Pembahasan Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

dalam model pembelajaran creative problem solving CPS. Perolehan nilai untuk setiap indikator lebih dari 50. Pada indikator siswa memahami peraturan penggunaan LKS, kelas eksperimen mendapat nilai persentase 100 dan kelas kontrol mendapat nilai 83.33. Selanjutnya, pada indikator efisiensi waktu kelas eksperimen memperoleh persentase yang lebih besar daripada kelas kontrol, yaitu 95.8 dan berkategori baik sekali, sedangkan kelas kontrol memperoleh 41.67 dan berkategori cukup. Namun, berbeda dengan indikator LKS sebagai sarana penyaluran pendapat kelompok, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol sama-sama berada pada kategori cukup. Kelas eksperimen hanya memperoleh 58.3 sementara kelas kontrol memperoleh 50. Artinya, baik LKS digital maupun LKS cetak kurang dapat menjadi sarana penyaluran pendapat bagi siswa. Nilai rata-rata lembar observasi kelas eksperimen adalah 85.83 dengan kategori baik. Pada kelas kontrol, nilai rata-rata lembar observasi yang diperoleh adalah 60 dengan kategori cukup.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pretest, diketahui bahwa hasil belajar siswa sangat rendah. Nilai rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol ketika pretest tidak jauh berbeda. Hal tersebut terjadi karena kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama belum diberikan perlakuan. Namun, setelah diberikan perlakuan, terdapat perbedaan di antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan perhitungan uji t test independent samples test pada taraf signifikansi α = 0.05 terhadap data posttest, diperoleh nilai Sig. 2-tailed posttest sebesar 0.000. Terlihat bahwa hasil Sig. 2- tailed posttest 0.05, artinya terdapat pengaruh signifikan model pembelajaran creative problem solving CPS termodifikasi terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan persentase jenjang kognitif, kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama mengalami peningkatan dari pretest ke posttest, tetapi secara keseluruhan persentase yang diperoleh kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol untuk setiap jenjang kognitif C1-C4. Hasil ini didukung dengan hasil lembar observasi. Berdasarkan data lembar observasi, terlihat bahwa secara keseluruhan penggunaan LKS digital dalam pembelajaran fisika pada konsep hukum Newton tentang gravitasi berhasil dalam mengatasi kelemahan yang ada pada tahap evaluasi dan seleksi dalam model pembelajaran creative problem solving CPS. Terlihat dari perolehan persentase lembar observasi kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol. Kelas eskperimen memperoleh persentase lembar observasi dengan kategori baik, sedangkan kelas kontrol memperoleh persentase dengan kategori cukup. Kondisi ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Hikmah 2009 dan Atna Fresh Violina Marrysca 2013. Penelitian Dewi Hikmah menunjukan bahwa penggunaan Model pembelajaran berbasis masalah tipe Creative Problem Solving CPS dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan jumlah siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar minimum KKM 1 dan penelitian yang dilakukan Atna Fresh Violina Marrysca menunjukkan bahwa penyertaan LKS meningkatkan kemampuan kognitif siswa. 2 Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diteliti hanya pada ranah kognitif jenjang C1 mengingat, C2 memahami, C3 menghitung dan C4 menganalisis. Jika dilihat dari perolehan peningkatan hasil belajar untuk setiap jenjang kognitif, maka terlihat kelas eksperimen lebih tinggi pada jenjang kognitif C2, C3 dan C4 daripada kelas kontrol. Namun, perolehan peningkatan hasil belajar kelas eksperimen pada jenjang C1 tidak lebih tinggi daripada kelas kontrol. Kemampuan mengingat C1 merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. 3 Pada jenjang kognitif mengingat C1, kelas eksperimen mengalami peningkatan tidak lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini terjadi karena pada saat awal, kemampuan mengingat C 1 kelas eksperimen sudah tergolong tinggi. Namun, jika dilihat dari hasil posttest untuk jenjang kognitif mengingat C1, kelas eksperimen dan kelas 1 Dewi Hikmah Muhammad Natsir, “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tipe Creative Problem Solving CPS untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika Siswa Kelas VIII-E SMPN 1 Ma’arang Kabupaten Pangkep,” JSPF Vol. 10 September, 2009, hal. 8. 2 Atna Fresh Violina Marrysca, Surantoro, Elvin Yusliana Ekawati, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement Divisions Berbantuan LKS Lembar Kerja Siswa Berkarakter untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa.”, Jurnal Pendidikan Fisika Vol.1 No.2 September, 2013, hal. 10. 3 Imam Gunawan, Anggarini Retno Palupi, “Taksonomi Bloom – Revisi Ranah Kognitif: Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, Dan Penilaian”, Artikel Program Studi PGSD FIP IKIP PGRI Madiun, PGSD FIP IKIP PGRI, Madiun, hal. 26. kontrol sama-sama memperoleh persentase yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena kedua kelas sama-sama menggunakan LKS. LKS sebagai bahan ajar yang ringkas, membantu siswa lebih mudah mengulang kembali dan mengingat materi yang sudah selesai dipelajari. 4 Pada jenjang kognitif memahami C2, kelas eksperimen mengalami peningkatan hasil belajar yang tidak jauh berbeda daripada kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena siswa kelas eksperimen dirangsang pemahamannya dengan animasi dan visualisasi yang ada pada LKS digital. Melalui visualisasi dan animasi yang ada pada LKS digital, penjelasan pada konsep hukum Newton tentang gravitasi lebih mudah dipahami siswa. LKS digital memiliki fungsi sebagai bahan ajar yang dapat mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan 5 . Penyajian bahan-bahan pembelajaran dalam satuan unit-unit kecil, membuat LKS digital mudah dipelajari dan mudah dipahami oleh siswa. 