Faktor-faktor yang Memengaruhi Implementasi Kebijakan

sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin; 4 pemilihan letak untuk implementasi sebuah program. Misalnya, saat BKKBN memiliki program peningkatan kesejahteraan keluarga dengan memberikan bantuan dana kepada keluarga prasejahtera, banyak orang menanyakan apakah letak program ini sudah tepat berada di BKKBN; 5 apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan 6 apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. Selain variabel isi kebijakan yang berpengaruh terhadap implementasi sebuah kebijakan, variabel lainnya adalah lingkungan implementasi. Variabel lingkungan implementasi kebijakan mencakup: 1 seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; 2 karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; 3 tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

c. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

1983 Menurut Mazmanian dan Sabatier 1983, terdapat 3 kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: 1 Karakteristik dari masalah tractability of the problems; 2 Karakteristik kebijakan undang-undang ability of statute to structure implementation ; 3 Variabel lingkungan nonstatutory variables affecting implementation . 32 32 Ibid ., h. 94. Karakteristik Masalah : a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu sisi ada beberapa masalah sosial yang secara teknis mudah untuk dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras yang tiba-tiba naik. Di sisi lain terdapat masalah-masalah sosial yang relatif sulit untuk dipecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi dan sebagainya. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri akan memengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan. b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen. c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Karakteristik kebijakan : a. Kejelasan isi dari sebuah kebijakan. Sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan apabila implementor mudah untuk memahami dan menterjemahkan kebijakan yang diambilnya dalam bentuk tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi untuk lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan. 33 33 AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik,Cet-5 Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013, h. 97. b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Dengan dukungan teoritis yang kuat, maka akan memperkecil kegagalan dari suatu kebijakan publik yang telah dibuat. c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya. d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antarinstansi yang terlibat dalam implementasi program. e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya menjadi penonton terhadap program yang ada diwilayahya. Akibat dari teralienasinya masyarakat terhadap kebijakan yang telah ditempuh Pemerintah, maka akan menghambat implementasi kebijakan tersebut. Lingkungan kebijakan: a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-program pembaharuan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. 34 b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapat dukungan publik. Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik. Dengan demikian, para pengambil kebijakan harus dapat menjelaskan isi dari kebijakan yang ditempuhnya agar masyarakat memahami dan mendukung implementasi dari kebijakan tersebut. c. Sikap dari kelompok pemilih constituency groups. Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain: 1 Kelompok pemilih dapat melakukan intervensi atau campur tangan terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah keputusan; 2 Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk memengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif. d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

D. Penghapusan

Penghapusan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI adalah peng: ha: pus: an n adalah proses, cara, perbuatan menghapuskan; peniadaan; pembatalan dan sebagainya. 35 34 Ibid., h. 98. 35 Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 10 Oktober 2016 dari http:kbbi.web.idhapus

E. Pengertian Pajak

Pembangunan ekonomi selalu berkaitan dengan kebijakan di bidang perpajakan, baik pajak pusat maupun pajak daerah. Pajak memiliki banyak arti. Namun, pada hakikatnya memiliki pengertian yang sama. Berikut ini pengertian pajak menurut para ahli, yaitu : 1. Nightingale menyatakan bahwa pajak adalah : A Compulsory contribution, imposed by Government, and while tax payers many receive nothing identifiable in return for their contribution, they nevertheless have the benefit of living in a relative by educated, healthy and save society. 36 2. Prof. DR. P.J.A. Andriani menyatakan Pajak merupakan iuran kepada negara yang bersifat memaksa yang terutang oleh wajib pajak menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung dapat ditunjuk dan digunkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. 3. Prof D.R. Rochmat Soemitro, S.H., menyatakan Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan pada undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat kontraprestasi langsung dapa ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum. 37 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara yang diatur oleh undang-undang dan bersifat memaksa untuk membiayai pengeluaran negara yang ditujukan demi kesejahteraan rakyat dengan tidak mendapat kontraprestasi secara langsung.

F. Pajak di Dalam Sistematika Tata Hukum

Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat tentang subjek, objek, dan tarif pajak untuk setiap jenis pajak. Hukum pajak formal 36 Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 2 Seri PPnBM, Jakarta: Salemba Humanika, 2012, h. 1. 37 Ibid ., h. 2. ialah hukum pajak yang memuat mengenai cara melaksanakan kewajiban perpajakan tersebut, sehingga hukum pajak material dapat dioperasionalkan secara baik. Dengan adanya kedua hukum pajak tersebut, maka diharapkan dapat memberikan kepastian, baik dari segi Wajib Pajak maupun bagi otoritas fiskal yaitu Direktorat Jenderal Pajak yang berperan sebagai Administrator Pajak. 38 Gambar 2.3 Sistematika Hukum Pajak Untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat Wajib Pajak dalam mencari keadilan justice dibidang perpajakan melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, maka berdirilah Peradilan Pajak sebagai kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak BPSP. Dengan berdirinya peradilan pajak, Wajib Pajak dapat melakukan upaya hukum berupa banding atas keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh 38 Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 2 Seri PPnBM, Jakarta: Salemba Humanika, 2012, h. 3. Hukum Pajak Hukum Pajak Material Undang- undang Pajak Penghasilan Undang- Undang Pajak PPN dan PPnBM Undang -undang PBB Undang- undang BPHTB Undang- Undang Bea Materai Hukum Pajak Formal Undang- undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang- undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Direktorat Jenderal Pajak dan juga upaya hukum berupa gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak. 39

G. Pajak Penjualan atas Barang Mewah

1. Pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor BKP yang tergolong mewah. 40 Pengenaan dan pemungutan PPnBM yang berlaku di Indonesia saat ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah 3 kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Berdasarkan Penjelasan pasal 5 ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2009 PPN dan PPnBM yang menyebutkan dikenakannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan pertimbangan: a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara. 41

