Gambar 2. Grafik hasil pengukuran
daya iris sampel bakso selama tiga hari
penyimpanan pada suhu ruang
Berdasarkan hasil pengamatan secara obyektif, pada hari ke-0, terlihat
perbedaan daya iris yang cukup signifikan dari sampel dengan
penambahan kitosan di adonan dengan beberapa sampel dan kontrol. Daya iris
dari sampel dengan kitosan pada adonan adalah sebesar 1636.93 gf, sedangkan
pada kontrol, FTO, COG, sulfit dan tanin, serta kitosan coating daya irisnya
tidak terlalu jauh berbeda, yaitu dalam kisaran 1379 hingga 1460 gf.
Kitosan merupakan polisakarida yang bermuatan positif polikationik.
Kitosan memiliki bentuk kristal rombik dengan struktur silang antar bentuk alfa,
beta dan gamma, membentuk matriks yang memiliki kemampuan absorpsi
yang kuat Suptijah, 2006. Daya iris yang lebih tinggi pada sampel ini dapat
disebabkan oleh adanya kemampuan kitosan membentuk gel seperti halnya
pati sehingga terbentuk struktur yang lebih padat pada sampel tersebut.
Selama penyimpanan pada suhu ruang, semua sampel dan kontrol
mengalami penurunan daya iris. Penurunan daya iris ini dapat
disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba pada sampel yang semakin
tinggi tiap harinya. Mikroba memperoleh nutrisi dengan cara
mendegradasi komponen-komponen organik seperti protein dan karbohidrat
dari substratnya. Pelunakan tekstur bakso ini diikuti oleh adanya
pembentukan lendir di permukaan bakso yang semakin banyak. Semakin
banyak lendir yang terbentuk, maka jumlah mikroba pada sampel semakin
banyak sedangkan pelunakan tekstur bakso selalu diiringi oleh pembentukan
lendir, sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas mikroba merupakan faktor
yang berkontribusi pada penurunan daya iris bakso.
b. Kekenyalan
Kekenyalan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu sampel untuk
mempertahankan bentuknya ketika diberi suatu gaya.
Gambar 3. Grafik hasil pengukuran
kekenyalan sampel bakso selama tiga hari
penyimpanan pada suhu ruang
Gambar 3 menunjukkan hasil pengamatan kekenyalan pada bakso
selama penyimpanan. Berdasarkan grafik hasil pengamatan tersebut dapat
dilihat bahwa selama penyimpanan tiga hari di suhu ruang cenderung terjadi
penurunan kekenyalan. Secara obyektif, sampel dengan penambahan kitosan
pada adonan menunjukkan perbedaan nyata dengan sampel lain dan kontrol
yang nilai kekenyalannya sebesar 68.13, sedangkan kekenyalan antar
sampel selain kitosan di adonan pada H-0 tidak terlalu jauh berbeda dengan
kontrol pada kedua ulangan. Kekenyalan kontrol pada H-0 ini adalah
66.33.
Penurunan kekenyalan dan daya iris pada bakso selama H-1 hingga H-3
dapat dihubungkan dengan keawetan bakso. Pada kontrol yang tidak terdapat
bahan pengawet, persentase penurunan kekenyalan terhadap nilai awalnya
cukup besar pada hari kedua dan ketiga, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba yang sama sekali tidak terhambat.
Sampel dengan penambahan FTO , COG, dan kitosan pada adonan juga
mengalami penurunan yang cukup signifikan pada hari kedua dan ketiga,
sedangkan sampel dengan penambahan sulfit pada adonan dan tanin pada
perebusan akhir serta pelapisan kitosan pada bakso menunjukkan persentase
penurunan kekenyalan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kontrol dan
sampel lain.
c. Uji Kesukaan Terhadap Tekstur
Tekstur pada bakso dipengaruhi oleh jumlah daging dan tepung serta
jumlah tepung yang ditambahkan dalam adonan. Tekstur bakso yang
menentukan kesukaan konsumen adalah kekenyalan dan keempukan Surjana,
2001. Hasil uji hedonik unsur tekstur terhadap kontrol dan sampel dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik nilai rata-rata
kesukaan panelis terhadap tekstur bakso
Berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan kesukaan terhadap unsur tekstur antar sampel dan kontrol. Secara
subyektif, dapat dikatakan bahwa penambahan bahan pengawet tidak
menyebabkan perubahan tekstur bakso.
Pengujian secara subyektif ini dilakukan pada bakso yang baru matang
H-0 menunjukkan tidak adanya perbedaan antar sampel dan kontrol.
Namun, hasil pengukuran daya iris dan kekenyalan secara obyektif
menunjukkan adanya perbedaan antara sampel dengan penambahan kitosan 5
pada adonan dengan sampel-sampel lain dan kontrol. Perbedaan hasil uji
obyektif dengan subyektif ini dapat disebabkan oleh adanya keterbatasan
indera manusia dalam mendeteksi perbedaan tekstur sampel yang terukur
oleh texture analyzer. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
perbedaan antara sampel kitosan dalam adonan dengan sampel lain dan kontrol
pada H-0 yang terukur secara obyektif, tidak mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis terhadap tekstur bakso.
3. Pengaruh Bahan Pengawet