6 Selain itu, siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat mengkonstruki makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat tulisan ataupun grafis dan disampaikan melalui buku atau layar komputer. 7 Pada jenjang kognitif menerapkan C3, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol sama-sama mengalami peningkatan. Namun, peningkatan yang dialami kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena soal latihan yang dikerjakan kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan persamaan-persamaan fisika yang sudah dipelajari, sehingga siswa terlatih dalam menerapkan persamaan tersebut ketika mengerjakan soal. 8 Selain itu, peningkatan jenjang kognitif menerapkan C3 kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol disebabkan karena LKS digital menyediakan kunci jawaban, sehingga ketika soal latihan tidak dapat dikerjakan, siswa dapat melihat kunci jawaban sebagai acuan untuk mengerjakan soal tersebut. Pada kelas kontrol, 4 Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif Jogjakarta: DIVA Press, 2011, hal. 206-207. 5 Andi Prastowo, Op.Cit., hal. 205. 6 Dr. Rusman, M.Pd, Dr. Deni, M.Pd, Cepi, M.Pd. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011, hal. 98. 7 Lorin W. Anderson, David R. Krathwohl. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom Cet.1 Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hal. 105. 8 Ibid., hal. 117. soal latihan tidak menyediakan kunci jawaban. Peningkatan jenjang kognitif menerapkan C3 kelas eksperimen juga disebabkan karena waktu pembelajaran lebih efektif. LKS digital yang memuat jawaban membuat waktu pembelajaran di kelas eksperimen tidak banyak terbuang hanya untuk menjelaskan penyelesaian soal. Soal latihan yang terselesaikan tepat waktu membuat anak langsung mengetahui kesalahannya dan segera membenarkan kesalahan tersebut. Pada kelas kontrol, LKS yang digunakan tidak memuat jawaban, sehingga banyak waktu terbuang untuk menjelaskan penyelesaian soal. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi terhambat dan tidak semua soal dapat terselesaikan. Pada jenjang kognitif menganalisis C4, kelas eksperimen mengalami peningkatan hasil belajar yang jauh lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena siswa kelas eksperimen mengalami proses pembelajaran yang utuh, sedangkan di kelas kontrol walaupun sama-sama menggunakan model pembelajaran creative problem solving CPS, namun kurangnya waktu membuat proses pembelajaran tidak berjalan baik. Model pembelajaran creative problem solving CPS merupakan model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah dan diikuti dengan penguatan kreativitas. 9 Artinya, ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir siswa. 10 Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, model pembelajaran creative problem solving CPS memperluas proses berpikir siswa. 11 Peningkatan jenjang kognitif menganalisis C4 kelas eksperimen juga disebabkan karena siswa bekerja sama dalam kelompok. Proses diskusi dalam tahapan evaluasi dan seleksi dalam model pembelajaran creative problem solving CPS, membuat siswa bekerja sama menemukan jawaban dan dapat saling bertukar pendapat sesama anggota, sehingga memperluas kemampuan berpikirnya. 9 I Ketut Mahardika. Maryani. Selly Candra Citra Murti. “Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Disertai LKS Kartun Fisika Pada Pembelajaran Fisika di SMP”, Jurnal Pembelajaran Fisika JPF Volume 1, Nomor 2 September, 2012, hal. 231. 10 Ibid. 11 Ibid. Secara keseluruhan, model pembelajaran creative problem solving CPS termodifikasi lebih unggul meningkatkan hasil belajar siswa daripada model pembelajaran creative problem solving CPS orisinil. Penggunaan LKS digital pada tahapan evaluasi dan seleksi sebagai bentuk modifikasi dalam model pembelajaran creative problem solving CPS, membuat situasi belajar lebih kondusif dan efektif dari segi waktu. Namun, kelemahan penggunaan LKS digital ini berdasarkan lembar observasi adalah tidak mampu sebagai sarana penyaluran pendapat setiap kelompok dengan baik. Dalam hal ini hendaknya guru dapat berperan sebagai fasilitator, karena berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran salah satunya tergantung pada guru dan peranannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran creative problem solving CPS termodifikasi terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum Newton tentang gravitasi. Pengaruh tersebut terlihat dari hasil Sig. 2-tailed posttest 0.000 0.05. Model pembelajaran creative problem solving CPS termodifikasi lebih unggul meningkatkan kemampuan mengingat C1, memahami C2, menerapkan C3, dan menganalisis C4. Berdasarkan hasil observasi, penggunaan model pembelajaran creative problem solving CPS termodifikasi berada pada kategori baik dengan perolehan sebesar 85.83.

B. Saran

Pada penelitian ini, LKS digital yang digunakan sebagai bentuk modifikasi dari model pembelajaran creative problem solving CPS masih memiliki kelemahan. Kelemahan penggunaan LKS digital adalah tidak mampu sebagai sarana penyaluran pendapat setiap kelompok dengan baik. Dalam hal ini hendaknya guru dapat berperan sebagai fasilitator. Solusi untuk kelemahan ini adalah menyediakan kolom pendapat pada bagian pertanyaan, dimana pada kolom itu nanti nya akan muncul beberapa feedback untuk setiap pendapat siswa, sehingga siswa merasa pendapatnya tertampung dan tidak terabaikan. 68