8 HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point sebagai upaya
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya bahaya pada produk pangan.
D. PENGAWETAN BAKSO
Bakso yang rentan terhadap kerusakan mikrobiologis dapat diperpanjang masa simpannya dengan penambahan bahan-bahan pengawet. Bahan
pengawet merupakan salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam
bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan atau penyimpanan Buckle et al., 1985. Bahan pengawet kimia adalah semua
bahan kimia yang bila ditambahkan pada pangan cenderung untuk mencegah atau menghambat kerusakan deteriorasi, tetapi tidak termasuk garam dapur,
gula, cuka, rempah atau minyak yang diekstrak dari rempah, bahan yang ditambahkan pada makanan dengan pemaparan secara langsung terhadap asap
kayu, atau bahan-bahan kimia yang diaplikasikan untuk kemampuan insektisidal atau herbisidalnya.
Bahan pengawet umumnya mencegah pertumbuhan mikroba dengan mempengaruhi kondisi lingkungan dan faktor-faktor pertumbuhannya, seperti
pH, ketersediaan mineral atau nutrisi lain, juga merusak membran sel, menghambat aktifitas enzimatik dan mekanisme genetiknya Frazier dan
Westhoff, 1988. Namun, kemampuan suatu bahan pengawet untuk menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya konsentrasi zat pengawet, sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah senyawa di dalamnya, suhu
lingkungan serta waktu penyimpanan Fardiaz, 1989.
E. BORAKS DAN FORMALIN
Boraks merupakan garam natrium Na
2
B
4
O
7
.10H
2
O yang banyak digunakan dalam industri gelas, pengawet kayu, keramik. Pengawetan bakso
daging sapi pada suhu kamar dengan boraks maupun formalin dapat
9 memperluas pemasaran bakso tersebut, akibat keawetan yang tinggi pada
bakso tersebut Harjanto, 2000. Daya pengawet boraks disebabkan oleh adanya senyawa aktif asam borat yang sering digunakan sebagai antiseptik
Surjana, 2001. Penggunaan boraks telah dilarang dengan adanya SK menteri kesehatan
RI No. 722MEN.KESPERIX88. Toksisitas dari boraks yang dinyatakan dalam LD 50 akut adalah 4.5-4.98 gkg berat badan tikus, selain itu boraks
juga tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan pangan yang diizinkan oleh Codex Alimentarius. Boraks yang ditambahkan pada makanan dapat diserap
tubuh melalui saluran pencernaan dan akan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak dan testes Winarno, 1997. Dosis boraks yang tinggi dalam tubuh
dapat menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, cyanis dan kompulsi dengan dosis kematian untuk orang dewasa 10-20
gram atau lebih Syamadi, 2002. Penelitian Sendih 1998, menunjukkan bahwa 63 pedagang bakso di Kotamadya Bogor menggunakan boraks
sebagai pengawet untuk memperluas distribusi produknya. Formalin merupakan salah satu bahan kimia yang juga digunakan
sebagai pengawet pada produk bakso. Walaupun saat ini masih terdapat perdebatan mengenai berbahaya atau tidaknya penambahan formalin sebagai
pengawet dalam makanan, tetapi saat ini otoritas yang berwenang Depkes dan BPOM sangat ketat dalam mengawasi peredaran formalin. Hal ini
menyebabkan formalin sangat sulit untuk diperoleh. Menurut Hart 1983, formalin adalah larutan yang tidak berwarna
dan baunya sangat menusuk. Di dalam larutan formalin terkandung 30 – 50 formaldehid dan ditambahkan metanol sebanyak 10 – 15 untuk mencegah
terjadinya polimerisasi formaldehid. Formaldehida termasuk kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakteri
pembusuk, cendawan atau kapang, serta dapat mengeraskan bagian tubuh sehingga formalin 3.7 digunakan untuk mengawetkan mayat serta bahan
biologi dan patologi lainnya Winarno, 1997. Hasil penelitian Widowati 1997, menunjukkan bahwa tahu cina yang mengandung formalin dengan
10 kadar 0.11, 0.14, dan 0.22 mgkg BB baik mentah maupun digoreng dapat
merusak organ hati, ginjal, lambung, dan usus tikus percobaan.
F. BAHAN PENGAWET YANG DITELITI