1. Ruang sebagai sistem penunjang kehidupan life support system, yang
melihat bahwa bidang tanah yang masih disisakan sebagai hutan yang menjadi sistem penunjang kehidupan dalam ekosistem.
2. Sebagai sistem peringatan dini early warning system atas berbagai gejala
alam dan potensi bencana. Ada anggapan jika akan terjadi suatu gangguan bencana maka hewan burung-burung penghuni habitat di dekat ladang
akan berlarian pergi dan terbang. 3.
Sebagai gudang silo, lingkungan disini dapat dilihat sebagai tempat penyimpanan dan pemeliharaan bahan makanan, obat, bahan untuk alat-alat.
4. Sebagai lahan ruang yang disisakan karena dianggap memiliki makna
spiritual – keagamaan cathedral, contohnya Leuweng Kolot dan Leuweng
Titipan sebagai hutan keramat di daerah Gunung Halimun.
Suatu kawasan hutan pada umumnya berbatasan dengan pemukiman penduduk, lahan pertanian, perkebunan, perikanan, kegiatan perindustrian atau
kerajinan masyarakat, serta sektor kegiatan lainnya. Keadaan ini menyebabkan terjadinya interaksi antara potensi sumber daya alam yang terdapat di dalamnya
dengan masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Alikodra 1983. Bentuk-bentuk interaksi
masyarakat desa dengan kawasan hutan tercermin dari kegiatan-kegiatan masyarakat seperti mengumpulkan hasil hutan, antara lain bahan pangan, kayu
bakar, pakan ternak, umbi-umbian serta hasil dari jenis jasa hutan lainnya Ardiansyah 2009.
Menurut Birgantoro et al. 2007 secara umum interaksi masyarakat dengan hutan, tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari. Bentuk interaksi masyarakat dengan hutan membentuk dua pola kegiatan, yaitu: legal kegiatan positif dan illegal kegiatan negatif. Interaksi yang negatif
jika interaksi tersebut merugikan di salah satu pihak baik bagi kelestarian hutan ataupun masyarakat itu sendiri.
Kegiatan illegal terdiri dari pencurian kayu, penggarapan liar bibrikan, pengembalaan liar dan pendudukan atau
penyerobotan lahan untuk berbagai kepentingan.
2.2 Masyarakat Sekitar Hutan
Masyarakat hutan adalah penduduk yang tinggal di dalam atau sekitar hutan yang mata pencaharian dan lingkungan hidupnya sebagian besar tergantung pada
eksistensi hutan dan kegiatan perhutanan Arif 2001. Santoso 2004 mengungkapkan bahwa istilah desa hutan mengacu pada
daerah yang berada di sekitar maupun dalam kawasan hutan. Istilah ini meletakkan desa sebagai bagian dari wilayah kehutanan dan keberadaan
masyarakatnya dianggap kalangan tertentu pemegang HPH dan pemerintah sebagai ancaman terhadap keamanan hutan. Kondisi ini memunculkan persepsi
negatif tentang masyarakat desa hutan, dimana semakin hutan dekat dari masyarakat semakin tidak aman. Sebaliknya jika semakin hutan tersebut jauh dari
desa maka semakin aman. Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mempunyai akses
langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan hutan serta memanfaatkan sumberdaya hutan adalah suatu realita yang tidak bisa diabaikan. Kondisi ini
tentunya akan berdampak positif maupun negatif terhadap kelestarian hutan. Kegagalan pengelolaan hutan yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh
faktor teknis semata namun lebih disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya memperhatikan aspek teknis
pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial Nurrochmat 2005.
Menurut Kartasubrata 1986 dalam Giyanto 2006, tekanan dan gangguan dari masyarakat desa sekitar hutan disebabkan sifat ketergantungan masyarakat
desa sekitar hutan terhadap produk hasil hutan yang sangat tinggi. Tuntutan masyarakat terhadap hutan tidak hanya sekedar memberikan ruang atau lahan tani,
tetapi hutan dapat memberikan manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat terutama sumber perolehan pendapatan dan kesempatan kerja. Oleh
karena itu, masyarakat sekitar hutan tetap mengharapkan kegiatan dari sumberdaya hutan dapat menjadi salah satu bentuk ekonomi utama.
Masyarakat sekitar kawasan hutan pada umumnya bekerja sebagai petani. Untuk dapat hidup layak, diperlukan luas lahan minimal 1-2 ha dan biasanya
mereka menanami lahan tersebut dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan seperti kopi, cengkeh dan lada Rudianto 2009.
Dewasa ini banyak kawasan hutan berubah status pengelolaannya misalnya dari kawasan hutan produksi menjadi hutan konservasi dan sebagainya. Perubahan
status pengelolaan tersebut dapat mempengaruhi interaksi yang telah dijalankan oleh masyarakat sekitar hutan. Dalam penjelasan UU No. 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan dijelaskan bahwa masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai
lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perubahan
status atau fungsi hutan dapat berpengaruh pada putusnya hubungan masyarakat dengan hutan atau bahkan kemungkinan menyebabkan hilangnya mata
pencaharian mereka. Agar perubahan status dan fungsi hutan dimaksud tidak menimbulkan kesengsaraan, maka pemerintah bersama pihak penerima izin usaha
pemanfaatan hutan berkewajiban untuk mengupayakan kompensasi yang memadai, antara lain dalam bentuk mata pencaharian baru dan keterlibatan dalam
usaha pemanfaatan hutan di sekitarnya. Namun demikian, menurut Setyadi et al. 2006 perambahan kawasan,
umumnya hampir terjadi di hampir setiap kawasan taman nasional sebagai akibat kebutuhan lahan usaha pertanianperkebunan yang dipicu oleh laju pertambahan
penduduk yang bersifat agraris yang sangat tinggi, sementara itu terdapat pula lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara intensif pada daerah penyangga
akibat belum berkembangnya keterpaduan pembangunan daerah penyangga dengan kawasan taman nasional. Bahkan Rudianto 2009 menyatakan bahwa
pada saat ini tidak ada kawasan taman nasional di Indonesia yang bebas sama sekali dari konflik ruang dengan permukiman dan pertanian. Areal pemukiman
dan pertanian yang bersinggungan danatau terletak di dalam kawasan konservasi sering dipandang sebagai okupasi ilegal atau tindak perambahan yang dapat
mengancam kelestarian dan keutuhan kawasan. Sebagai contoh interaksi adalah pemanfaatan Kawasan Taman Nasional
Gunung Rinjani oleh masyarakat sekitarnya untuk lahan pertanian terbuka dan perladangan. Masyarakat sekitar Kawasan Gunung Rinjani merupakan suatu