Perubahan dari pola tanpa interaksi menjadi penggunaan lahan

Terdapat 20 responden di Dusun Pandan Arum dan 13 responden di Dusun Cisaruan yang termasuk dalam kelompok ini. Hampir semua responden menjelaskan bahwa alasan mereka memilih pertanian di lahan hutan adalah karena tidak ada pilihan lain. Sebelum menjadi petani sebagian besar responden bekerja di kota-kota besar terdekat seperti di Bogor ataupun Jakarta. Gaji yang kurang mencukupi dan jauh dari keluarga merupakan salah satu penyebab mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke desa. Motif perubahan tersebut secara umum adalah karena sudah berkeluarga dan ingin dekat dengan keluarga. Selain itu dianggap bahwa hasil kerja di kota dan di desa juga sama saja yaitu jika di kota pengeluaran besar, sedang di desa pengeluaran hanya sedikit. Mereka yang pulang dari kota untuk bertani adalah kepala keluarga yang cukup muda. Sebanyak 75,8 responden dengan perubahan interaksi ini memiliki usia antara 20 sampai 45 tahun. Kepala keluarga muda umumnya tidak memiliki lahan pertanian yang luas atau bahkan tidak memiliki lahan sama sekali. Kepala keluarga muda yang bertani biasanya ikut menggarap lahan keluarga bersama orang tuanya, menyewa lahan, atau ikut bertani di lahan kehutanan. Mereka yang saat ini menggarap lahan kehutanan merupakan petani yang sangat tergantung dengan lahan hutan karena sebagian besar dari mereka tidak memiliki lahan lain yang cukup untuk pertanian.

6. Interaksi yang tetap

Tidak semua responden melakukan perubahan interaksi dengan hutan. Sebanyak 7,1 responden di kedua dusun penelitian tidak merubah interaksinya dengan hutan. Responden ini tidak terpengaruh oleh berbagai faktor-faktor pendorong perubahan yang terjadi pada sebagian responden lainnya. Masyarakat tersebut dari sebelum kawasan dikelola oleh taman nasional sampai saat ini masih melakukan interaksi yang sama. Terdapat masyarakat yang melakukan aktifitas pertanian di hutan dari awal sampai saat ini. Perubahan pengelolaan kawasan dan peraturan tidak mempengaruhi kegiatan pertanian yang dilakukan. Selain itu, masyarakat yang tinggal tidak terlalu jauh dari kawasan hutan masih memanfaatkan hasil hutan dari dulu sampai saat ini. Hasil hutan yang masih dimanfaatkan antara lain adalah kayu bakar. Tindakan-tindakan ini dimungkinkan karena pihak taman nasional sampai saat ini tidak melakukan tindakan tegas meskipun pelarangan pertanian di dalam kawasan sudah dilakukan.

5.1.3 Hubungan Antara Variabel Sosial Ekonomi dengan Luas Penggunaan Lahan Hutan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, didapatkan hasil bahwa masing- masing petani yang menggunakan lahan hutan untuk pertanian memiliki luas lahan yang berbeda-beda. Dari seluruh responden di kedua dusun yakni Pandan Arum dan Cisarua terdapat sebanyak 47 responden yang menggarap lahan di hutan. Dalam analisis hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan luas penggunaan lahan hutan yang akan digunakan adalah data masyarakat yang menggarap lahan di hutan. Persamaan regresi yang dihasilkan dari analisis regresi linier berganda dari faktor sosial ekonomi dengan luas penggunaan lahan hutan di TNGHS adalah sebagai berikut: Y= -540,172 + 22,87X 1 + 30,845X 2 + 0,145X 3 – 28,922X 4 – 47,151X 5 + 0,001 X 6 Keterangan: Y = luas penggunaan lahan hutan oleh masyarakat X 1 = umur X 2 = lama bermukim di desa X 3 = luas lahan pertanian di luar hutan X 4 = lama menggarap di hutan X 5 = jumlah anggota keluarga X 6 = pendapatan per bulan Nilai P-value dari persamaan regresi tersebut adalah 0,05 yakni sebesar 0,02 yang berarti tolak H . Ini berarti secara keseluruhan faktor sosial ekonomi masyarakat petani yang menggunakan lahan hutan berpengaruh terhadap luas penggunaan lahan pertanian pada tingkat kepercayaan 95. Besarnya pengaruh dari faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat petani hutan terhadap luas penggunaan lahan hutan ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 30,1 , sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain di luar faktor sosial ekonomi masyarakat. Untuk mengetahui variabel peubah bebas yang terpilih dilakukan dengan metode regresi stepwise. Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi dengan metode stepwise adalah sebagai berikut:

Dokumen yang terkait

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 57 72

Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000

1 35 107

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 32 72

Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

1 12 70

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Industrialisasi di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di desa Pasawahan, kecamatan Cicurug, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

0 7 169

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 7 259

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

2 29 200