Interaksi Masyarakat dengan Kawasan TNGHS

1. Zona Inti dan Zona Rimba =ZI, warna merah dan ZR, warna kuning muda 2. Zona Rehabilitasi =Zre, warna biru muda 3. Penetapan Zona Pemanfaatan =ZP, warna hijau 4. Zona dengan Fungsi Utama Ekonomi Wilayah =Zona Khusus, ZKh, warna abu-abu tua 5. Zona untuk Tujuan Sosial Budaya =Zona Budaya, Religi, dan Sejarah, ZBs, warna ungu tua dan Zona Tradisional, ZTr, warna kuning tua 6. Zona Lainnya =ZL, warna putih

3.1.9 Interaksi Masyarakat dengan Kawasan TNGHS

Interaksi antara masyarakat dengan kawasan hutan yang saat ini merupakan kawasan TNGHS telah terjalin sejak lama. Masyarakat yang mendiami wilayah di dalam maupun di sekitar hutan TNGHS dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: masyarakat adat dan masyarakat Sunda lokal. Masyarakat adat sudah menempati wilayah TNGHS sejak lama. Masyarakat yang mendiami kawasan TNGHS sudah ada sejak abad ke-19, yakni pada zaman kerajaan Pajajaran. Masyarakat lokal tersebut tidak terpengaruh oleh adanya ekonomi pasar, tetapi hanya untuk bertahan hidup. Mereka memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup subsisten Harada et al. 2001. Sedangkan masyarakat Sunda lokal adalah mereka yang pada awalnya mendatangi dan mendiami wilayahnya saat ini karena bekerja sebagai tenaga kerja perkebunan atau alasan lain. Masyarakat di dalam dan di sekitar TNGHS memanfaatkan kawasan hutan untuk lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman. Hampir seluruh masyarakat tersebut merupakan masyarakat petani, meskipun beberapa di antaranya termasuk dalam masyarakat perkebunan. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, masyarakat melakukan kegiatan perladangan berpindah. Pada saat itu luas lahan yang masih luas dan jumlah penduduk yang masih sedikit memungkinkan masyarakat melakukan perladangan berpindah. Untuk mendapatkan lahan garapan, pada awalnya mereka membuka hutan untuk dijadikan lahan garapan padi . Penunjukan kawasan TNGHS telah menimbulkan beberapa permasalahan mendasar, antara lain: konflik mengenai kepemilikan lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Permasalahan ini erat hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS, dengan sumber mata pencaharian utama dari pertanian. Selain itu Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang ada di dalam kawasan TNGHS, telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat yang ada di dalam dan di sekitarnya. Dari hasil studi yang dilakukan Galudra 2005, didapatkan bahwa pada beberapa bagian kawasan hutan yang ditunjuk telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian. Perubahan fungsi kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang berada di sekitar kawasan TNGHS telah menyebabkan perubahan sistem pengelolaan kawasan hutan. Kawasan hutan lindung tidak hanya berperan pada perlindungan terhadap tanah dan tata air, tetapi juga ditingkatkan fungsinya sebagai kawasan pelestarian alam. Penyelesaian proses peralihan fungsi kelompok hutan yang berada di sekitar kawasan taman nasional menjadi kawasan TNGHS, membutuhkan waktu yang cukup lama. Terdapat jeda waktu sebelum dilakukan serah terima pengelolaan dari pihak Perum Perhutani kepada pihak taman nasional. Sampai akhir tahun 2003 pengelolaan kawasan yang dilakukan oleh taman nasional masih pada kawasan yang lama seluas ±40.000 hektar BTNGH 2004. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dan Setiawan 2006, diperkirakan bahwa pada periode tahun 1989 – 2004 telah terjadi deforestasi kawasan TNGHS seluas 22 ribu hektar sekitar 25. Deforestasi diikuti dengan kenaikan secara konsisten semak belukar, ladang, dan lahan terbangun. