Perubahan dari pola pemanfaatan hasil hutan menjadi penggunaan lahan

masyarakat berinisiatif untuk menggarap lahan itu. Setelah beberapa orang memulai menggarap, masyarakat yang lain mengikuti menggarap lahan itu. Pihak taman nasional saat ini sudah melarang kegiatan tersebut, namun masyarakat sampai saat ini masih menggarapnya. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa petani bahkan sama sekali tidak memiliki lahan milik, dan hanya mendapat penghasilan dari bertani di lahan TNGHS. Mereka berharap bahwa pihak TN memahami kondisi mereka yang memang sangat membutuhkan lahan untuk menyambung hidup.

4. Perubahan dari pola pemanfaatan hasil hutan menjadi tanpa interaksi

Responden yang sebelumnya berinteraksi dengan hutan tanpa penggunaan lahan seperti hanya pengambilan hasil hutan namun saat ini tidak lagi melakukannya sama sekali termasuk dalam kelompok masyarakat yang melakukan perubahan interaksi dari pola pemanfaatan hasil hutan menjadi tanpa interaksi. Terdapat 3 responden di Dusun Cisarua yang termasuk dalam kelompok ini. Sedangkan di Dusun Pandan Arum tidak didapatkan responden dalam kelompok ini. Pada awalnya masyarakat tersebut hanya memanfaatkan hasil hutan untuk berbagai keperluan seperti kayu bakar, sayuran, atau kayu untuk membangun rumah. Saat ini mereka tidak lagi melakukan hal tersebut sejak status lahan hutan menjadi taman nasional dengan peraturan dan pengawasan yang dianggap ketat. Masyarakat takut untuk melakukan aktifitasnya tersebut karena adanya ancaman- ancaman hukum dari pihak taman nasional.

5. Perubahan dari pola tanpa interaksi menjadi penggunaan lahan

Responden yang awalnya tidak berinteraksi sama sekali dengan hutan namun saat ini telah menggunakan lahan hutan untuk berbagai keperluan termasuk dalam kelompok masyarakat yang telah melakukan perubahan interaksi dari pola tanpa interaksi menjadi penggunaan lahan. Pola perubahan ini termasuk yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di kedua dusun penelitian. Terdapat 20 responden di Dusun Pandan Arum dan 13 responden di Dusun Cisaruan yang termasuk dalam kelompok ini. Hampir semua responden menjelaskan bahwa alasan mereka memilih pertanian di lahan hutan adalah karena tidak ada pilihan lain. Sebelum menjadi petani sebagian besar responden bekerja di kota-kota besar terdekat seperti di Bogor ataupun Jakarta. Gaji yang kurang mencukupi dan jauh dari keluarga merupakan salah satu penyebab mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke desa. Motif perubahan tersebut secara umum adalah karena sudah berkeluarga dan ingin dekat dengan keluarga. Selain itu dianggap bahwa hasil kerja di kota dan di desa juga sama saja yaitu jika di kota pengeluaran besar, sedang di desa pengeluaran hanya sedikit. Mereka yang pulang dari kota untuk bertani adalah kepala keluarga yang cukup muda. Sebanyak 75,8 responden dengan perubahan interaksi ini memiliki usia antara 20 sampai 45 tahun. Kepala keluarga muda umumnya tidak memiliki lahan pertanian yang luas atau bahkan tidak memiliki lahan sama sekali. Kepala keluarga muda yang bertani biasanya ikut menggarap lahan keluarga bersama orang tuanya, menyewa lahan, atau ikut bertani di lahan kehutanan. Mereka yang saat ini menggarap lahan kehutanan merupakan petani yang sangat tergantung dengan lahan hutan karena sebagian besar dari mereka tidak memiliki lahan lain yang cukup untuk pertanian.

6. Interaksi yang tetap

Tidak semua responden melakukan perubahan interaksi dengan hutan. Sebanyak 7,1 responden di kedua dusun penelitian tidak merubah interaksinya dengan hutan. Responden ini tidak terpengaruh oleh berbagai faktor-faktor pendorong perubahan yang terjadi pada sebagian responden lainnya. Masyarakat tersebut dari sebelum kawasan dikelola oleh taman nasional sampai saat ini masih melakukan interaksi yang sama. Terdapat masyarakat yang melakukan aktifitas pertanian di hutan dari awal sampai saat ini. Perubahan pengelolaan kawasan dan peraturan tidak mempengaruhi kegiatan pertanian yang dilakukan. Selain itu, masyarakat yang tinggal tidak terlalu jauh dari kawasan hutan masih memanfaatkan hasil hutan dari dulu sampai saat ini. Hasil hutan yang

Dokumen yang terkait

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 57 72

Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000

1 35 107

Evaluasi Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 32 72

Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

1 12 70

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Industrialisasi di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di desa Pasawahan, kecamatan Cicurug, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

0 7 169

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 7 259

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

2 29 200