PENDAHULUAN A. Pengaruh Metode Aplikasi Kitosan, Tanin, Natrium Metabisulfit Dan Mix Pengawet Terhadap Umur Simpan Bakso Daging Sapi Pada Suhu Ruang

1

I. PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Bakso merupakan produk olahan daging yang relatif murah dan telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Bakso yang banyak dikonsumsi adalah jenis bakso daging sapi. Bakso umumnya dibuat dari daging sapi yang dihaluskan yang kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu dan pati lalu dicetak bulat dan direbus hingga masak. Bakso mempunyai kandungan nutrisi cukup baik karena terbuat dari daging sapi yang komposisi proteinnya lebih mudah dicerna oleh manusia, selain itu juga mengandung lemak yang juga diperlukan untuk metabolisme tubuh Penggilingan daging dan pembuatan adonan bakso yang dilakukan oleh industri rumah tangga penyedia jasa penggilingan umumnya kurang saniter dan tidak memperhatikan cara pengolahan makanan yang baik. Selain itu, pemasaran bakso yang dilakukan pada ruang terbuka dijajakan di jalanan dan di suhu ruang menyebabkan bakso mudah mengalami kerusakan secara mikrobioligis. Kerusakan ini dipercepat oleh adanya kandungan nutrisi, pH, dan kadar air bakso yang tinggi sehingga menjadi media pertumbuhan yang sangat baik untuk mikroba. Salah satu cara yang umum digunakan oleh produsen bakso untuk memperpanjang daya awet produknya adalah dengan penambahan bahan pengawet. Sebagian produsen menggunakan formalin atau boraks karena harganya murah dan daya awetnya tinggi, sehingga produk bakso mereka tetap awet dan harga jualnya terjangkau. Namun sejak terungkapnya penggunaan formalin pada mie basah, tahu, ikan asin, dan bakso pada tahun 2005 lalu, menyebabkan berkurangnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi jenis makanan ini. Hal ini tentu saja berpengaruh pada pedagang dan industriawan bakso yang terkena efek paling besar dari isu formalin tersebut. Walaupun saat ini masih terdapat pro dan kontra tentang efek formalin terhadap kesehatan manusia, tetapi pemerintah 2 melalui Badan POM dan kepolisian telah membatasi dan mengawasi secara ketat peredaran formalin, sehingga bahan ini sulit diperoleh. Masalah yang kemudian timbul adalah adanya target masa simpan bakso pada suhu ruang oleh industri bakso menengah yang umumnya lebih dari 1 hari. Namun, bakso tanpa bahan pengawet hanya mempunyai umur simpan 12 jam atau maksimum 1 hari. Kerusakan mikrobiologis pada bakso ditandai oleh adanya lendir, miselium kapang, dan bau basi akibat adanya aktivitas bakteri proteolitik. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan pengawet dengan status aman yang memiliki efektivitas yang baik pada bakso untuk menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri sehingga umur simpan bakso dapat mencapai 2 hari. Bahan pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanin, daun jambu, natrium metabisulfit, asam laktat, khitosan, dan dua jenis mix pengawet, yaitu FTO dan COG.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mencari bahan pengawet yang dapat memperbaiki keawetan bakso daging sapi agar umur simpannya mencapai dua kali lipat dari bakso kontrol 2 hari pada suhu ruang 30 °C ± 5°C.

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi produsen bakso sebagai pengawet pengganti boraks atau formalin. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A.