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat aktifitas sosial ekonomi masyarakat desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan TNGHS berupa kegiatan pemanenan kayu, perluasan lahan pertanian dan pembangunan perumahan . Proses kehilangan hutan pada kawasan TNGHS terbanyak terjadi pada periode tahun 2001-2003, seluas 4.367,79 hektar. Gambar 2 adalah grafik degradasi luas hutan alam kawasan ekosistem halimun dalam periode 1989-2004 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo et al. 2008. Gambar 2 Perubahan luas hutan alam dan penanaman. Sumber: Prasetyo et al. 2008. Selama periode 1989-2004, hutan alam terdegradasi, sedangkan aksi penanaman relatif stabil. Hutan yang terdegradasi diiringi dengan bertambah luasnya tutupan lahan yang lain seperti lahan pertanian, pemukiman dan semak belukar. Hal ini wajar terjadi karena lahan hutan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui usaha pertanian dan sebagian lain menggunakan sebagai wilayah pemukiman. Banyaknya pemukiman menjadi implikasi adanya pertambahan jumlah penduduk. Gambar 3 menunjukkan perbandingan antara perubahan luas hutan dan luas lahan untuk penggunaan lain, yaitu: pemukiman, lahan pertanian, dan semak belukar. Gambar 3 Perubahan luas hutan dan penggunaan lain: pemukiman, lahan pertanian, semak belukar. Sumber: Prasetyo et al. 2008. Faktor ekonomi seringkali dijadikan alasan oleh masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam kawasan TNGHS yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan Taman Nasional. Hal ini erat hubungannya dengan upaya masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Terdapat indikasi bahwa luas kepemilikan lahan garapan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS belum dapat memberikan hasil untuk memenuhi tingkat kecukupan kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Yatap 2008 kemampuan ekonomi masyarakat sekitar TNGHS cenderung rendah, walaupun sebagian besar tidak termasuk dalam kategori rumah tangga RT miskin. Luas kepemilikan lahan garapan sebagian besar anggota masyarakat yang ada di sekitar kawasan TNGHS tergolong sempit 0,25 hektar Gunawan 1999; Mudofar 1999; dan Harada 2005 dalam Yatap 2008. Kehidupan masyarakat masih tergantung pada kegiatan pertanian Gunawan 1999; Budiman Adhikerana dalam Yatap 2008. Hal ini mendorong masyarakat melakukan kegiatan ilegal dalam pemenuhan kebutuhannya, seperti: perambahan hutan, penambangan emas tanpa ijin, dan perburuan satwa Widada 2004. Pemanfaatan sumberdaya alam kawasan TNGHS telah memberikan dampak terhadap aktivitas kehidupan masyarakat. Terdapat berbagai bentuk pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan di kawasan TNGHS antara lain: pengambilan kayu untuk bangunan dan peralatan rumah tangga, kayu bakar, rotan, tanaman hias, tumbuhan makanan, tumbuhan obat, dan tumbuhan yang diperlukan untuk perlengkapan upacara adat. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa semakin sempit penguasaan lahan masyarakat dan semakin dekat jarak tempat tinggal masyarakat dari hutan, maka perilaku masyarakat terhadap tingkat pelestarian sumberdaya hutan akan semakin rendah Gunawan 1999. Sebelum penunjukan areal konservasi TNGHS, masyarakat masih dapat dengan leluasa memasuki hutan dan menjaga hutan dengan cara lokal. Masyarakat juga diperbolehkan mengambil hasil hutan tanpa merusaknya selain diberi akses dan kontrol terhadap hutan tersebut. Studi yang dilakukan oleh Nurhaeni 2009 di Desa Cirompang, salah satu desa di sekitar kawasan TNGHS, menunjukkan bahwa hutan di desa tersebut sampai pada masa Perhutani dibiarkan tetap hijau atau digunakan sebagai hutan lindung sebagai penyeimbang alam. Setelah penunjukan areal konservasi masyarakat tidak diperbolehkan lagi masuk ke hutan. Masyarakat tidak memiliki akses terhadap hutan. 3.2 Desa Cipeuteuy 3.2.1 Letak dan Luas

Dokumen yang terkait

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 57 72

Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000

1 35 107

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 32 72

Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

1 12 70

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Industrialisasi di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di desa Pasawahan, kecamatan Cicurug, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

0 7 169

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 7 259

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

2 29 200