BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan sangat terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Salah satu indikator untuk melihat perubahan kualitas pendidikan adalah
dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran di kelas, banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah
satunya adalah penggunaan model pembelajaran dalam proses KBM. Model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang
mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajar, lingkungan belajar dan kurikulum
1
. Terdapat beberapa model yang bisa diterapkan dalam pembelajaran. Namun, tidak semua model pembelajaran dapat
cocok diterapkan dalam pembelajaran. Salah satu contohnya adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah cocok sekali jika diterapkan pada pembelajaran eksakta, karena pembelajaran eksakta selalu dimulai dari masalah.
Dari mulai masalah yang sederhana sampai kepada masalah yang kompleks. Salah satu jenis model pembelajaran berbasis masalah adalah creative problem solving
CPS. Menurut Karen model pembelajaran creative problem solving CPS terdiri dari beberapa tahap yaitu klarifikasi masalah, pengungkapan gagasan, evaluasi
dan seleksi, serta implementasi.
2
Seperti yang banyak diungkapkan oleh para ahli bahwa baik itu strategi, media dan model pembelajaran pasti memiliki kelemahan. Begitupun dengan
model pembelajaran creative problem solving CPS yang dibeberapa tahap sulit untuk diterapkan oleh guru.
Salah satu kelemahan dan kendala dari model pembelajaran creative problem solving CPS adalah untuk tahap evaluasi dan seleksi dibutuhkan
1
Dr. Zulfiani, M.Pd, Tonih Feronika, M.Pd, Kinkin Suartini, M.Pd, Strategi Pembelajaran SAINS Jakarta :Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, hal. 117
2
Adi Nur Cahyono , S.Pd., M.Pd., “Pengembangan Model Creative Problem Solving berbasis Teknologi dalam Pembelajaran Matematika di SMA”, Dipresentasikan dalam Seminar
Nasional Matematika V, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang, tanggal 24 Oktober 2009, hal. 3-4
1
banyak waktu untuk tatap muka. Pada tahapan ini setiap kelompok akan mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk
menyelesaikan masalah. Jika tahapan ini tidak dapat diterapkan secara maksimal, maka tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak dapat tercapai. Bahkan membuat
proses KBM menjadi tidak efektif. Pada tahap ini, aktivitas siswa meningkat karena terjadi interaksi baik antara sesama siswa ataupun siswa dengan guru
dalam berdiskusi
3
. Jika siswa sulit diatur untuk menyatakan pendapat dalam berdiskusi, maka kondisi kelas pun menjadi tidak terkendali. Penyebab lainnya
adalah situasi kelas yang tidak kondusif dan keterbatasan waktu yang mengakibatkan tidak semua siswa dapat diperhatikan pendapatnya, sehingga
membuat siswa malas berpendapat dan aktif lagi dalam berdiskusi. Untuk mengatasi kelemahan itu dibutuhkan kreativitas guru. Salah satu
kreativitas yang dapat dilakukan guru adalah dengan memodifikasi tahap evaluasi dan seleksi. Tahap evaluasi dan seleksi dimodifikasi dengan menggunakan LKS
digital. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggunaan LKS dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa
4
. Hal serupa diungkapkan oleh para ahli bahwasannya penggunaan LKS dapat meningkatkan penguasaan
materi siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
5
. LKS merupakan salah satu media pembelajaran yang berbentuk lembaran yang berisikan materi secara
singkat, tujuan pembelajaran, petunjuk mengerjakan pertanyan-pertanyaan dan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab siswa
6
. Selama ini, LKS yang disertakan dalam pembelajaran adalah dalam bentuk cetak. LKS yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah LKS digital. LKS digital yang akan digunakan dalam penelitian ini memuat animasi.
