masih dimanfaatkan antara lain adalah kayu bakar. Tindakan-tindakan ini dimungkinkan karena pihak taman nasional sampai saat ini tidak melakukan
tindakan tegas meskipun pelarangan pertanian di dalam kawasan sudah dilakukan.
5.1.3 Hubungan Antara Variabel Sosial Ekonomi dengan Luas Penggunaan Lahan Hutan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, didapatkan hasil bahwa masing- masing petani yang menggunakan lahan hutan untuk pertanian memiliki luas
lahan yang berbeda-beda. Dari seluruh responden di kedua dusun yakni Pandan Arum dan Cisarua terdapat sebanyak 47 responden yang menggarap lahan di
hutan. Dalam analisis hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan luas penggunaan lahan hutan yang akan digunakan adalah data masyarakat yang
menggarap lahan di hutan. Persamaan regresi yang dihasilkan dari analisis regresi linier berganda dari faktor sosial ekonomi dengan luas penggunaan lahan hutan di
TNGHS adalah sebagai berikut: Y= -540,172 + 22,87X
1
+ 30,845X
2
+ 0,145X
3
– 28,922X
4
– 47,151X
5
+ 0,001 X
6
Keterangan: Y = luas penggunaan lahan hutan oleh masyarakat X
1
= umur X
2
= lama bermukim di desa X
3
= luas lahan pertanian di luar hutan X
4
= lama menggarap di hutan X
5
= jumlah anggota keluarga X
6
= pendapatan per bulan Nilai P-value dari persamaan regresi tersebut adalah 0,05 yakni sebesar
0,02 yang berarti tolak H . Ini berarti secara keseluruhan faktor sosial ekonomi
masyarakat petani yang menggunakan lahan hutan berpengaruh terhadap luas penggunaan lahan pertanian pada tingkat kepercayaan 95. Besarnya pengaruh
dari faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat petani hutan terhadap luas penggunaan lahan hutan ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 30,1 , sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain di luar faktor sosial
ekonomi masyarakat. Untuk mengetahui variabel peubah bebas yang terpilih dilakukan dengan metode regresi stepwise. Persamaan yang dihasilkan dari
analisis regresi dengan metode stepwise adalah sebagai berikut:
Y= 405,955 + 36,135 X
2
+ 0,143X
3
Keterangan: Y = luas penggunaan lahan hutan oleh masyarakat
X
2
= lama bermukim di desa X
3
= luas lahan pertanian di luar hutan Nilai P-value dari persamaan regresi tersebut adalah 0,002 yakni 0,05 yang
berarti tolak H pada tingkat kepercayaan 95. Besarnya hubungan dari faktor
sosial ekonomi dari variabel bebas terpilih dengan luas penggunaan lahan hutan oleh masyarakat ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi sebesar 24,5.
Hal ini berarti bahwa luas penggunaan lahan hutan oleh masyarakat dipengaruhi oleh faktor lama bermukim di desa dan kepemilikan lahan pertanian di luas hutan
sebesar 24,5 , sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Jika pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
didapatkan indikasi bahwa semakin luas lahan pertanian di luar hutan maka semakin sempit lahan garapan di hutan, maka di dalam penelitian ini tidak
demikian hasilnya. Luas lahan garapan di luar hutan justru menunjukkan semakin luas pula lahan garapan di dalam hutan meski tidak terlalu besar.
Hal ini disebabkan karena terdapat responden dengan lahan garapan relatif luas di dalam hutan juga memiliki lahan garapan yang luas di luar hutan. Terdapat
dua orang responden yang memiliki lahan garapan di dalam hutan seluas 5000 m2, memiliki pula lahan garapan di luar hutan seluas lebih dari 10.000 m
2
. Rata- rata luas lahan hutan yang digarap oleh responden adalah 2113 m
2
. Mereka dengan luas lahan luas adalah warga yang mempunyai hubungan baik dengan
pengelola sebelumnya yaitu Perhutani. Mereka yang berhubungan baik dengan Perhutani sebagian besar adalah mantan pegawai di Perhutani atau orang
terpandang di desa yang pada umumnya juga memiliki lahan pertanian yang luas di luar desa. Mereka menggarap lahan hutan sudah sejak lama dan saat ini masih
diteruskan. Variabel lama mukim adalah variabel paling dominan dalam mempengaruhi luas lahan garapan masyarakat di dalam hutan. Semakin lama
seseorang tinggal di desa maka semakin luas lahan garapan di hutan. Nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari persamaan regresi tersebut
terbilang cukup kecil kurang dari 50. Hal ini berarti bahwa faktor di luar faktor sosial ekonomi terpilih yang lebih banyak berpengaruh dalam luas garapan
lahan di hutan. Dari penelitian di lapangan didapatkan bahwa luas lahan hutan
yang digarap oleh masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor lain yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah tekanan dari pihak
pengelola dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak TNGHS. Beberapa responden menerangkan bahwa pada beberapa lokasi terlebih di dekat koridor di
Dusun Cisarua, pengawasan dan penjagaan lebih ketat oleh pihak TNGHS. Pada daerah ini masyarakat yang mengerjakan lahan hutan untuk pertanian merasa
lebih tertekan oleh pihak taman nasional sehingga mereka jarang yang memperluas lahan garapan atau bahkan beberapa masyarakat mengurangi atau
meninggalkan lahan garapan mereka meskipun sebenarnya mereka merasa membutuhkannya.
5.2 Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Pola Interaksi Masyarakat dengan Hutan
Perubahan pola interaksi antara masyarakat dengan hutan merupakan respon dari suatu perubahan yang terjadi di dalam berbagai hal yang terkait dalam
hubungan interaksi itu. Dalam penelitian ini perubahan pola interaksi yang terjadi tidak hanya dalam satu pola saja. Suatu perubahan pada satu hal tidak selalu
menyebabkan satu pola perubahan saja. Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan pola interaksi tersebut. Tabel 10 berikut ini menjelaskan tentang pola-
pola perubahan interaksi beserta penyebabnya masing-masing berdasarkan data yang didapatkan dari responden di kedua dusun penelitian.