2. Karakteristik Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM memiliki karakteristik sebagai berikut : 39 Ibid ., h.4. 40 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material Objek, Subjek, Dasar Pengenaan Pajak, Tarif pajak dan Cara Perhitungan Pajak Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010 h. 5. 41 Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 2 Seri PPnBM, Jakarta: Salemba Humanika, 2012, h. L-29.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM dipungut untuk mengurangi sifat regresif Pajak Pertambahan Nilai PPN. PPN adalah pajak objektif yang tidak memperhatikan kemampuan atau keadaan pihak yang melakukan konsumsi, sehingga siapa pun yang mengkonsumsi BKPJKP akan dibebani pajak yang sama. Oleh karena itu, BKP tergolong mewah yang pada umumnya dikonsumsi oleh golongan tertentu dengan kemampuan ekonomi yang cukup tinggi dikenakan beban pajak tambahan berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah.  PPnBM dikenakan hanya satu kali pada tingkat barang yang tergolong mewah tersebut dihasilkan atau pada saat impor barang mewah tersebut. Barang yang tergolong mewah yang dihasilkan di dalam negeri wajib dipungut PPnBM oleh PKP produsen yang bersangkutan. Barang yang tergolong mewah yang dihasilkan di luar negeri dan diimpor, maka PPnBM yang terutang wajib dipungut dan disetor oleh pihak yang melakukan impor.  PPnBM merupakan unsur harga beli atau harga penjualan, sehingga tidak dapat dikreditkan sebagaimana Pajak Pertambahan Nilai.  Jenis BKP yang tergolong mewah ditetapkan oleh UU PPN beserta peraturan pelaksanaannya.  BKP yang tergolong barang mewah akan terutang PPN dan PPnBM. Apabila BKP tersebut bukan kategori barang mewah, maka transaksinya tersebut hanya terutang PPN saja. 42

3. Kedudukan dalam UU PPN

PPN mempunyai sifat regresif karena tidak memperhatikan kemampuan atau daya beli konsumen, sehingga Barang Kena Pajak yang pada umumnya dikonsumsi oleh pihak yang mempunyai 42 Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono, Hukum Pajak Material 2 Seri PPnBM Jakarta : Salemba Humanika, 2012 h. 6-7. kemampuan tinggi dibebankan tambahan berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM. 43 BKP yang pada umumnya dikonsumsi pihak yang berkemampuan tinggi adalah BKP tergolong barang mewah, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah UU PPN menetapkan kelompok dan jenis BKP yang tergolong mewah.

4. Jenis Harta yang Tergolong Mewah

Kelompok barang yang tergolong mewah tersebut dijabarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130PMK.0112013 yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 106PMK. 0102015 pada 8 Juni 2015. Bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 106PMK. 0102015 terlampir, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan pula surat keterangan untuk pers mengenai kebijakan perpajakan atas terbitnya Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 106PMK. 0102015 pada 11 Juni 2015 terlampir.

5. Pengenaan dan Pemungutan Pajak Pada PPnBM

Pengenaan PPnBM dilakukan berdasarkan asas stelsel riil. PPnBM merupakan jenis pajak objektif yang dikenakan secara insidentil. Pengenaan secara insidentil yaitu pada saat terjadinya penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah atau atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Besarnya nilai PPnBM terutang didasarkan pada jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung 43 Ibid., h. 105. pajak yang terutang, yang pada dasarnya merupakan nilai riil dari barang kena pajak yang tergolong mewah yang diserahkan atau diimpor. Dengan menggunakan stelsel riil, besarnya PPnBM yang terutang didasarkan pada nilai objek pajak barang kena pajak yang tergolong mewah yang benar-benar diperoleh atau diimpor oleh pengusaha, konsumen akhir, atau importir. Sistem pemungutan pajak pada PPnBM menggunakan withholding system. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme pemungutan PPnBM yang memberikan kewenangan kepada pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah untuk melakukan pemungutan PPnBM dari pihak yang menerima penyerahan tersebut. Khusus untuk impor barang kena pajak yang tergolong mewah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ditunjuk untuk melakukan pemungutan PPnBM dari importir pada saat impor dilakukan pada barang tersebut. 44

H. Penelitian yang Relevan

Berikut ini beberapa penelitian yang relevan, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mayang Liandhika Wuri, Fakultas

Ekonomi dan Ilmu Sosial, Jurusan Akuntansi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Judul “Analisis Pengaruh Penghapusan PPnBM Elektronik dan Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Penjualan Pada Tingkat Pedagang Eceran Wilayah Kramat Jati Dengan Harga Sebagai Variabel Intervening Studi Kasus: Penjualan TV 21-29 inch dan Mesin Cuci dengan Kapasitas Linen di bawah 10 Kg”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh langsung pengaruh X terhadap Y penghapusan PPnBM dan Fluktuasi Kurs Rupiah terhadap Penjualan, juga untuk menguji pengaruh tidak 44 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010 h. 186-187.

Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh penghapusan pajak pertambahan nilai atas barang mewah elektronik (PPnBM) dan flukuasi kurs rupiah terhadap penjualan pada tingkat pedagang eceran wilayah Kramat Jati Dengan harga sebagai variabel intervening; studi kasus: penjualan TV 21

1 7 101

Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)

10 103 127

Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualanatas barang mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika : studi empiris pada konsumen barang elektronikka di wilayah tangerang selatan

1 21 105

Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta

3 13 134

Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

0 0 18

206 PMK.010 2015 Perubahan PPnBM atas Penjualan Barang Mewah selain kendaraan

0 0 4

KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

0 0 10

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 49

Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah

0 0 40

PENERIMAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 88