hujan terjadi pada bulan Oktober-April, musim kemarau berlangsung pada bulan Mei-September Departemen Kehutanan 2007.
3.1.5 Hidrologi
Pegunungan Halimun merupakan daerah tangkapan air yang penting dan merupakan sumber dari beberapa sungai yang mengalir di daerah pertanian dan
perkotaan di Jawa Barat, baik ke arah selatan maupun utara. Terdapat lebih dari 50 sungai dan anak sungai mengalir dari TNGHS ke Laut Jawa maupun ke
Samudra Hindia. Terdapat 11 anak sungai utama yang mengalir dari TNGHS yang selalu berair meskipun pada musim kering. Sungai-sungai tersebut antara
lain Ciberang-Ciujung, Cidurian, Cisadane, Cimandur, Citarik dan Citatih Departemen Kehutanan 2007.
3.1.6 Tutupan Lahan
Tutupan lahan di kawasan TNGHS terdiri dari hutan alam, hutan tanaman, dan lahan garapan masyarakat. Hutan alam di kawasan TNGHS terbagi menjadi
tipe hutan hujan dataran rendah 100-1000 mdpl yang sebagian besar merupakan Zona Collin 500 - 1.000 mdpl, hutan hujan pegunungan bawah atau sub montana
ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl dan hutan hujan pegunungan tengah atau hutan montana ketinggian 1.500 - 2.000 m dpl. Khusus di Gunung Salak juga
ditemukan ekosistem alpin lebih dari 2.000 mdpl dan ekosistem kawah yang memiliki vegetasi spesifik. Hutan tanaman di dalam kawasan TNGHS terdapat di
areal yang sebelumnya berstatus sebagai kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani, diantaranya: hutan tanaman Rasamala
Altingia excelsa, Pinus Pinus merkusii, Damar Agathis sp., dan Puspa Schima wallichii. Selain hutan tanaman, terdapat areal yang telah menjadi lahan
garapan masyarakat dengan berbagai jenis tanaman budidaya BTNGHS 2007.
3.1.7 Sosial Ekonomi
Secara keseluruhan terdapat 108 desa yang sebagian atau seluruhnya berada di dalam dan atau berbatasan langsung dengan kawasan TNGHS. Komposisi
jumlah penduduk dari 108 desa yang ada di TNGHS terdiri dari 155.345 jiwa di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006, 296.138 jiwa di Kabupaten Bogor Tahun
2005 dan 154.892 jiwa di Kabupaten Lebak Tahun 2005. Berdasarkan survei
kampung yang dilakukan oleh GHSNP MP-JICA pada tahun 2005 dan 2007, tercatat ada 348 kampung yang berada di dalam kawasan TNGHS BTNGHS
2007. Masyarakat yang tinggal di kawasan ekosistem Halimun terdiri dari
masyarakat adat Kanekes dan Kasepuhan Banten Kidul terutama di bagian Barat dan Selatan kawasan, dan masyarakat Sunda Lokal. Masyarakat yang mendiami
kawasan TNGHS sudah ada sejak abad ke-19, yakni pada zaman kerajaan Pajajaran. Masyarakat lokal tersebut tidak terpengaruh oleh adanya ekonomi
pasar, tetapi hanya untuk bertahan hidup. Mereka memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup subsisten Harada et al. 2001.
Berdasarkan fakta sejarah keberadaan masyarakat Sunda Lokal ini adalah masyarakat pendatang dari beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon,
Indramayu, Garut, Subang, dan Kuningan yang pada masa penjajahan Belanda merupakan buruh perkebunan yang akhirnya menetap dan menjadi salah satu
komunitas masyarakat yang mendiami kawasan ekosistem Halimun. Masyarakat pendatang ini terutama mendiami pada daerah yang dulunya merupakan areal
perkebunan, antara lain: Cisalimar, Nirmala, Cisarua, Nanggung, dan Warung Kiara Hanafi et al. 2004.
Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak mayoritas adalah masyarakat petani yang menggantungkan
hidupnya pada pertanian. Sebagian yang lain adalah masyarakat perkebunan yang bermatapencaharian sebagai pegawai dan buruh perkebunan.
3.1.8 Sejarah Kawasan