Jika animasi diterapkan dalam pembelajaran, maka pembelajaran yang tercipta
3
I Ketut Mahardika. Maryani. Selly Candra Citra Murti. “Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Disertai LKS Kartun Fisika Pada Pembelajaran Fisika di
SMP”, Jurnal Pembelajaran Fisika JPF Volume 1, Nomor 2 September 2012, hal. 236
4
Wita Ratnasari, Suliyanah. “Pengaruh Penerapan LKS dalam Model Pembelajaran Langsung Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kalor di Kelas XI Multimedia SMK Negeri 1
Boyolangu Tulungagung”, Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Vol. 02 No. 03 2013, hal. 233.
5
Andi Prastowo, Paduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Jogjakarta: DIVA Press, 2011, hal. 206.
6
Atna Fresh Violina Marrysca, Surantoro, Elvin Yusliana Ekawati. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement Divisions Berbantuan LKS
Lembar Kerja Siswa Berkarakter untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.1 No.2 September, 2013, hal. 7
tidak akan membosankan. Animasi yang menarik dan lucu akan membuat siswa lebih tertarik dalam kegiatan pembelajaran, karena animasi memiliki kelebihan
yang dapat menutupi kekurangan dalam proses pembelajaran. Dengan penyertaan LKS digital dalam tahapan evaluasi dan seleksi pada model pembelajaran
creative problem solving CPS, diharapkan siswa akan lebih dapat mengimajinasikan dan menggambarkan persoalan yang ada dalam pelajaran,
sehingga dapat mengurangi kesulitan siswa ketika harus menyelesaikan persoalan yang memerlukan kemapuan mengimajinasikan. Kemampuan imajinasi lebih bisa
membuat pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit. Fenomena abstrak lebih banyak ditemukan pada mata pelajaran fisika. Pada penelitian ini, LKS digital
akan diterapkan pada mata pelajaran fisika. Fisika merupakan suatu ilmu yang empiris dan mempunyai konsep yang
bersifat abstrak, artinya untuk mempelajari fisika diperlukan kreativitas dalam berpikir. Pada penelitian ini konsep yang diambil adalah hukum Newton tentang
gravitasi. Konsep hukum Newton tentang gravitasi berisikan materi yang cakupannya luas. Selain itu, konsep hukum Newton tentang gravitasi juga
menuntut kemampuan matematis dan imajinasi yang cukup tinggi. Beberapa penjelasan dalam konsep hukum Newton tentang gravitasi dirasa cukup berat, jika
hanya dibayangkan tanpa adanya visualisasi bergerak. Akibatnya, konsep hukum Newton tentang gravitasi cenderung sulit untuk dikuasai. Misalnya saja pada
pembahasan hukum- hukum Kepler. Pada hukum II Kepler, dibutuhkan visualisasi berupa garis khayal yang
akan menyapu luas juring yang sama dalam selang waktu yang sama. Jika harus membayangkan dan hanya memperhatikan gambar diam dari juring yang
terbentuk, siswa akan merasa bingung dan tidak paham terhadap maksud dari hukum itu sendiri. Melalui visualisasi dan animasi yang ada pada LKS digital,
penjelasan pada konsep hukum Newton tentang gravitasi yang biasanya dianggap berat untuk dipahami, akan terasa lebih mudah dipahami tanpa harus
mengurangi esensi materi itu sendiri. Sifat matematis dari konsep hukum Newton tentang gravitasi dapat dikurangi ketegangannya dengan adanya animasi gambar
kartun bergerak dalam LKS digital. Rumus-rumus yang dikemas secara menarik dan tampilan LKS yang berwarna akan mengurangi kelelahan dan rasa bosan
siswa terhadap proses pembelajaran. Iringan musik yang ada dalam LKS digital akan membuat siswa lebih santai ketika belajar, sehingga proses belajar akan lebih
terasa menyenangkan, walaupun terdapat banyak materi yang harus dipahami. Berdasarkan hal-hal yang melatarbelakangi masalah di atas membuat
peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving CPS Termodifikasi Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gravitasi”.
B. Identifikasi Masalah