Nilai Derajat Hue Uji Kesukaan Terhadap Warna

48 dengan asam dehidroaskorbat, maka cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk senyawa diketogulonat dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencoklatan. Penambahan kitosan pada adonan bakso ternyata juga menyebabkan nilai kecerahan yang rendah yaitu 31.74, sedangkan metode pelapisan pada bakso menyebabkan nilai kecerahan sampel lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lain tetapi masih di bawah kontrol yaitu sebesar 34.69. Adanya lapisan kitosan yang terbentuk di permukaan bakso dapat menyebabkan nilai kecerahan sampel yang relatif lebih tinggi dibandingkan sampel lain. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kecerahan pada semua sampel. Namun, pada beberapa sampel terjadi peningkatan kecerahan seperti sampel dengan sulfit dan tanin, COG, dan kitosan coating. Peningkatan kecerahan ini dapat disebabkan oleh adanya miselium kapang yang berwarna putih yang terbentuk pada hari ketiga penyimpanan. Sehingga pada pengukuran, miselium ini terukur sebagai bagian dari sampel sehingga nilai kecerahan sampel naik.

b. Nilai Derajat Hue

Parameter warna lain yang juga diukur adalah nilai a yang menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dan notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning. Hasil pengukuran nilai a dan b ini dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan nilai o Hue, yaitu suatu nilai yang menunjukkan kecenderungan warna sampel. Hasil pengukuran nilai o Hue pada sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6. 49 Gambar 6. Grafik hasil pengukuran nilai o Hue sampel bakso selama tiga hari penyimpanan pada suhu ruang Berdasarkan pengamatan nilai o Hue tersebut, keseluruhan sampel dan juga kontrol memiliki unsur warna merah. Suatu produk dikatakan memiliki kecenderungan warna merah jika kisaran nilai o Hue produk tersebut 18 o -54 o . Nilai o Hue pada sampel FTO, COG, kitosan adonan dan coating serta kontrol berada pada kisaran 24.12 o – 52.09 o , sehingga dapat dikatakan bahwa sampel-sampel tersebut dan kontrol memiliki kecenderungan warna kromatik merah dan warna akromatik abu-abu gelap yang dinyatakan dalam nilai L. Selama penyimpanan terdapat perubahan nilai o Hue untuk semua perlakuan dan kontrol, tetapi perubahan tersebut masih berada pada kisaran warna merah. Sampel dengan penambahan sulfit dan tanin memiliki nilai o Hue yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel-sampel yang lain dan kontrol, dengan kisaran nilai o Hue 8.53 o -17.66 o . Rendahnya nilai o Hue 50 sampel ini dapat disebabkan oleh adanya tanin yang membentuk warna yang cenderung kecoklatan pucat pada permukaan bakso, sehingga warna kromatis merah dari komponen daging, tertutup oleh ekspresi warna tanin tersebut. Selama penyimpanan, terlihat adanya kenaikan o Hue pada sampel ini. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya degradasi komponen protein yang berinteraksi dengan tanin oleh mikroba, sehingga ekspresi warna coklat pucat dari tanin berkurang dan kecenderungan warna merah dari sampel menjadi lebih dominan.

c. Uji Kesukaan Terhadap Warna

Warna produk merupakan unsur yang pertama kali berinteraksi dengan indera konsumen. Karena itulah warna memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen. Hasil uji hedonik unsur warna terhadap kontrol dan sampel dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna bakso Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap data hasil uji hedonik unsur warna, diperoleh bahwa terdapat perbedaan kesukaan panelis terhadap unsur ini diantara sampel. Berdasarkan hasil uji lanjut tersebut diketahui bahwa sampel bakso dengan penambahan sulfit di adonan dan perebusan dengan tanin berbeda dengan kontrol dan semua sampel yang lain. Nilai rata-rata sampel ini berada pada kisaran 3.40 yang berarti agak 5.10 5.13 4.87 3.40 4.93 4.73 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 kontrol fto cog sulfit+tanin khitosan adonan khitosan coating Jenis Pe ngaw et S k o r K esu ka an 51 tidak suka. Hal ini disebabkan oleh adanya warna pucat pada bakso akibat perebusan dengan tanin yang berinteraksi dengan protein dan karbohidrat pada bakso dan memunculkan warna tanin yang pucat dan cenderung coklat. Sedangkan selama ini persepsi konsumen tentang warna bakso adalah abu-abu cerah, sehingga adanya perbedaan antara persepsi tersebut dengan warna sampel dengan sulfit dan tanin menyebabkan panelis cenderung agak tidak suka pada sampel ini. Sampel dengan penambahan COG, FTO, kitosan di adonan dan coating tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan bahan pengawet tersebut tidak menyebabkan perubahan warna dan tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis terhadap warna bakso. Pengujian secara subyektif terhadap warna bakso yang baru matang H-0 menunjukkan adanya perbedaan kesukaan panelis terhadap warna bakso yang menggunakan sulfit dan tanin, dimana panelis cenderung agak tidak suka pada warna sampel ini. Perbedaan warna dari sampel sulfit dan tanin juga terlihat pada pengukuran warna secara obyektif, yang menunjukkan rendahnya nilai o Hue sampel ini dibandingkan dengan sampel-sampel lain dan kontrol. Persamaan hasil uji obyektif dan subyektif terhadap warna kromatis ini dapat disebabkan oleh besarnya perubahan warna akibat ekspresi warna dari tanin, sehingga mempengaruhi kesukaan panelis secara subyektif yang juga terukur perbedaannya secara obyektif.

4. Pengaruh Bahan Pengawet Terhadap Umur Simpan Bakso