eksternal - ancaman dalam usaha kayu rakyat tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Rumitnya Birokrasi untuk Mengurus Izin
Secara filosofis adanya Pemda adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat public service secara efektif dan efisien. Pelayanan Pemda yang
terkesan birokratis dapat menjadi penghambat percepatan pembangunan di daerah tersebut. Pada aspek pelayanan ini terasa adanya kelemahan dalam hal
akuntabilitas dari Pemda kepada masyarakat dalam menyediakan pelayanan tersebut.
Berdasarkan wawancara mendalam dengan petani hutan rakyat dan pihak industri kayu, diperoleh informasi bahwa salah satu faktor yang dapat
mengahambat perkembangan hutan rakyat ke depan adalah rumitnya birokrasi dalam pengurusan izin penebangan kayu rakyat. Para petani yang akan melakukan
penebangan kayu di tanah miliknya harus mengurus surat izin di tingkat desa, selanjutnya atas dasar izin yang dikeluarkan oleh kepala desa, petani melanjutkan
permintaan rekomendasi dari camat setempat. Atas dasar rekomendasi tersebut maka petani dapat mengurus perizinan ke kantor Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Donggala. Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Rumitnya birokrasi seperti ini merupakan sesuatu yang disinsentif karena
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin tersebut. Hal ini berdampak pada efektifitas dan efisiensi proses pengolahan kayu. Oleh karena petani
memiliki keterbatasan soal pengetahuan, keuangan dan waktu maka hal ini dirasa sangat memberatkan. Akibatnya adalah timbulnya rent seeking dalam proses
penyelesaian administrasi dan kebiasaan free rider oleh oknum yang berperan agar proses izin atau rekomendasi cepat diterbitkan oleh pejabat yang
berwewenang. Secara empirik hal yang dialami oleh petani adalah pelayanan yang
diberikan oleh Pemda umumnya masih lamban dan birokratis, kurang responsif karena aparat masih memposisikan diri sebagai patrĂ³n dan petani sebagai client
dan bukan sebagai warga negara citizen. Idealnya masyarakat tidak hanya
sebagai konsumen bagi Pemda tetapi juga sebagai warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Menurut Suwandi 2006 bahwa Pemda seharusnya memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, karena Pemda mendapat legitimasi politik
dari masyarakat selaku pemilih voters. Untuk itu Pemda harus akuntabel terhadap warganya. Masyarakat memiliki hak secara aktif berpartisipasi dalam
urusan-urusan Pemda diantaranya adalah: 1 mengetahui kebijakan dan keputusan yang dibuat Pemda; 2 mengetahui alasan-alasan yang melatar belakangi
keputusan yang dibuat Pemda; 3 berkesempatan untuk ikut aktif berpartisipasi diskusi mengenai isi-isu yang dibicarkan Pemda; 4 berhak didengar pendapat
dan kepentingannya dalam pembahasan isu-isu; 5 dilibatkan dalam kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan 6 bersama-
sama mengevaluasi hasil kerja dari Pemda. Dengan demikian, adanya pemahaman Pemda akan kedudukan petani
sebagai warga negara dan diberikannya kesempatan kepada petani untuk terlibat dalam diskusi untuk menyerap informasi dari arus bawah, maka diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan Pemda kepada masyarakat sebagai mitra dalam usaha kayu rakyat ke depan.
b. Adanya Pungutan Liar
Pungutan liar merupakan suatu istilah yang dinyatakan kepada oknum pemerintah dan atau pihak keamanan yang melakukan pungutan tidak resmi atas
hasil hutan kayu milik masyarakat. Berdasarkan wawancara mendalam dengan para petani key informant bahwa menurut tempat terjadinya pungutan tidak
resmi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1 saat kayu hasil penebangan sudah berada di tempat penimbunan kayu sementara; dan 2 saat terjadi pengurusan izin
pengolahan kayu. Pada saat kayu hasil pengolahan tiba di tempat penimbunan kayu maka
oknum keamanan dengan berbagai alasan malakukan pemungutan tidak resmi. Hal ini umumnya berlangsung pada saat pertama melakukan penebangan. Pada
kesempatan itu akan terjadi tawar menawar mengenai besar - kecilnya nilai uang dan kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang setiap kali petani melakukan