16 Menurut Davidson dan Juneja 1990, sulfur dioksida umumnya
digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan pada buah segar, jus buah, anggur wines, sosis, udang
segar, pikel, dan juga dalam ekstraksi pati. Selain itu sulfit juga mempunyai fungsi untuk mencegah kerusakan oksidatif, reaksi
pencoklatan enzimatik dan nonezimatik juga menghambat kerusakan warna yang terpicu oleh reaksi kimia Winarno dan Laksmi, 1974.
Umumnya konsentrasi sulfit yang digunakan pada anggur untuk menghambat tumbuhnya kapang dan khamir adalah 50-100 ppm.
Beberapa negara mengizinkan penggunaan sulfit untuk menghambat mikroba pada daging segar dan produk daging seperti sosis. Sulfit atau
metabisulfit yang ditambahkan pada sosis efektif menunda pertumbuhan kapang, khamir, dan Salmonellae selama penyimpanan
pada suhu dingin dan ruang Davidson and Juneja, 1990. USFDA telah memasukkan sulfur dioksida dan beberapa garam
sulfit sebagai GRAS 21 CFR 182, tetapi tidak boleh digunakan dalam daging atau sumber thiamin, buah dan sayuran segar Davidson dan
Juneja, 1990. Namun, di beberapa negara sulfit masih diperbolehkan untuk digunakan pada daging, produk olahan daging, dan juga seafood.
Jumlah sulfit yang diperbolehkan di Australia untuk produk sosis adalah 500 ppm Davidson dan Branen, 1993. Berdasarkan Winarno
dan Laksmi 1974, konsentrasi yang sulfit yang sebaiknya tertinggal dalam makanan yang dikonsumsi adalah 500 ppm.
5. KITOSAN
Kitosan poly-β-1,4-glucosamine adalah polimer alami yang memiliki struktur molekulnya menyerupai selulosa dengan perbedaan
yang terletak pada gugus rantai C-2, dimana gugus –OH pada C-2 digantikan oleh gugus amina -NH
2
Hardjito, 2006. Kitosan merupakan turunan dari kitin yang telah mengalami deasetilasi.
Senyawa berkitin sebagai polimer alami dapat dihasilkan dari hewan
17 laut yang bercangkang Crustaceae seperti udang, kepiting, lobster,
dan rajungan Hardjito, 2006. Menurut Hardjito 2006, proses pembuatan kitosan dilakukan
dengan proses demineralisasi DM, deproteinasi DP, decolorisasi DC, dan deasetilasi DA. Proses demineralisasi dilakukan dengan
larutan asam encer untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam bahan baku. Deproteinasi dilakukan dengan larutan basa encer
untuk menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terdapat pada bahan baku. Deasetilasi merupakan proses yang menghasilkan kitosan dari
kitin dengan cara memasaknya pada larutan basa konsentrasi tinggi NaOH 40-50. Pemutihan dimaksudkan untuk menghilangkan
warna agar kitosan yang dihasilkan berwarna putih. Hardjito 2006, menyatakan bahwa kombinasi dan variasi proses-proses tersebut dapat
menghasilkan sifat kitosan sebagai berikut: a. DC-DM-DP-DA akan meningkatkan BM kitosan
b. DM-DC-DP-DA dapat meningkatkan kadar abu kitosan c. DM-DP-DC-DA akan menurunkan viskositas kitosan
d. DM-DP-DA-DC menghasilkan kitosan terdegradasi berwarna
kecoklatan yang sifat polielektrolitnya lemah. Deasetilasi kitin akan menghasilkan kitosan yang kehilangan
gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga mempunyai sifat polikationik. Sifat polikationik inilah yang
menyebabkan kitosan mempunyai banyak kegunaan seperti untuk pengawet makanan, penstabil warna, penjernih jus dan bir,
deasidifikasi jus buah, edible film, sebagai flokulan, membantu proses penjernihan air, sebagai aditif produk agrokimia dan pengawet benih
Shahidi et al. 1999. Kitosan merupakan bahan alami yang telah dimodifikasi, tetapi
tidak beracun dan mempunyai LD 50 pada mencit 16gkg bb Hirano, 1996. Kitosan telah dicoba aktifitas antimikrobanya, diantaranya
sebagai pengawet buah-buahan dengan metode coating yang dapat menekan proses respirasi dan pertumbuhan mikroba pembusuk.
18 Metode ini dilakukan dengan cara pencelupan buah selama 30 detik
pada larutan 1 kitosan dalam 1 asam asetat Hardjito, 2006. Kitosan juga dapat mengawetkan ikan hering dan kod sebagai edible
film sehingga mampu mempertahankan kualitas produk perikanan selama penyimpanan Meidina, 2005. Pencelupan udang dengan atau
tanpa kepala dalam larutan kitosan 1 dan 2 yang kemudian disimpan selama 20 hari pada suhu 4-7
o
C dapat meningkatkan umur simpan udang hingga 4 hari lebih lama 20 hari jika dibandingkan
dengan kontrol 16 hari Hardjito, 2006.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN A.