan harga kayu tidak mutlak dilakukan oleh petani, tetapi atas kesepakan kedua belah pihak. Sebagian petani hutan rakyat telah menerima persekotpembayaran di muka saat mereka membutuhkan uang untuk keperluannya. Karena itu posisi petani selalu menjadi yang terlemah dalam proses jual-beli kayu. Oleh karena kelemahan ini merupakan sesuatu yang bersifat sistemik, maka dapat berakibat pada pemanfaatan sumber daya kayu rakyat secara berlebihan yang tidak seimbang dengan pendapatan yang diperoleh petani hutan rakyat. Dengan demikian hal tersebut merupakan suatu kelemahan dalam pengembangan hutan rakyat karena peran petani menjadi sangat kecil jika dibandingkan dengan pedagangpembeli kayu.

d. Kesulitan Memperoleh Informasi Pasar

Para petani hutan rakyat selalu mengalami kesulitan untuk memperoleh informasi pasar yang sesungguhnya. Informasi mengenai harga kayu umumnya dikuasai oleh pembeli dan atau broker kayu. Karena itu informasi mengenai harga kayu bersifat asimetrik informasi, sehingga petani hanya sebagai pengambil harga price taker. Hal ini dapat berdampak langsung terhadap kesejahteraan petani hutan rakyat. Menurut Sundawati 2007b bahwa kesejahteraan petani yang masih relatif rendah diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan; b struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi tawar petani yang lemah; dan c masih terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi. Oleh sebab itu, diperlukan intervensi pemerintah dalam memberikan informasi pasar kepada petani secara berkala, agar petani mendapatkan informasi yang memadai tentang harga kayu sebenarnya Hardjanto 2003. Hal ini akan sangat berguna bagi petani ketika melakukan negosiasi harga dengan pembeli.

e. Belum Ada Rencana Pengelolaan di Tingkat Petani.

Petani pengelolah hutan rakyat di Kabupaten Donggala belum membuat suatu rencana pengelolaan hutan secara holistik . Rencana ini diharapkan menjadi acuan bagi petani untuk mengelolah hasil hutan kayu rakyat dengan memperhatikan azas kelestarian hasil dan azas kelestarian usaha. Rencana pengelolaan yang dimaksud disini adalah meliputi kegiatan perencanaan, penataan areal dan pengaturan produksi untuk satuan luasan tertentu yang kemudian dituangkan dalam rencana tahunan, jangka menengah dan jangka panjang. Berdasarkan rencana yang telah dibuat, maka petani dapat melakukan pemungutan kayu rakyat secara kontinyu dalam periode waktu tertentu. Perencanaan tersebut harus juga memperhatikan aspek pembinaan hutan yang meliputi pemeliharaan tegakan tinggal, dan penanaman kembali sesuai dengan kebutuhan. Menurut Osmaston 1968 dalam Suhendang 1999 bahwa sistem silvikiultur yang dapat diterapkan dalam hutan tidak seumur adalah sistem tebang pilih yang dapat dikelompokkan ke dalam tebang pilih kelompok group selection dan tebang pilih murni true or single tree selection. Perbedaan kedua kelompok tebang pilih ini terletak pada ukuran luas kesatuan pengelolaan hutan terkecilnya. Pada sistem tebang pilih murni yang luasnya sangat kecil 0.5 ha, sedangkan sistem tebang pilih kelompok berukuran lebih besar, yaitu sekitar 2.5 ha atau bahkan lebih. Dalam sistem silvikultur ini penebangan setiap tahunnya dapat dilakukan secara tersebar dalam seluruh areal hutan.

f. Belum Adanya Penanaman Kembali

Berdasarkan hasil survey di lapangan diketahui bahwa umumnya petani belum melakukan penanaman kembali pada areal bekas tebangan. Petani lebih memilih untuk memelihara tegakan tinggal yang ada di lahan mereka bersamaan dengan tanaman perkebunan lainnya seperti coklat dan durian. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat lebih berminat untuk menanam tanaman jenis lainnya, seperti jati dan gmelina di lahan mereka masing-masing secara homogen tanpa disertai dengan jenis tanaman umur pendek yang lain. Tidak adanya penanaman kembali pada areal yang telah ditebang, merupakan suatu kelemahan