akan semakin luas lahan garapan yang dibutuhkan sebagai akibat adanya pertambahan angkatan kerja. Dengan keterbatasan tingkat pendidikan dan
keahlian, maka pilihan pekerjaan yang paling memungkinkan bagi masyarakat adalah petani.
5.3 Upaya Pemerintah TNGHS
Pemerintah telah
menetapkan bentuk-bentuk
pemanfaatan yang
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada kawasan taman nasional. Hal-hal yang tidak diperbolehkan pada kawasan taman nasional seperti yang disebutkan
dalam PP No. 68 Tahun 1998 adalah melakukan kegiatan yang dapat mengubah fungsi kawasan, antara lain: merusak kekhasan potensi, merusak keindahan alam
dan gejala alam, mengurangi luas kawasan, serta melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah
mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang Departemen Kehutanan 1998.
Sebagai wujud pelaksanaan dari berbagai peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, pihak pengelola taman nasional telah melakukan
pengawasan dan pembinaan secara terus menerus terhadap berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini terutama
dilakukan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat yang sudah lama mendiami kawasan TNGHS. Pengawasan dan
pembinaan tersebut dimaksudkan untuk menjaga ekosistem asli kawasan taman nasional dari kerusakan.
Namun upaya pihak TNGHS seringkali mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan antara masyarakat dengan pihak
pengelola taman nasional. Usaha pelestarian dan perlindungan kawasan taman nasional oleh pengelola seringkali berhadapan dengan kebutuhan hidup
masyarakat yang tergantung dari pemanfaatan hutan dan hasil hutan. Diperlukan sebuah komunikasi yang baik antara masyarakat dengan pihak taman nasional
agar fungsi kawasan tetap maksimal, dan di sisi lain kesejahteraan masyarakat terpenuhi.
Berbagai gangguan di taman nasional antara lain perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Hal ini telah terjadi sejak masyarakat merasa
kekurangan akan lahan pertanian, terutama saat akhir tahun 90an. Kawasan hutan yang telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian semakin lama semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kebutuhan lahan masyarakat yang berpotensi menjadi ancaman bagi kelestarian hutan di masa depan. Berbagai
upaya yang telah dilakukan oleh taman nasional untuk mencegah perluasan lahan pertanian di dalam hutan telah dilakukan. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
petugas dalam mengatasi gangguan terhadap kawasan adalah, sebagai berikut Kurniawan 1999:
1. Dalam mengatasai pencurian kayu dan perburuan liar, petugas melaksanakan
patroli rutin. 2.
Dalam mengatasi perambahan kawasan, petugas melaksanakan patroli rutin agar lahan yang sudah terlanjur digarap tidak semakin meluas.
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh petugas terhadap para pelaku pelanggaran selama ini:
1. Terhadap para pelaku pencurian kayu dan perburuan liar, dilakukan penyitaan
tergantung kondisi kemudian diberikan pengarahan baik di tempat kejadian langsung maupun di pos jaga.
2. Terhadap para pelaku perambahan hutan, dilakukan usaha pedesaan tetapi
belum merata, selain itu diberikan pengarahan dan peringatan kepada para pelaku untuk tidak memperluas lahan garapannya.
Meskipun upaya-upaya penanganan gangguan hutan seperti perambahan dan pencurian dilakukan terus-menerus, hal ini akan tetap mengalami kendala
selama masyarakat di sekitar hutan belum sejahtera dan masih berada di dalam kondisi kemiskinan. Sehingga berbagai upaya penyelesaian masalah gangguan
hutan yang disebabkan oleh masyarakat di sekitarnya tidak hanya pada sisi pengamanan hutan secara fisik, namun juga peningkatan kesejahteraan dan taraf
hidup masyarakat serta kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya keberadaan suatu kawasan hutan yang lestari.
Salah satu upaya pihak TNGHS untuk mengatasi permasalahan yang terkait masyarakat adalah dengan membentuk konsep Model Kampung Konservasi
MKK. Program ini dilakukan oleh pihak TNGHS bersama dengan JICA Japan
International Cooperation Agency sebagai bagian dari pengelolaan kolaboratif. MKK telah dilakukan sejak April 2005 di Desa Cipeuteuy Kecamatan
Kabandungan dan Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Lembanasari et al. 2011.
Gambar 10 Suasana Kampung Sukagalih. Ket: Kiri Permukiman di Sukagalih; Kanan Sungai di Kampung Sukagalih.
MKK di Desa Cipeuteuy dilakukan di Kampung Sukagalih yang terletak di Dusun Pandan Arum. Kampung Sukagalih merupakan kampung yang berbatasan
langsung dengan kawasan hutan Gambar 10. Sejak dicanangkan sebagai MKK, kampung ini mulai dibina oleh pihak TNGHS menjadi kampung wisata. Dengan
adanya kampung wisata ini, Kampung Sukagalih menjadi sering didatangi oleh berbagai kalangan, yaitu: tamu-tamu TNGHS, wisatawan, mahasiswa dan peneliti
baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan adanya kunjungan-kunjungan tersebut, masyarakat mendapatkan penghasilan alternatif selain dari pertanian.
Harapan dari adanya MKK tersebut adalah agar kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan meningkat dan kelestarian hutan terjaga.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN